Kebijakan Baru! Kini Ekspor Emas Dikenakan Pajak, Apa Strategi Pemerintah?
Kebijakan | 2025-12-14 23:47:38Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam mineral. Hal ini dibuktikan oleh Data United States Geological Survey (USGS) yang menempatkan Indonesia dalam peringkat sepuluh besar sebagai negara penghasil emas terbesar di dunia. Namun, komoditas emas yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik yang terus meningkat. Fenomena ini terjadi karena perusahaan tambang cenderung mengekspor emas ke luar negeri untuk bersaing di pasar global. Bahkan ekspor emas Indonesia terus mengalami kenaikan signifikan selama satu dekade terakhir. Pada tahun 2020, emas menjadi komoditas kedua yang memberikan kontribusi besar terhadap total nilai ekspor di Indonesia (Florentina et al., 2022).
Beberapa faktor ikut memengaruhi terjadinya fenomena tersebut. Salah satunya adalah harga jual emas di pasar global lebih tinggi dibandingkan dalam negeri. Selain itu, di beberapa negara kawasan Asia dan Pasifik, produk emas asal Indonesia memiliki daya saing yang baik (Florentina et al., 2022). Jika kegiatan ekspor emas ini tidak dikontrol dan melalui pengawasan instrumen pajak yang ketat, maka Indonesia berpotensi akan mengalami kelangkaan komoditas emas untuk kebutuhan domestik yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan impor emas dan melemahkan ekonomi nasional.
Pemerintah melalui Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mulai menetapkan kebijakan baru berupa pemberlakuan pajak bea ekspor emas. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 Tahun 2025, kebijakan ini mulai berlaku pada 23 Desember 2025 mendatang. Meskipun demikian, untuk penerapan operasional pajak bea ekspor emas dimulai tahun 2026 seiring penyesuaian sistem administrasi. Pengenaan pajak bea ekspor emas ini diharapkan dapat menjadi instrumen fiskal baru dalam mengendalikan arus ekspor emas yang terlalu tinggi serta menjaga komoditas emas di dalam negeri.
PMK Nomor 80 Tahun 2025 menetapkan tarif pajak bea ekspor emas melalui pajak progresif berkisar 7,5% hingga 15%. Pajak progresif dikategorikan berdasarkan tingkat hilirisasi produk emas. Emas dalam bentuk dore akan dikenakan tarif yang lebih besar dibandingkan dengan produk lain yang sudah diolah. Untuk emas berbentuk minted bars, cast bars, dan dore akan dikenakan tarif sebesar 7,5%, 10%, dan 12,5% saat harga emas internasional masih pada kisaran 2.800 - 3.200 dolar AS per troy ons. Sedangkan saat harga emas internasional melampaui 3.200 dolar AS, tarifnya meningkat menjadi 10% untuk minted bars, 12,5% untuk cast bars, dan 15% untuk dore.
Perbedaan tarif pajak bea ekspor tersebut membuktikan bahwa pajak bukan hanya berfungsi sebagai penerimaan negara, melainkan juga sebagai instrumen untuk mengendalikan komoditas dan aktivitas ekspor emas. Tarif pajak yang lebih rendah akan produk yang sudah dihilirisasi mencerminkan bahwa pemerintah mendukung perusahaan tambang emas untuk mengolah emas di dalam negeri sebelum diekspor. Melalui dorongan tersebut, pemerintah secara tidak langsung mengarahkan perusahaan tambang untuk mendorong ciptaan nilai tambah produk yang tinggi dan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih optimal (Wau et al., 2024).
Dorongan hilirisasi emas tersebut berpotensi memberikan dampak positif di bidang ekonomi yang lebih luas bagi perekonomian nasional. Pengembangan kegiatan pengolahan emas domestik berpotensi menyerap tenaga kerja pada berbagai sektor seperti pemurnian, manufaktur, desain, hingga logistik. Hal ini akan menambah nilai komoditas emas itu sendiri sekaligus aktivitas ekonomi yang akan menggerakkan roda perekonomian domestik. Dalam jangka yang panjang, kebijakan pajak bea ekspor emas ini akan berpotensi meningkatkan pendapatan negara, menjaga komoditas emas dalam negeri di pasar domestik, serta pajak tidak langsung dari aktivitas ekonomi terkait.
Menurut penulis, pengenaan pajak bea ekspor emas yang dirancang melalui PMK Nomor 80 Tahun 2025 lebih mencerminkan pajak sebagai fungsi regulerend. Hal ini dibuktikan dengan tingginya tren ekspor emas Indonesia selama sepuluh tahun terakhir yang berpotensi mengurangi ketersediaan komoditas emas di dalam negeri, sehingga dapat mendorong ketergantungan terhadap impor. Oleh karena itu, pengaturan melalui instrumen pajak dinilai sebagai langkah strategis untuk menjaga keseimbangan antara daya saing emas di pasar global dan pemenuhan kebutuhan domestik.
Berdasarkan hasil analisis dan uraian tersebut, kebijakan baru mengenai pajak bea ekspor emas yang dicetuskan melalui PMK Nomor 80 Tahun 2025 dapat dinilai sebagai langkah strategis yang baik dalam menjawab permasalahan tingginya ekspor emas dan keterbatasan komoditas emas domestik. Kebijakan ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan baru negara, melainkan juga berfungsi sebagai instrumen pengendali. Pengenaan tarif progresif, dimana produk yang belum diolah (seperti dore) dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang sudah melalui hiliriasi jelas menunjukkan dorongan pemerintah terhadap hilirisasi emas di dalam negeri. Insentif pajak yang lebih rendah akan produk hilirisasi akan memacu perusahaan tambang untuk menciptakan nilai tambah produk. Dampak positif kebijakan ini tidak hanya terbatas pada sektor pertambangan, melainkan akan meluas mulai dari penyerapan tenaga kerja di berbagai bidang hingga penguatan aktivitas ekonomi yang menggerakkan roda perekonomian nasional.
Dengan menjaga daya saing di pasar global dan komoditas emas domestik serta membatasi ketergantungan pada impor, kebijakan ini adalah upaya menjaga keseimbangan jangka panjang demi penguatan fondasi ekonomi dalam negeri. Oleh karena itu, penerapan PMK Nomor 80 Tahun 2025 patut dinilai sebagai langkah cerdas pemerintah dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia demi kemakmuran nasional. Namun, dalam praktiknya kebijakan ini tidak akan terlepas dari perilaku curang perusahaan tambang. Beberapa perusahaan tambang berpotensi mencari celah atau mengupayakan berbagau cara tertentu agar dapat terbebas dari pajak bea ekspor emas. Maka dari itu, kebijakan bea ekspor emas ini tidak semata – mata menghentikan ekspor, melainkan memberikan insentif agar komoditas emas dalam negeri tetap terjaga. Pelaksanaan kebijakan pajak bea ekspor emas harus diawasi dengan ketat sehingga integritas instrumen fiskal ini tetap dinilai baik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
