Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Masruhin Bagus

Bagaimana Menjadi Guru Masa Kini dan Menginspirasi

Guru Menulis | 2022-03-26 22:17:47
Guru digital [image source:pixabay]

Masa kini adalah Eranya digital. Era digital adalah masa yang ditandai dengan perubahan sebagian cara hidup dan kebiasaan manusia. Misalnya ritual berdoa sebelum makan, berubah menjadi selfie dulu sebelum makan. Kebiasaan berdoa setelah bangun tidur, berubah bangun tidur langsung cek handphone, Termasuk dalam metode belajar, sekarang cukup bertanya di Google atau Youtube, dan masih banyak kebiasaan lain yang berubah dan bergeser.

Anak-anak yang lahir pada era digital dikenal dengan sebutan native digital. Yaitu anak-anak yang sejak dilahirkan ke dunia sudah memiliki jejak digital. Anak-anak yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya dunia digital. Anak-anak yang lebih menyukai hal-hal yang berkaitan dengan dunia digital dibanding dunia lain. Anak native digital tidak membutuhkan penyesuaian.

Anak native digital tidak membutuhkan penyesuaian, karena anak native digital adalah penduduk asli dunia digital. Berbeda dengan orang tua dan guru sekarang, mereka membutuhkan penyesuaian atau adaptasi yang tidak mudah, karena mereka ‘pendatang’dalam dunia digital. Maka tepat jika ada seloroh, “Anaknya milineal, orang tuanya kolonial”. Ada rentang perbedaan zaman di keduanya.

Rentang zaman inilah yang harus dipahami oleh orang tua maupun guru pada masa kini. Guru harus bisa memahami karakter, gaya hidup, dan kebiasaan mereka. Dengan memahami karakter anak native digital, guru akan mudah diterima oleh mereka. Guru harus mampu menyamakan frekuensi agar ‘nyambung’. Jadi, mau tidak mau sebagai guru dalam beberapa hal harus menyelaraskan dan menyesuaikan, agar jarak antara ‘anak milineal dan guru kolonial’ tidak terlalu jauh.

Pada masa kini, menjadi guru digital adalah sebuah keniscayaan. Yakni dengan menjadikan dunia digital sebagai metode atau strategi dalam pembelajaran. Memiliki metode atau strategi yang tepat akan memudahkan anak memahami materi (ilmu). Sudah seharusnya guru adaptif dan agile dengan perkembangan digital. Dengan kecanggihan digital sebagai metode, akan menjadikan sesuatu yang penting menjadi menarik. Hal ini sesuai dengan motto pesantren Gontor, “Metode lebih penting daripada materi. At-thariqah ahammu minal maddah”.

Selanjutnya, di era digital, guru bukan lagi menjadi satu-satunya sumber belajar (materi/informasi). Mengapa demikian? karena sumber informasi masa kini sudah banyak digantikan oleh google, youtube, yahoo, dan lain sebagainya. Sehingga eksistensi guru sebagai satu-satunya sumber, lambat laun akan tergantikan. Maka, agar eksistensi guru tidak hilang, guru masa kini harus kuat dalam menjalankan strategi atau metode. Karena metode yang tepat tidak ada artinya tanpa ada peran guru. Al Mudarris ahhammu mina at-thariqah. Guru lebih penting daripada metode.

Adanya metode dan guru belumlah cukup karena metode yang tepat harus didukung dengan guru yang kuat dan semangat. Canggihnya dunia digital tidak akan maksimal tanpa ada kerja keras guru dalam mengaplikasikannya. Artinya, hebatnya dunia digital harus diimbangi dengan semangat guru dalam memanfaatkannya. Ruhul mudarris ahammu minal mudarris nafsihi. Ruh guru lebih penting daripada guru itu sendiri.

Ruh guru menjadi sangat penting di era digital. Karena kekuatan ruh guru itu terletak pada karakter guru. Berupa nilai religius, kejujuran, toleransi, kedisiplinan, kerja keras, kreatif, kemandirian, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung Jawab. Nilai-nilai itulah yang tidak dapat digantikan oleh apapun termasuk kecanggihan teknologi. Tanpa nilai-nilai tersebut, seorang guru akan ditinggalkan. Dengan nilai-nilai karakter ini pula seorang guru akan dapat memberikan inspirasi bagi siswa.

William Arthur Ward berkata, “Guru medioker (biasa-biasa saja/average) adalah guru yang hanya menyampaikan, guru yang baik adalah guru yang mampu menjelaskan, guru super adalah guru yang bisa mendemonstrasikan, dan guru hebat adalah guru yang menginspirasi”. Di era digital, kita akan menjadi guru seperti apa. Guru biasa-biasa saja, guru yang baik, guru super, atau menjadi guru yang hebat.

Pilihannya tentu menjadi guru hebat. Selain beberapa hal di atas, untuk menjadi guru hebat ada beberapa kompetensi guru yang perlu terus dikembangkan, antara lain: pengembangan akademik, akhlak, ketrampilan mengajar, dan komitmen sebagai pendidik.

Dengan pengembangan akademik, seorang guru akan selalu meningkatkan kemampuan akademik, baik secara formal maupun non formal. Mengasah kemampuan secara terus menerus. Dengan pengembangan akhlak, guru senantiasa memperbaiki prilaku atau akhlak pribadi. Tujuannya agar guru mampu membimbing karakter murid-muridnya menjadi lebih baik. Murid yang berkarakter lahir dari guru-guru yang berkarakter pula. Sebagai contoh, guru yang memiliki karakter jujur akan memberi contoh berlaku jujur, maka guru tersebut akan menjadi teladan kejujuran bagi murid-muridnya.

Dengan pengembangan keterampilan mengajar, guru akan selalu meningkatkan keterampilan dan menambah kompetensi-kompetensi lain terkait bidang keguruan. Termasuk kemampuan digital. Dan dengan pengembangan komitmen pendidik, seorang guru akan selalu merasa senang dan bersemangat dalam menjalankan tugas sebagai guru. Bahwa profesi guru adalah profesi yang mulia dan penuh makna.

Pertanyaan terakhir untuk menjadi perenungan bersama. Jika seorang guru sudah bukan lagi satu-satunya informasi, guru tidak membuka diri untuk adaptif dan agile dengan perkembangan digital, tidak memiliki kompetensi, serta tidak memiliki nilai-nilai karakter dalam dirinya, lalu apa yang bisa diteladani dari seorang guru?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image