Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nila Ubaidah, S.Pd., M.Pd

MARHABAN YAA RAMADHAN : MENDIDIK GEN-Z DENGAN BAHAGIA MELALUI RUMUS 7X3

Guru Menulis | Friday, 18 Mar 2022, 05:02 WIB

Nila Ubaidah, M.Pd., (Pendidikan Matematika Unissula)

Generasi Z adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1996 sampai dengan tahun 2012 masehi. Generasi Z adalah generasi setelah Generasi MilenialGen Z memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini dilabeli sebagai generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” misalnya menyatakan bahwa Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Gen Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Gen Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Teknologi mereka gunakan sama alaminya layaknya mereka bernafas.

Setiap orangtua menginginkan segala hal yang terbaik bagi anak-anaknya. Memberikan kasih sayang saja rasanya tak cukup. Butuh nutrisi bergizi seimbang serta stimulasi yang tepat agar tumbuh kembang anak berjalan optimal. Maka tidak heran apabila banyak dari ayah dan bunda yang belajar cara mengasuh anak dari berbagai sumber. Misalnya, bagi seorang muslim adalah mengikuti dan meneladani rosul, mencari informasi melalui buku dan internet, konsultasi dengan dokter anak, psikolog anak, atau ahli lainnya yang berkompeten. Bisa juga mencontoh tokoh teladan dalam agama Islam, seperti yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib, sosok khalifah ke-4 sekaligus sahabat Nabi Muhammad SAW.

Anak merupakan titipan Allah yang kelak akan hidup mandiri dan lepas dari orang tuanya. Karenanya ia harus dibekali dangan keimanan yang kuat dan aturan yang tegas dalam menjalani kehidupan. Begitu pun bagi pendidik, anak adalah amanah yang harus dididik agar kelak ia dapat menjalani kehidupannya dengan bekal pengetahuan dan pengajaran dari sang pendidik. Pada umumnya, orang tua atau pendidik hanya menjadikan buku-buku psikologi sebagai referensi pendidikan bagi anak-anaknya. Jarang sekali diantara mereka yang menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan dalam menerapkan pendidikan. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alalmiin mempunyai metode dan cara yang spesifik untuk memperbaiki dan mendidik anak. Cara pendidikannya tentu disesuaikan dengan tingkatan umur dan kematangan berpikir anak tersebut.

Pendidikan yang pertama diberikan adalah dengan kasih sayang dan nasehat. Kasih sayang mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak, antara lain: dapat meningkatkan kerja otak, menimbulkan semangat, adanya kedekatan psikis antara orang tua dan anak, membuat anak lebih terbuka dan percaya diri. Jika orang tua atau pendidik ingin menyuruh anak melakukan kewajibannya maka gunakan kalimat positif dengan intonasi lembut. Jangan sampai memarahi atau membentak anak dengan suara keras. Pendidikan dengan kasih sayang dan nasehat akan menjadikan seorang anak lembut dan santun dalam berbicara dan bersikap di kemudian hari.

Pendidikan dengan kasih sayang dan nasehat ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 11, 17, dan 18. Pada ayat 11 menjelaskan bagaimana Luqman berlaku lemah lembut dalam menasehati anaknya dengan menggunakan kata “Wahai anakku ”. Begitupun dengan ayat 17 dan 18, Luqman mendidik anaknya dengan penuh bijaksana, tanpa kekerasan, dan tanpa kesan horor yang menakutkan.

Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar masyarakat sering tidak menyadari telah menerapkan ilmu matematika. Sebagian besar masyarakat berpandangan bahwa memperoleh pelajaran matematika hanya bisa di sekolah. Padahal matematika sering kitagunakan dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dalam mengukur, menghitung, mengurutkan bilangan dan beberapa kegiatan jual beli.

IMPLEMENTASI RUMUS 7X3 DALAM MENDIDIK ANAK AGAR BAHAGIA VERSI “ALI BIN ABI THALIB”

· 7 yang pertama yang dimaksud adalah 7 Tahun Tahap Pertama perkembangan anak (Usia 0-7 tahun)

Menurut Ali bin Abi Thalib, 7 tahun pertama dalam mendidik anak diibaratkan dengan memperlakukan mereka layaknya raja. maksudnya dalah bahwa orang tua sebaiknya melayani anak disertai dengan sikpa yang lemah lembut, tulus, dan sepenuh hati ketika mengasuh anak. namun, bukan berarti harus memanjakan anaknya. Tetaplah bersikap tegas dengan penuh kasih saying dan jika ingin memberitahukan sesuatu hal, gunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti serta tanpa kekerasan.

anak pada usia ini akan menghabiskan banyak waktu untuk eksplorasi diri dan lingkungan sehingga cenderung senang bermain. hal tersebut sangat wajar dan sebaiknya orang tua terus mendampingi sebagai bentuk stimulus tumbuh kembangnya. selain itu perlu diketahui juga bahwa anak akan banyak meniru orang lain di sekitarnya. Jadi, berikan anak teladan yang baik dengan mencontohkan hal-hal benar.

· 7 yang kedua adalah 7 Tahun Tahap Kedua (Usia 7-14 tahun)

Pada usia 7 tahun Tahap kedua, yaitu usia 7-14 tahun, mendidik anak diibaratkan seperti tawanan. Dikutip dari BincangSyariah, tawanan biasanya dikenakan berbagai macam aturan yang berisi kewajiban dan larangan, tetapi mereka juga mendapatkan haknya secara proporsional. Orangtua pun diharapkan dapat menakar hak dan kewajiban anak dengan seimbang.

Pada usia ini, anak dapat diajarkan tentang kewajibannya karena sudah mulai memahami arti tanggung jawab serta konsekuensi. Kewajiban yang diberikan orangtua pada anak dapat berupa ajaran agama. Misalnya, kewajiban untuk menjalankan salat 5 waktu dalam ajaran Agama dan Kebudayaan Islam, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sama halnya yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, beliau mulai memerintahkan seorang anak untuk melaksanakan salat wajib mulai usia 7 tahun.

Bahkan, orangtua diperbolehkan memukul atau memberikan hukuman seperlunya jika anak berusia 10 tahun meninggalkan salat.

Namun, mendidik dengan kekerasan tidak dianjurkan karena setiap anak memiliki kemampuan dan proses belajar yang berbeda. Cukup berikan penjelasan pada anak agar mereka dapat menjalankan kewajiban salat 5 waktu.

Tidak hanya memerintah, tetapi berikan juga contoh atau keteladanan yang baik pada buah hati kita. Ayah dan Bunda juga bisa mengajak mereka salat berjamaah mulai dari rumah sehingga anak pun terbiasa menunaikan kewajibannya. Jangan lupa juga berikan mereka apresiasi berupa pujian dengan kalimat positif atau hadiah sederhana. Jadi, anak merasa bahwa usahanya telah dihargai dan mereka pun termotivasi untuk terus melakukan yang terbaik.

· 7 yang ketiga adalah 7 Tahun Tahap Ketiga (Usia 14-21 tahun)

7 tahun tahap ketiga ini adalah tahapan terakhir yang dimaksud Ali Bin Abi Thalib yaitu saat anak telah akil baligh, usia 14-21 tahun. Orangtua dianjurkan untuk memperlakukan anak sebagai sahabatnya. Hal ini karena buah hati semakin tumbuh besar dari masa anak-anak menuju remaja dan akhirnya menjadi dewasa. Bersikaplah layaknya sahabat sehingga mereka dapat terbuka dalam segala hal pada Ayah dan Bunda.

Ajak mereka untuk diskusi banyak hal. Jadi, bisa saling menambah wawasan karena adanya perbedaan zaman dengan anak mungkin akan menimbulkan pandangan atau pengalaman baru bagi orangtua. Ajarkan anak tentang tanggung jawab yang lebih besar sebagai bentuk persiapannya di kehidupan mendatang. Bantu mereka menemukan dan mengeksplorasi potensi dan bakatnya, lalu kembangkan, arahkan anak untuk tumbuh sebagai sosok yang percaya diri, pemberani, serta bertanggungjawab. Selain itu, latihlah anak untuk mandiri karena kehidupan mereka tidak bisa selalu bergantung pada orangtua, teman, atau orang lain.

Ayah dan Bunda boleh membebaskan anak untuk melakukan segala sesuatunya sendiri. Namun, sebaiknya tetap di bawah pengawasan orang tua untuk mencegah anak-anak terjerumus pada hal-hal negatif yang tidak kita inginkan. Jelaslah bahwa setiap hal memiliki konsekuensi. Kebebasan tidaklah salah, asal anak mengerti batasan dan selalu bertanggungjawab. Pendidikan anak dalam Islam sangat tegas serta mempunyai tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan tingkatan usia dan kenakalan yang dilakukan oleh anak. Sebagai pendidik atau orang tua sudah sewajarnyalah memakai metode pendidikan anak dalam Islam ini sebagai sebuah referensi dalam membangun sebuah karakter, seperti cara mendidik anak dengan rumus 7x3 seperti yang dilakukan Ali bin Abi Thalib. Semoga bisa dijadikan pedoman dalam membesarkan Buah Hati tercinta hingga menjadi anak cerdas dan memiliki dapat menghasilkan akhlakul karimah pada kepribadian anak-anak kita. Aamiin

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image