Membangun Kepercayaan dalam Bisnis Modern Melalui Mudharabah
Eduaksi | 2025-12-29 21:59:40
Dalam perbincangan ekonomi syariah, mudharabah selalu menjadi istilah yang menarik karena konsepnya terasa sangat cocok dengan pola kerja sama bisnis zaman sekarang.
Dalam fiqh muamalah, mudharabah dipahami sebagai bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola usaha yang sama-sama ingin membangun bisnis tanpa sistem bunga. Prinsip yang dipakai bukan “uang melahirkan uang”, tetapi kolaborasi antara modal dan keahlian.
Secara sederhana, mudharabah mempertemukan dua pihak yang saling membutuhkan. Pemilik modal, atau shahibul mal, menyediakan dana. Pengelola usaha, atau mudharib, menawarkan tenaga, waktu, dan kemampuan mengelola bisnis. Hubungan keduanya bukan hubungan kreditur dan debitur, melainkan mitra yang punya tujuan sama: mengembangkan usaha. Keuntungan dibagi berdasarkan persentase yang disepakati sejak awal, sementara kerugian ditanggung pemilik modal selama pengelola tidak melakukan kelalaian atau penyimpangan.
Menariknya, nilai yang dibawa mudharabah sangat relevan dengan tren bisnis saat ini. Banyak anak muda memiliki keahlian, ide kreatif, dan semangat membangun usaha, tetapi tidak punya cukup modal. Di sisi lain, banyak orang punya dana tapi tidak punya waktu mengelola bisnis. Pola “modal ketemu skill” ini sebenarnya sudah lama ada dalam tradisi Islam melalui mudharabah. Bedanya, mudharabah menekankan transparansi, kejujuran, dan pembagian risiko yang lebih manusiawi. Tidak ada angka bunga yang mengikat dari awal, karena hasil usaha bisa naik-turun mengikuti proses bisnis yang nyata.
Dalam praktik lembaga keuangan syariah, mudharabah menjadi salah satu jenis pembiayaan yang memberi ruang lebih longgar bagi masyarakat. Bank ikut merasakan untung-rugi usaha, bukan sekadar menuntut pembayaran tetap. Ini menciptakan hubungan yang lebih adil dan realistis, terutama untuk pelaku usaha kecil yang kondisi keuangannya tidak selalu stabil. Prinsip bagi hasil ini juga memberi motivasi bagi pengelola usaha untuk bekerja lebih serius karena keberhasilan bisnis akan langsung berdampak pada penghasilan mereka.
Namun, mudharabah tetap memerlukan fondasi kuat berupa amanah dan komunikasi yang jelas. Tanpa itu, kolaborasi bisa berubah menjadi masalah, misalnya ketika laporan usaha tidak transparan atau ketika pemilik modal menuntut sesuatu di luar kesepakatan awal. Karena itulah fiqh muamalah memberi perhatian besar pada kejelasan akad, batasan tugas masing-masing pihak, serta mekanisme pembagian keuntungan yang tidak boleh merugikan salah satu pihak.
Jika dilihat lebih jauh, mudharabah bukan sekadar akad klasik yang ada di buku-buku fikih. Ia merupakan model bisnis yang sangat relevan untuk era kolaborasi seperti sekarang. Ketika banyak orang mencari cara untuk membangun usaha tanpa tekanan bunga, tanpa hubungan yang timpang, dan tanpa praktik yang merugikan salah satu pihak, mudharabah hadir sebagai konsep yang menawarkan alternatif yang lebih etis dan tetap kompetitif. Nilai-nilai seperti kepercayaan, transparansi, dan bagi hasil menjadikan mudharabah bukan hanya bagian dari ajaran syariah, tetapi juga sebuah pendekatan bisnis yang selaras dengan perkembangan zaman.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
