Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image NURAINI FITRI RAMADHANI

Menjaga Moral Pendidikan di Tengah Arus Digital

Pendidikan | 2025-12-25 22:39:42

Kemajuan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan. Proses belajar tidak lagi terikat ruang kelas fisik, peran guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu, dan perangkat digital kini menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas belajar peserta didik. Di balik berbagai kemudahan tersebut, derasnya arus digital juga memunculkan tantangan yang tidak ringan, khususnya dalam mempertahankan nilai moral dan esensi pendidikan.

Sebagai generasi yang tumbuh bersamaan dengan perkembangan teknologi, saya memandang bahwa persoalan pendidikan saat ini tidak hanya berkutat pada capaian akademik, tetapi juga menyangkut persoalan etika. Kemudahan akses informasi sering kali tidak diiringi dengan kecakapan dalam menyaring dan memaknainya. Peserta didik dapat memperoleh berbagai pengetahuan secara cepat, namun belum tentu dibekali kesadaran akan nilai, tanggung jawab, serta konsekuensi dari penggunaan informasi tersebut.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan internet dan media sosial tanpa pengawasan berdampak pada perilaku peserta didik. Riset Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama UNICEF pada 2021 mencatat bahwa lebih dari 30 persen anak dan remaja di Indonesia pernah menjadi korban perundungan siber. Data ini mengindikasikan bahwa ruang digital yang idealnya mendukung proses belajar justru dapat menjadi lahan subur bagi kemerosotan moral apabila tidak disertai penguatan karakter.

Selain itu, data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia didominasi oleh kalangan pelajar dan mahasiswa. Fakta tersebut menempatkan dunia pendidikan sebagai aktor sentral dalam ekosistem digital. Namun, masih banyak lembaga pendidikan yang menitikberatkan penguasaan teknologi semata, tanpa diimbangi pembinaan etika digital, seperti etika berkomunikasi, kejujuran akademik, dan tanggung jawab dalam bermedia.

Dalam realitas sehari-hari, tantangan moral di ranah pendidikan digital tampak dari maraknya praktik plagiarisme, penyalahgunaan kecerdasan buatan, serta tumbuhnya budaya serba instan dalam belajar. Tidak sedikit peserta didik yang lebih berorientasi pada hasil akhir daripada proses pembelajaran, serta lebih memilih menyalin informasi daripada memahaminya. Jika situasi ini dibiarkan, pendidikan berisiko melahirkan generasi yang unggul secara teknis, namun lemah secara moral.

Bagi saya, hakikat pendidikan tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membentuk manusia yang berkarakter. Digitalisasi seharusnya menjadi sarana untuk memperkuat nilai-nilai tersebut, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, menjaga moral pendidikan di era digital menuntut pendekatan yang menyeluruh, bukan sekadar pengaturan teknis.

Pertama, pendidikan karakter perlu penggabungan secara nyata dalam pembelajaran berbasis digital. Guru dan dosen harus mampu menjadi contoh dalam penggunaan teknologi yang bertanggung jawab. Pembelajaran daring tidak cukup hanya memindahkan metode tatap muka ke layar, tetapi juga harus menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan empati dalam setiap interaksi virtual.

Kedua, literasi digital harus dipahami secara lebih luas, tidak terbatas pada kemampuan teknis mengoperasikan perangkat, melainkan mencakup kecakapan etis. UNESCO menegaskan bahwa literasi digital mencakup kemampuan berpikir kritis, memahami dampak sosial media, serta menghormati hak dan martabat orang lain di ruang digital. Nilai-nilai ini perlu ditanamkan sejak dini agar peserta didik tidak terjebak dalam budaya digital yang merugikan.

Ketiga, keterlibatan keluarga dan peran negara juga sangat penting. Orang tua perlu aktif mendampingi anak dalam menghadapi dunia digital, sementara negara dituntut menghadirkan kebijakan pendidikan yang adaptif sekaligus berorientasi pada nilai. Kurikulum yang responsif terhadap perkembangan teknologi, namun tetap berpijak pada Pancasila dan nilai kemanusiaan, menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda.

Arus digital memang tidak dapat dibendung, tetapi dapat diarahkan. Pendidikan yang bermoral adalah pendidikan yang mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya. Di tengah pesatnya kemajuan teknologi, menjaga moral pendidikan bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Sebab, masa depan bangsa tidak hanya ditentukan oleh kecanggihan teknologi, tetapi juga oleh keteguhan nilai yang dipegang oleh generasi penerusnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image