Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Beda Kerumunan Beda Perlakuan, Kenapa?

Gaya Hidup | 2022-03-31 09:23:51
Acara Muslim Life Fair menjadi salah satu perhelatan akbar yang dinanti umat muslim Indonesia.

Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd

Dua tahun sudah Covid-19 melanda bumi pertiwi. Pembatasan kerumunan, perubahan aktivitas offline menjadi online dilakukan demi mencegah penularan. Sekolah, kuliah, bahkan kerja pun dilakukan dari rumah secara online.

Kini masyarakat sudah jenuh, banyak hal yang dirindukan saat aktivitas masih bisa offline. Apalagi kelihatannya pandemi ini mulai membaik. Pemerintah sudah mulai membolehkan kerja dari kantor, sekolah tatap muka, tempat wisata dibuka kembali. Masyarakat pun kembali mengharapkan aktivitas tatap muka lainnya seperti kajian hingga konser. Tapi, keanehan terjadi. Ada kerumunan dibolehkan, yang lain tidak.

Kajian vs Konser

Acara Muslim Life Fair menjadi salah satu perhelatan akbar yang dinanti umat muslim Indonesia. Apalagi acara ini dihelat mendekati Ramadan, di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Jumat-Ahad (25-27/3/2022). Selain diisi kajian para penceramah, acara tersebut juga menampilkan booth pameran beragam produk, kuliner, hingga workshop bisnis. Sayangnya, saat hari pertama, pihak aparat tiba-tiba membatalkan izin kajian. Sementara booth pameran, workshop masih dibolehkan. (Republika.co.id, 25/3/2022)

Kajian yang rencananya diisi oleh asatidz terkemuka di tanah air pun tak jadi diadakan. Padahal, ribuan peserta sudah datang dan siap menyimak kajian. Tadinya akan hadir Ustadz Khalid, Ustadz Luthfi abdul Jabbar, Ustadz Syafiq Riza Basalamah, Ustadz Muhammad Arifin Badri, Ustadz Subhan Bawazier, Ustadz Ami Nur Baits, Ustadz Muhammad Nuzul Dikri, dan Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal untuk mengisi kajian sejak pembukaan hari Jum'at hingga penutupan hari Ahad. Tentu hal ini mengundang kekecewaan muslim.

Lain kajian, lain pula konser akbar. Dilansir dari laman republika (27/3/2022), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyampaikan bahwa penyelenggaraan acara musik sudah dapat kembali digelar menyusul perkembangan kondisi pandemi Covid-19 yang semakin membaik. Joyland Festival diselenggarakan di Taman Bhagawan Nusa Dua Bali, Jumat dari tanggal 25 hingga 27 Maret menjadi konser besar pertama setelah dua tahun pandemi.

Pak Menteri bahkan menyampaikan bahwa pihak beliau dan Polri diperintah Presiden untuk event-event musik dan event-event ekonomi kreatif lainnya difasilitasi, agar mereka mendapat izin dengan satu syarat protokol kesehatan dan vaksinasi lengkap namun lebih bagus lagi kalau sudah booster.

Beda Nasib

Diselenggarakan pada waktu yang sama, 25-27 Maret 2022. Yang satu diizinkan tapi tanpa ada kumpul kajian, yang satu lagi diizinkan tanpa ada pembatalan apapun. Mengapa beda nasib seperti ini?

Padahal keduanya sama-sama merupakan event ekonomi kreatif juga. Yang berbeda hanya isi acara, kajian dengan konser. Apa yang salah dengan kajian hingga sampai dibatalkan izinnya? Apakah lebih berbahaya dibandingkan konser besar ?

Sedih rasanya, hawa islamofobia justru terasa kuat di negeri mayoritas muslim ini. Semua yang berbau islam dengan mudah dilabeli, dicap buruk, bahkan di kriminalisasi. Padahal jika mau dipikirkan, kajian jauh lebih aman. Tempat duduk ikhwan dan akhwat dipisah. Suasana dikondisikan tak hanya taat prokes tapi juga taat syariat. Agar tak terjadi khalwat atau naudzubillah yang lebih dari itu.

Inilah wajah islam dan muslim di negeri sekular. Islam dikucilkan, dimarginalkan, bahkan diperlakukan seperti penjahat yang harus dijauhi. Tabu untuk membawa islam dalam kehidupan sehari-hari. Islam hanya boleh dibahas saat di masjid, cukup itu.

Persekusi Dakwah

Banyak pihak yang kecewa dan menyayangkan sikap pilih kasih aparat ini. Publik beranggapan kajian di muslim fair dilarang karena ada ustadz yang terkategori radikal. Padahal belum jelas definisi dan kategori radikal bagi umat. Tapi, mudahnya mereka melarang dan membatalkan kajian yang sudah dihadiri sekitar 7000 peserta itu.

Ini membuktikan tak hanya nafas sekular, tapi persekusi dakwah pun terjadi di negeri kita. Saya yakin para asatidz yang di rahmati Allah tak berniat sedikit pun untuk mencelakai atau memperburuk kondisi bangsa. Justru berkat dakwah para asatidzlah kaum muslim bisa terlepas dari belenggu nafsu dunia hingga ancaman perilaku kriminal yang ada.

Banyak yang bersaksi bahwa mereka berhijrah dari kemaksiatan menuju kebaikan karena dakwah asatidz. Karena do'a asatidz juga. Lantas apa bahayanya ini? Justru dakwah membawa pada kebaikan, dakwah adalah bukti sayang.

Semoga Allah istikomahkan kita selalu dalam kebaikan, dekatkan kita pula dengan orang-orang baik yang menyebarkan islam. Semoga Allah berikan hidayah pada mereka yang menghalangi dakwah di jalan Allah.

Wallahua'lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image