Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jihan Nabilah Khoirunnisa

Persona: Topeng Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari

Edukasi | 2025-12-24 15:54:37

Dalam kehidupan sehari hari banyak individu yang menampilkan cara berbicara, bersikap, dan mengekspresikan diri berbeda di tiap lingkungannya. Di rumah menjadi sosok yang pendiam, sedangkan ketika bersama teman-temannya bisa menjadi sosok paling cerewet. Ketika membuka sosial media A dia akan bersikap dengan baik, sedangkan membuka sosial media B dia akan berubah menjadi sang pengkritik. Perubahan-perubahan ini seringkali dianggap sebagai tidak konsistennya kita sebagai individu, bahkan mungkin terkesan palsu. Padahal perilaku semacam ini merupakan bentuk penyesuaian diri terhadap berbagai lingkungan sosial. Individu melakukan hal ini secara spontan agar dapat berbaur dan berinteraksi dengan lingkaran sosial yang berbeda-beda.

Foto oleh Laurentiu Robu: https://www.pexels.com/id-id/foto/fotografi-fokus-white-mask-2375034/

Dalam psikologi, topeng sosial atau kepribadian yang berbeda disetiap lingkungan sosial ini disebut sebagai Persona, sebuah konsep dari Carl Jung yang mengibaratkan kepribadian sosial kita seperti topeng teater. Persona dapat diibaratkan sebagai pakaian yang sehari-hari kita gunakan. Seperti kita menggunakan seragam ketika sekolah, menggunakan outfit yang bagus ketika bermain bersama teman, menggunakan pakaian biasa ketika berada dirumah. Persona dapat diibaratkan seperti itu. Bayangkan ketika akan berangkat sekolah namun menggunakan outfit yang biasa dipakai ketika bermain bersama teman, maka bisa dipastikan akan disuruh pihak sekolah untuk mengganti pakaian tersebut menjadi seragam sekolah. Atau ketika sedang dirumah, namun menggunakan pakaian formal seperti kemeja, maka keluarga akan beranggapan individu tersebut akan pergi keluar. Pakaian-pakaian tersebut bukanlah sebuah kepalsuan, namun seperti lebih cocok menggunakan pakaian yang mana untuk berada dilingkungan tersebut.

Perbedaan cara bersikap ini merupakan bagian dari kehidpan sosial yang tidak terpisahkan dari individu. Setiap kelompok sosial memiliki aturan tidak tertulis masing-masing yang secara tidak sadar akan membentuk cara individu tersebut berinteraksi didalamnya dan hal inilah yang disebut persona. Dalam kelompok sosial A mungkin jika bersikap terbuka dan cerewet akan lebih diterima, namun dalam kelompok sosial B bersikap pendiam dan lebih dewasa akan lebih diterima. Hal ini terjadi secara alami tanpa perlu direncanakan oleh kita secara sadar.

Hal ini juga berkaitan dengan peran sosial yang dijalani individu sehari-harinya. Seseorang dapat berperan sebagai anak, sahabat, teman kantor, maupun perannya yang lain di lingkungan berbeda lainnya. Masing masing peran terdapat ekspektasi yang berbeda sehingga memunculkan kepribadian diri yang berbeda pula. Sebagai anak mungkin dapat bersikap manja pada orangtua, sebagai sahabat mendengar keluh kesah dan berbagi cerita dengannya, sebagai teman kantor bersikap profesional dan tetap menjaga batasan batasan yang ada. Perbedaan-perbedaan ini bukanlah sebuah kepalsuan, melainkan sebagai bentuk fleksibilitas individu dalam hubungan sosial.

Mengunakan persona dalam keseharian merupan hal yang wajar dan normal. Persona membantu kita untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial yang ada sehingga hubungan sosial dengan individu lain dapat berjalan dengan baik. Namun permasalahan mulai muncul ketika individu tersebut merasa bahwa persona adalah jati dirinya, keseluruhan identitasnya. Dalam kondisi tersebut, individu cenderung menilai dirinya berdasarkan yang sering ia tampilkan atau yang paling diterima oleh lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat menimbulkan masalah. Jika terdapat aspek diri yang tidak sesuai dengan persona tersebut maka individu akan menekan ataupun mengabaikan aspek diri sejatinya. Ia mungkin merasa harus mempertahankan cara bersikap tertentu meskipun hal itu tidak sesuai dengan kebutuhan dan perasaan aslinya. Jika situasi ini terjadi maka dapat menimbulkan perasaan kosong meskipun kehidupan sosialnya berjalan lancar.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadari bahwa persona bukanlah diri sejati kita. Persona memang bukanlah sebuah kepalsuan, namun bukan juga diri sejati kita. Persona adalah bagian kepribadian kita yang menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial agar kita dapat diterima. Dengan memahami batas antara persona dan jati diri, kita dapat berbaur dengan lingkungan sosial yang ada secara sehat dan memberi ruang bagi diri sejati kita untuk terus tumbuh dan mengenal diri seecara utuh.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image