Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Haji Banyu Maruf

Sering Berdebat Soal Qunut? Yuk, Kenali Dasar Hukumnya di Berbagai Madzhab

Agama | 2025-12-20 16:40:55

Perbedaan praktik qunut terutama pada salat Subuh kerap menjadi pemantik debat di tengah masyarakat. Padahal, dalam khazanah fikih Islam, perbedaan ini bukan hal baru. Ia lahir dari cara para ulama memahami dalil dan metode istinbath (penggalian hukum) yang beragam. Agar diskusi lebih sejuk dan proporsional, penting memahami dasar hukumnya di berbagai madzhab.

Gambar ini dibuat oleh penulis dengan bantuan AI

Definisi Qunut

Qunut Secara bahasa, qunut bermakna doa dan ketundukan. Dalam konteks salat, qunut adalah doa khusus yang dibaca pada posisi berdiri (i‘tidal) atau sebelum ruku, sesuai perbedaan pendapat. Qunut dikenal dalam beberapa bentuk, seperti qunut Subuh, qunut Witir, dan qunut Nazilah (dibaca ketika terjadi musibah besar).

Perspektif empat madzhab

 

  1. Madzhab Syafi‘i Madzhab ini berpendapat bahwa qunut Subuh dilakukan secara rutin pada setiap salat Subuh, setelah i‘tidal pada rakaat kedua. Dasarnya antara lain hadis-hadis yang dipahami menunjukkan kesinambungan praktik qunut oleh Nabi Muhammad SAW hingga wafat. Karena itu, di wilayah yang kuat tradisi Syafi‘inya, qunut Subuh menjadi praktik umum.
  2. Madzhab Hanafi Menurut madzhab Hanafi, qunut tidak disyariatkan pada salat Subuh. Qunut justru dianjurkan pada salat Witir dan dibaca sebelum ruku. Adapun qunut Subuh dipahami sebagai praktik yang bersifat sementara (terkait kondisi tertentu), bukan ibadah yang bersifat rutin.
  3. Madzhab Maliki Dalam madzhab Maliki terdapat perincian. Sebagian ulama Maliki membolehkan qunut Subuh, namun tidak menilainya sebagai amalan yang harus dilakukan terus-menerus. Waktu dan caranya pun memiliki variasi pendapat di internal madzhab. Ini menunjukkan adanya ruang ijtihad yang luas.
  4. Madzhab Hanbali Madzhab Hanbali umumnya tidak menganjurkan qunut Subuh secara rutin. Qunut lebih dikenal dalam konteks qunut Nazilah, yaitu ketika umat Islam menghadapi musibah besar. Untuk qunut Witir, terdapat kebolehan, namun tidak dipandang wajib atau harus terus dilakukan.

Mengapa Bisa Berbeda? Perbedaan ini berakar pada penilaian terhadap kekuatan hadis, pemahaman konteks sejarah praktik Nabi, serta kaidah ushul fikih yang digunakan masing-masing madzhab. Semua madzhab berangkat dari niat yang sama: mengikuti sunnah sebaik mungkin.

Sikap Bijak Menyikapi Perbedaan

Menyadari bahwa perbedaan qunut memiliki dasar ilmiah akan membantu kita bersikap lebih lapang. Mengamalkan qunut atau meninggalkannya sama-sama berada dalam koridor ajaran Islam yang sah. Yang terpenting adalah menjaga adab, tidak saling menyalahkan, dan menghormati praktik yang berbeda.

Pada akhirnya, qunut adalah soal fikih cabang (furu‘iyah), bukan pokok akidah. Maka, alih-alih memperuncing perdebatan, memahami perbedaan justru dapat memperkaya cara kita beragama dengan lebih tenang, inklusif, dan dewasa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image