Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Grini Priyanti

Ibu, Guru Masa Kini

Guru Menulis | Thursday, 31 Mar 2022, 22:02 WIB
Dokumentasi Pribadi

Ibumu adalah guru pertamamu.

Tak sedikit orang tua yang lupa bahwa seorang ibu sejatinya adalah guru pertama dan utama bagi anaknya. Cita-cita untuk selalu memberikan pembelajaran terbaik bagi buah hati dari waktu ke waktu kian usang, tersapu rutinitas yang berulang dan pekerjaan rumah yang tak kunjung usai. Memasak, mencuci, membersihkan rumah, menyetrika dan lain sebagainya. Belum lagi jika sang ibu memiliki karir di luar profesi utamanya dalam rumah. Semua itu acapkali membuat para ibu lupa akan cita-cita mulianya dulu untuk menjadi guru. Ya, guru bagi sang buah hati.

Saya pribadi mengakui bahwa menjadi guru memang bukan tugas yang mudah. Terutama bagi orang tua untuk anaknya. Profesi guru di sekolah yang saya jalankan terasa lebih ringan daripada profesi guru bagi anak sendiri. Mengajarkan anak orang lain terasa lebih mudah daripada mengajarkan anak sendiri. Mungkin hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat para orang tua lebih senang mendelegasikan tugas pengajaran pada sekolah, pada guru-guru yang menurutnya akan lebih didengarkan oleh anaknya.

Namun, ternyata kemudahan mendelegasikan tugas pengajaran kepada guru di sekolah dua tahun ini terbentur oleh kebijakan #belajardarirumah. Anak-anak diboyong ke rumah oleh keadaan. Tak sedikit orang tua yang shock menghadapi realita bahwa mereka yang menghindari profesi guru akhirnya dituntut secara paksa untuk menjadi guru bagi anak-anaknya.

Tak mudah tentu berkonsentrasi untuk mendidik anak di rumah tanpa terdistraksi dengan berbagai interupsi tugas-tugas domestik seorang ibu rumah tangga. Tapi tentu fokus pada masalah hanya akan menambah daftar panjang keluhan yang tidak akan pernah selesai. Mengubah fokus pada solusi akan mengubah pula cara pandang kita pada “tugas baru” sebagai guru.

Siapa Guru Masa Kini?

Profesi guru yang selayaknya disematkan pada orang tua di masa kini ternyata telah digantikan perannya oleh kemajuan tekhnologi. Ya, seolah telah menjadi hal yang lumrah, anak dibiarkan bebas menggunakan perangkat gawai. Gawai berperan banyak dalam perkembangan anak. Orang tua pun seringkali membiarkan hal tersebut dengan dalih agar anak anteng dan tidak merengek. Pun ketika gaung #belajardarirumah dimulai, pemberian gawai seolah menjadi alternatif ibu untuk mengalihkan tugasnya membersamai anak belajar.

Kita harus paham betul, bahwa tugas ibu sebagai seorang guru bukan hanya tentang bagaimana mengajarkan matematika, IPA, IPS, bahasa inggris dan sederet mata pelajaran yang ada di sekolah. Pengajaran pada diri seorang ibu mencakup banyak aspek. Pengajaran ini meliputi keseluruhan hal yang perlu diketahui, didapat dan dilakukan seorang anak.

Jadi, pembelajaran di rumah seharusnya bersifat holistik. Apalagi jika anak kita masih pada masa golden age, semua aspek perkembangan harus mendapatkan sentuhan pengajaran dari seorang ibu. Tentu butuh pengetahuan yang tak sedikit dalam mengimplemtasikannya. Dan semua hal itu tidak bisa dilakukan oleh gawai. Gawai hanya perangkat pendukung yang perannya harus sangat jauh lebih sedikit daripada peran ibu sebagai guru.

Ibu sebagai guru harus selalu up to date mengenai metode-metode pembelajaran yang atraktif bagi anak. Tidak hanya mengandalkan gawai sebagai perangkat pembelajaran instan. Mencari dan tetap berusaha belajar bagaimana membersamai anak alangkah baiknya dijadikan PR wajib bagi orang tua. Dalam konteks ini, kehadiran guru di sekolah bisa dijadikan kesempatan untuk bersinergi dalam pengasuhan dan pengajaran. Ketika pembelajaran dari rumah harus dilakukan, ibu segera cepat tanggap mendiskusikan hal-hal yang dibutuhkan oleh sang anak, menanyakan temuan-temuan guru kelas selama sekolah berlangsung agar penyampaian pembelajaran ibu di rumah tak kalah baik dari sekolah bahkan bisa lebih baik.

Maka ketika ditanya siapa guru masa kini? Bukan gawai jawabannya, tetapi dengan penuh antusias kita menjawab: saya, Ibu.

Upgrade Performamu

Mendidik generasi di era 4.0 kita dihadapkan pada kenyataan bahwa begitu pesatnya perkembangan teknologi yang terjadi, dan begitu pula cepatnya anak-anak menyerap hal tersebut. Para pendidik bisa jadi akan ketinggalan jika tidak berusaha mengupdrade performa. Begitu pula seorang ibu. Ibu harus bisa memposisikan diri sebagai seorang guru masa kini.

Konteks guru masa kini bagi seorang ibu bukan hanya meningkatkan kemampuannya dalam memberikan pengajaran pada anak, tetapi bagaimana menggeser stigma bahwa seorang ibu tidak bisa menjadi guru dan teman dalam waktu sekaligus. Guru masa kini tidak memposisikan dirinya lebih tinggi daripada muridnya, guru masa kini justru harus mampu menyejajarkan dan duduk berdampingan dengan muridnya. Membahas hal-hal yang terbaru dan disukai oleh mereka sembari memasukkan pesan-pesan nasihat tanpa terkesan menggurui.

Zaman akan selalu berubah, metode pembelajaran akan terus berkembang, namun harus kita tahu bahwa satu hal yang tidak akan berubah, bahwa ibu akan tetap menjadi guru pertama dan utama. Maka berbicara mengenai guru masa kini, tidak hanya mencakup para akademisi, para pengajar di bangku sekolah tetapi juga mencakup peran ibu sebagai guru di rumah. Lalu sudah siapkah kita wahai para ibu dan calon ibu menjadi guru masa kini?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image