Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ibnu fajri andipa alamsyah

Bagaimana Cara Mengenali Riba dalam Transaksi Sehari-Hari?

Agama | 2025-12-16 09:22:39

Riba merupakan salah satu praktik ekonomi yang paling tegas dilarang dalam Islam karena dinilai merusak keadilan, memicu eksploitasi, dan menimbulkan ketidakseimbangan sosial. Larangan terhadap riba ditegaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan hadis, sehingga pembahasan mengenai riba bukan sekadar isu ekonomi, tetapi juga bagian dari penjagaan nilai-nilai moral dan spiritual masyarakat. Allah SWT berfirman:
> ﴿وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَا﴾> “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Ayat ini menjadi dasar bahwa Islam membedakan antara transaksi yang produktif (jual beli) dan transaksi yang eksploitatif (riba). Dengan semakin kompleksnya sistem keuangan modern, cara mengenali riba menjadi sangat penting agar umat Muslim tidak terjerumus ke dalam praktik ribawi yang tersembunyi.

1. Riba dalam Utang-Piutang: Tambahan yang Dipersyaratkan
Riba yang paling umum terjadi adalah riba dalam utang-piutang (riba al-qardh). Riba ini muncul ketika pemberi pinjaman mensyaratkan tambahan di atas pokok utang. Dalam Al-Qur’an, larangan ini dijelaskan dengan sangat kuat:
> ﴿يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَآ أَضْعَـٰفًۭا مُّضَـٰعَفَةًۭ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾> “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba yang berlipat ganda...” (QS. Ali 'Imran: 130)
Bentuk modern dari riba ini sangat jelas terlihat pada bunga pinjaman di lembaga keuangan konvensional, termasuk bunga kartu kredit, bunga cicilan, dan bunga pinjaman pribadi. Bunga ditetapkan sejak awal, bersifat mengikat, dan tidak dikaitkan dengan aktivitas usaha riil—karena itu masuk kategori riba.
2. Riba dalam Pertukaran Barang Ribawi
Riba juga dapat terjadi pada pertukaran barang ribawi (seperti emas, perak, dan bahan makanan pokok) ketika tidak memenuhi syarat kesetaraan dan ketunaiannya. Rasulullah SAW bersabda:
> «الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ»> (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan bahwa: Pertukaran barang sejenis harus sama takarannya,Tunai (yadan bi yadin), tanpa penundaan.
Contoh riba dalam kehidupan modern:
Menukar *emas 10 gram dengan 12 gram secara langsung. Membeli emas digital tanpa serah terima langsung (tidak ada taqabudh). Menukar valas (forex) tanpa settlement tunai.
Ini disebut *riba fadhl (ketidaksamaan takaran) dan *riba nasi'ah (penundaan).


3. Denda Keterlambatan Pembayaran sebagai Bentuk RibaBanyak bentuk riba muncul dalam pembayaran digital seperti PayLater, fintech lending, cicilan elektronik, atau kartu kredit. Ketika penyedia layanan menetapkan denda keterlambatan (late charge) tanpa dasar biaya riil, tambahan tersebut masuk kategori riba.
Rasulullah SAW bersabda:
> «مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ»> “Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman.”* (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa Islam tidak membenarkan pemberlakuan denda berbasis persentase yang menambah beban berlebihan. Jika tambahan itu bukan biaya administrasi nyata, maka ia merupakan riba.

4. Ancaman bagi Pelaku Riba
Larangan riba bukan hanya anjuran moral, tetapi peringatan keras. Allah SWT berfirman:
> ﴿فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ﴾> “Jika kamu tidak meninggalkan riba, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya.”> (QS. Al-Baqarah: 279)
Tidak ada dosa harta yang diberi ancaman sekeras ini, menunjukkan betapa besar kerusakan sosial yang ditimbulkan oleh riba.

5. Bagaimana Menghindari Riba di Era Modern?
Untuk menjaga transaksi tetap sesuai syariah, langkah-langkah berikut dapat dilakukan:1. Pastikan setiap tambahan biaya memiliki dasar biaya riil, bukan bunga.2. Gunakan akad syariah seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan salam.3. Hindari denda keterlambatan berbunga pada pinjaman konvensional.4. Pastikan pertukaran emas, valas, atau komoditas dilakukan secara tunai.5. Pelajari akad-akad keuangan digital agar tidak terjebak riba terselubung.
Dengan memahami ciri-ciri dan bentuk-bentuk riba, umat Muslim dapat lebih berhati-hati dalam bertransaksi. Upaya ini bukan hanya menjaga kehalalan harta, tetapi juga menjadi kontribusi dalam mewujudkan sistem ekonomi yang lebih adil, beretika, dan bebas eksploitasi.

Penutup
Riba pada hakikatnya melahirkan ketidakadilan dan melemahkan masyarakat. Karena itu, mengenali dan menghindari riba merupakan kewajiban setiap Muslim, terutama di era modern ketika praktik ribawi sering tersamarkan dalam berbagai produk keuangan. Dengan mengacu pada Al-Qur’an dan hadis, umat Muslim dapat mengambil keputusan ekonomi yang lebih selamat dan sesuai tuntunan syariah.

 



Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image