Darurat Judi Online Merambah Dunia Pendidikan
Gaya Hidup | 2024-06-12 19:07:12Judi online terus merebak di Indonesia. Mirisnya, tidak hanya orang dewasa yang melakoni praktik ilegal itu, melainkan sudah merambah ke kalangan peserta didik. Dikutip dari halaman cnbcindonesia.com, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengungkapkan ada belasan ribu konten phishing berkedok judi online yang menyusup ke situs lembaga pendidikan dan pemerintahan. Phising adalah kejahatan digital atau penipuan yang menargetkan informasi atau data sensitif korban. “Di lembaga pendidikan ada 14.823 konten judi online menyusup ke sana dan lembaga pemerintahan ada 17.001 temuan konten menyusup atau phising ke situs pemerintahan dan lembaga pendidikan,” ungkap Budi Arie usai Rapat Terbatas mengenai Satgas Judi Online di Istana Kepresidenan. Setidaknya ada 1.904.246 konten Judi online. Lebih lanjut, ia pun menjelaskan dari pihaknya kini sudah melakukan berbagai pencegahan dan melakukan pemblokiran konten judi online.
Judi online memang tengah menjadi perhatian besar pemerintah dalam beberapa tahun ke belakang. Perputaran uang dalam bisnis judi online terus meningkat setiap tahunnya. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membongkar angka-angka luar biasa biasa terkait judi online. PPATK mengatakan total perputaan dana alias akumulasi terkait judi online pada periode 2017-2022 mencapai Rp190.265.249.786.831.
Angka tersebut didapat berdasarkan penelurusan dan analisis terhadap 157 transaksi dari 887 pihak yang merupakan jaringan bandar judi online pada periode itu. Dituturkan Noor, judi online memberikan dampak buruk bagi para siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari angka ketidakhadiran siswa yang mengalami kenaikan di beberapa sekolah. Selain itu, para siswa juga terlihat kehilangan semangat belajar akibat kecanduan gim dan judi online.
“Angka ketidakhadiran siswa di beberapa sekolah naik, tanpa izin atau alfa, akibat ketergantungan pada gim hingga judi online,” Noor menjelaskan.
Fakta ini hanya fenomena gunung es, data yang sebenarnya tentu lebih besar lagi. Jika berselancar dengan kata kunci “judi online pelajar”, alhasil akan menemukan maraknya kasus judi online yang menimpa generasi muda di berbagai pelosok negeri ini.
Gurita Judi Online
Teknologi informasi telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat di era digital. Banyak tawaran menggiurkan yang bisa diakses oleh semua kalangan di dunia maya. Salah satunya adalah judi slot online. Hal ini tentu menjadi ancaman yang tak kalah merugikan. Maraknya judi online di Indonesia bukan hanya membawa dampak negatif berupa kecanduan dan potensi tindak kriminal, tetapi juga menjadi ancaman terhadap generasi.
Sesuai data yang ada, menunjukkan peminat aktivitas judi online marak dilakukan kelompok usia remaja atau muda. Berdasarkan data dari Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Menkominfo RI) mengatakan saat ini Indonesia sedang darurat judi online. Sudah banyak anak-anak dan remaja yang menjadi korban judi online. (edukasi.okezone.com)
Judi online telah menjadi fenomena yang semakin populer di Indonesia, terutama generasi muda yang melek teknologi. Karena adanya kemudahan akses dan variasi permainan, pada akhirnya menjadikan judi online ini menarik minat banyak di kalangan masyarakat, termasuk remaja.
Sebagai generasi yang inginnya serba instan, judi online akhirnya menjadi jalan pintas bagi pelajar yang ingin cepat dapat uang. Apalagi jika sifat hedonistik sudah mewarnai karakter mereka. Kehidupan ekonomi—yang terus mengimpit akibat penerapan sistem kapitalisme—juga menjadi media yang menyuburkan mereka untuk mencari keuntungan berlipat secara cepat.
Lingkungan juga bisa menjadi pemicu para pelajar terlibat judi online. Awal mereka mengenal judi online adalah pengaruh lingkungan sekitar ataupun hasil belajar dari teman ke teman. Ajakan, rayuan, penawaran, bahkan tekanan agar bisa berpartisipasi dalam permainan judi online tersebut, berasal dari teman-teman sekitarnya, termasuk dari berbagai promosi di gadget mereka sendiri.
Maraknya perjudian juga sebenarnya menunjukan bagaimana rusaknya sistem sosial masyarakat hari ini. Prostitusi anak, narkoba, seks bebas, anak putus sekolah, broken home, budaya malas, hingga kerusakan lainnya sangat banyak kasusnya di kalangan generasi muda.
Inilah akibat ketika paham sekularisme dijadikan asas dalam kehidupan, standar halal haram tidak lagi dijadikan acuan dalam melakukan perbuatan. Merebaknya kemaksiatan diakibatkan karena jauhnya manusia dari aturan Ilahi. Lihat saja bagaimana miras justru dilegalkan di negeri ini. Miras yang jelas-jelas haram saja malah dilegalkan dengan alasan mampu menciptakan lapangan kerja dan memajukan ekonomi bangsa. Alhasil, bukan mustahil judi online yang jelas-jelas haram bisa dilegalkan dengan alasan yang sama.
Solusi Islam
Islam menjelaskan segala bentuk perjudian baik dilakukan secara langsung (offline) atau daring (online) hukumnya haram. Keharamannya bukan sekadar karena mendatangkan dampak buruk bagi para pelakunya. Allah Swt. bahkan menyejajarkan judi dan miras dengan penyembahan berhala, lalu menggolongkannya sebagai perbuatan setan.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
Dalam kehidupan sekuler saat ini, bisa jadi banyak para pelajar yang tidak paham keharaman judi. Mereka yang sudah tahu pun cenderung abai karena tidak ada penjagaan serius bagi generasi dari segala perbuatan haram. Pendidikan di sekolah yang jauh dari penanaman akidah dan syariat juga malah memudahkan pelajar tergelincir pada perbuatan yang Allah benci. Kebijakan media yang sangat tidak edukatif bagi pelajar pun makin mudah menyeret pelajar dalam arus kerusakan akhlak.
Oleh karenanya, mengatasi maraknya judi online di kalangan pelajar tidak cukup dengan nasihat dan ceramah kepada mereka. Perlu ada solusi mendasar dan komprehensif. Pertama , harus ada peran orang tua dalam mendidik putra-putrinya agar menjadi anak saleh-salihah, juga agar tidak mudah terjerumus ke dalam aktivitas buruk, apalagi melanggar hukum. Keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga menjadi kunci terbentuknya putra-putri yang taat pada Allah.
Kedua , penerapan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam akan membentuk pola pikir dan pola sikap pelajar sesuai arahan Islam. Pelajar akan memiliki standar dalam memilih aktivitasnya, bukan sekadar untuk kesenangan materi, tetapi akan menyibukkan diri dengan segala hal yang bisa mendatangkan rida Allah Taala. Ketiga , peran masyarakat yang mendukung terwujudnya pelajar yang cinta ilmu dan dekat dengan kebaikan. Masyarakat tidak boleh abai terhadap suasana kemaksiatan di sekitarnya, apalagi di lingkungan generasi muda.
Keempat , peran negara dalam mewujudkan sistem yang mendukung terbentuknya kesalehan generasi. Mudah bagi negara—sebagai institusi yang memiliki kekuasaan—untuk menutup akses judi online bagi segenap masyarakat, termasuk pelajar. Begitu juga konten-konten media yang nonedukatif lainnya. Negara berperan dalam menjamin kesejahteraan kepada rakyat sehingga para orang tua tidak abai terhadap tanggung jawabnya kepada anak karena alasan mencari penghidupan.
Tentu saja, semua itu akan sulit diwujudkan selama sistem kehidupan yang menaungi kita masih sistem sekuler kapitalisme. Harus terbentuk kesadaran dan keinginan bersama untuk menganulir sistem yang ada hari ini yang terbukti tidak kondusif bagi pelajar maupun seluruh manusia secara umum. Sebagai gantinya, diperlukan sistem Islam yang akan menjadi solusi jitu dan membawa keberkahan bagi semesta alam.
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya).” (QS Al-Maidah: 50). [Wallahualam]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.