Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M. Yusuf Effendi

Prank! Minyak Goreng

Curhat | 2022-03-18 08:30:31

Drama minyak goreng rupanya masih terus berlanjut, emak-emak makin cemberut keluhannya tak ada yang diturut. Minyak goreng menjadi komoditi yang sudah mandarah daging di kehidupan masyarakat kita. Dipakai untuk berbagai keperluan terutama pengolahan makanan. Mulai dari rumah tangga sederhana, sampai industri makanan skala besar tak luput dari kebutuhan minyak goreng.

Aroma masakan dari aktivitas menggoreng seolah menjadi warna pagi yang menyegarkan saat mencari sarapan. Gorengan tempe, tahu, bakwan dan berbagai macam olahan sejenis seolah sudah menjadi cerita khas kuliner Indonesia yang tak pernah habis. Namun, rupanya cerita itu kini berubah jadi kesedihan dan kemarahan berkepanjangan. Minyak goreng hilang dipasaran, kalaupun ada harganya melangit. Protes sudah disuarakan, tetapi berbilang bulan tak kunjung ada perubahan yang menggembirakan. Seolah-olah tak ada yang mampu menghentikan kelangkaan ini. Yang ada hanyalah drama-drama picisan dari pihak berwenang, dengan dalih operasi pasar, tapi hasilnya tetap saja ambyar.

Berbagai instruksi dikeluarkan, dari mulai mengingatkan akan peraturan bagi oknum yang melanggar sampai ancaman agar emak-emak tak membeli berlebihan apalagi sampai menimbun. Namun, semua itu hanya berbuah isapan jempol belaka, bahkan cenderung mempermalukan muka sendiri, saat Kemendag mengakui kecolongan ekspor minyak goreng akibat adanya DMO (Domestic Market Obligation). Bagaimana bisa pemerintah dipermainkan mafia? Dimana aparat berwenang? Apakah memang lebih baik Kemendag di bubarkan saja?

Seharusnya kita malu dengan predikat penghasil minyak sawit terbesar di dunia, tapi minyak goreng langka. Emak-emak mungkin tak tahu betapa rumitnya masalah dunia persawitan Indonesia yang penuh dengan liku-liku peraturan yang memagarinya. Sampai-sampai ribuan hektar hutan dikorbankan menjadi perkebunan sawit. Penderitaan hewan-hewan penghuni hutan yang tersingkir, kini dialami juga oleh masyarakat yang harus kehilangan minyak goreng.

Gonjang-ganjing minyak goreng pada akhirnya membuat pemerintah mulai gerah, kredibilitas nya mulai dipertanyakan. Karena langkah yang digadang jadi senjata pamungkas ternyata hanya pisau tumpul tak berbekas. Masyarakat masih berharap ini hanyalah prank semata dan pada akhirnya akan kembali seperti semula. Episode drama dari Kemendag mudah-mudahan hanya iklan semata.

Tapi pada akhirnya kenyataan pahit harus ditelan mentah-mentah, saat panglima ekonomi menyuarakan kebijakannya. Bukan kegembiraan yang didapatkan tapi kenyataan yang menyesakkan dada. Ketetapan harga eceran tertinggi (HET) dicabut dari yang sebelumnya Rp. 11.500/ltr untuk minyak goreng curah (Permendag nomor 6 Tahun 2022) dinyatakan tidak berlaku lagi dan pemerintah akan mensubsidi minyak goreng dengan harga Rp. 14.000,- . Dalih yang dipakai adalah adanya kenaikan harga komoditi minyak nabati termasuk minyak sawit.

Alasan ini sepertinya selalu jadi pegangan pemerintah saat menaikan haraga menyikapi beberapa komoditi penting untuk hajat hidup rakyat. Listrik dan BBM bahkan sudah lebih dulu naik karena alasan yang sama. Dan pemerintah hanya bisa memberikan solusi dengan jalan subsidi yang hanya diperuntukan untuk kalangan berpenghasilan rendah. Kebijakan ini ibarat peribahasa “jauh panggang dari api”. Dan “simsalabim” minyak goreng tiba-tiba saja melimpah ruah dipasaran, tentu dengan harga baru.

Kebijakan ini tentu saja semakin menurunkan tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah khususnya dalam hal perekonomian. Pemerintah dipandang tak mampu mengatur ekonomi, seolah-olah kalah oleh kepentingan para pemilik modal. Tak mampu menegakan aturan distribusi minyak , begitu juga dengan harga.

Kita masih berharap ini hanya (prank) semata dari pemerintah, dan tidak tunduk pada kepentingan segelintir oknum pemilik modal. Tetapi tunduk pada harapan sebagian besar rakyat negeri ini, yang sebentar lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image