Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Terkikisnya Fitrah Ibu dalam Kapitalisme

Gaya Hidup | Saturday, 26 Mar 2022, 00:55 WIB

Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd

Tidak ada ibu yang tega mencelakakan buah hatinya sendiri. Inilah pernyataan yang masuk ke dalam benak diri. Bahkan, hewan pun tak kan sampai hati melukai anaknya sendiri. Namun kini kita saksikan para ibu yang sukarela menghabisi nyawa buah hati mereka.

Ibu Gorok Anak

Seorang ibu muda di Kecamatan Tonjong, Brebes, berinisial KU (35 tahun), tega membunuh anaknya yang masih 6 tahun, pada Ahad (20/3/2022). Dua anak kandung lainnya bahkan juga nyaris jadi korban. (Republika.co.id, 20/3/2022)

Bukan hanya sekali kasus ini terjadi, beberapa tahun yang lalu seorang ibu asal Bandung pun tega membunuh anak kandungnya dengan pisau dapur. Fenomena mengerikan ini sudah berulang kali terjadi. Kondisi yang tak sanggup dibayangkan, namun kini menjadi kenyataan yang terulang.

Karena Sayang

Bukan karena benci sang ibu menghabisi nyawa anak kandungnya. Justru karena sayang sekali pada mereka. Walau akhirnya menyakiti bahkan menghabisi nyawa buah hati tercinta.

Sang ibu ingin anaknya tidak menderita, tak perlu merasakan kesulitan yang ia rasakan, kepedihan tak disayangi, kesedihan menghadapi kehidupan. Sayangnya, solusi yang diyakininya adalah dengan menghabisi nyawa anaknya sendiri.

Fitrah Ibu Terkikis

Ibu adalah rumah. Ibu adalah malaikat tanpa sayap yang dikirim Allah untuk anak-anaknya. Ibu adalah sumber Cinta dan kasih sayang tanpa batas. Tak akan kita jumpai ibu yang tak sayang pada anaknya. Semua ibu pasti sayang anaknya. Itulah sebabnya Allah turunkan kewajiban pengasuhan anak pada ibu. Itulah sebabnya ibu didapuk menjadi madrasah pertama.

Sayangnya, kini fitrah itu terkikis rusaknya sistem yang diterapkan kini. Masalah finansial yang membelit dan tak kunjung usai, hubungan suami istri yang jauh dari sakinah mawadah dan rohmah, luka pengasuhan yang membelenggu, hingga agama yang dikucilkan dari kehidupan membuat insan makin jauh dari Rabbnya.

Mari bayangkan bersama, ibu yang memikirkan pemenuhan kebutuhan buah hatinya, mulai dari memandikan, memakaikan baju, menyuapi makan, belum lagi urusan domestik yang semua itu butuh energi dan kesabaran tak bertepi dipaksa harus memikirkan kondisi finansial keluarga. Bagaimana biaya sekolah anak, sewa rumah, makan, transportasi, dll?

Dengan benak yang penuh pikiran akan permasalahan kehidupan dipastikan membuat ibu menjadi sumbu pendek. Mudah meledak. Emosian.

Apalagi jika luka pengasuhan masih tersisa, merasa tidak punya support system, merasa berjuang sendirian, tak disayang. Akan semakin mudah jatuh merasa sedih dan terpuruk.

Tentu tak ada salahnya merasa sedih. Asal kita kembalikan rasa itu pada Allah. Tentu tak ada salahnya merasa terpuruk asal tak lupa ada Allah Yang Maha Kuasa.

Sayang seribu sayang, dalam sistem kapitalisme sekularisme yang diterapkan di negeri ini, agama dikucilkan. Agama hanya dibahas saat di majelis kajian agama, dalam masjid-masjid saja. Agama tabu dibawa ke ranah publik, dibahas dalam politik sosial budaya juga hukum. Hasilnya, solusi yang dihasilkan untuk menghadapi masalah-masalah kehidupan justru bukan solutif tapi menimbulkan masalah baru.

Solusi Sistemik

Diakui atau tidak, menghadapi fenomena ini tak cukup hanya fokus pada menghukum pelaku atau diobati sisi mentalnya saja. Yang kita butuhkan agar fenomena ini tak lagi terulang adalah solusi sistemik.

Solusi dengan menghapus semua penyebab munculnya fenomena ini. Yakni dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap rakyat hingga ibu tak perlu stress memikirkan kondisi finansial keluarga, terpenuhinya kebutuhan anak-anak. Ibu pun bisa fokus hadir membersamai anak-anak. Mengisi tangki Cinta buah hati.

Tak hanya itu, sistem ini pun harus mengatur hubungan antara suami - istri. Menjadikan suami sebagai suami terbaik bagi istrinya, begitu pun sebaliknya. Sehingga terbentuk support system terdekat, tak akan ada rasa berjuang sendiri.

Juga mengembalikan posisi agama sebagai tuntunan kehidupan. Mendekatkan kembali agama dalam setiap sendi kehidupan. Agar semua insan paham solusi semua permasalahan kehidupannya. Agar insan paham bagaimana ia menjadi suami yang baik, istri yang baik, ibu yang baik.

Solusi sistemik ini tak dapat kita temukan dalam kapitalisme. Solusi sistemik ini lahir dari keimanan, keinginan taat secara penuh pada Rabb pemilik alam. Ya, solusi sistemik adalah dengan kembali pada Islam sebagai Rahmat bagi seluruh alam.

Wallahua'lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image