Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image revalina juwita

Pentingnya Komunikasi Terapeutik dalam Pelayanan Kebidanan

Eduaksi | 2025-12-14 10:46:10

Selama ini, kita sering berpikir bahwa tugas bidan hanya soal cek kandungan, membantu persalinan, dan memberikan imunisasi. Namun, jauh di balik prosedur medis, ada satu "modal" yang paling krusial dan mendasar yang wajib dimiliki setiap bidan: Komunikasi Terapeutik.

Komunikasi ini adalah seni sentuhan dan kata yang membuat bidan mampu memberikan pelayanan secara holistik, yaitu tidak hanya fokus pada kesehatan fisik ibu dan balita, tetapi juga mengintegrasikan kondisi mental, emosional, sosial, hingga spiritual pasien.

Apa Itu Komunikasi Terapeutik dalam Kebidanan?

Komunikasi Terapeutik didefinisikan sebagai interaksi yang terencana dan bertujuan untuk membantu klien mengatasi masalah, meningkatkan pemahaman, dan mendukung pengambilan keputusan kesehatan. Kata-kata seorang bidan berfungsi sebagai obat penenang, jembatan yang membangun kepercayaan, serta sarana untuk mendiagnosis kebutuhan psikologis dan emosional pasien di tengah kekhawatiran atau tekanan.

Inti dari semua ini adalah membangun jembatan kepercayaan, bukan hanya merawat fisik.

Bentuk-Bentuk Komunikasi Terapeutik Bidan

Komunikasi terapeutik melibatkan dua bentuk utama yang harus berjalan selaras: verbal (kata-kata) dan non-verbal (bahasa tubuh dan sentuhan).

1. Komunikasi Verbal (Kekuatan Kata-kata)

*Mendengarkan Aktif: Bidan harus fokus penuh dan menghindari interupsi saat klien bercerita. Setelahnya, bidan mengulangi inti ucapan pasien (parafrase) untuk memastikan pemahaman selaras ("Jadi, kekhawatiran utama Ibu adalah...?").

*Validasi Emosi: Mengakui dan menghargai perasaan klien tanpa menghakimi, misalnya, "Wajar sekali Ibu merasa cemas menjelang persalinan pertama ini". Validasi ini penting untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien.

*Menyederhanakan Informasi Kompleks: Saat memberikan informasi kesehatan yang sulit (seperti preeklampsia atau pilihan kontrasepsi), bidan wajib menggunakan bahasa sederhana dan analogi sehari-hari. Contohnya: alih-alih menggunakan istilah medis, bidan dapat menjelaskan, "Anggap saja seperti selang air yang tekanannya terlalu kuat" untuk menjelaskan tekanan darah tinggi.

2. Komunikasi Non-Verbal (Kekuatan Sentuhan)

*Sentuhan Awal yang Menenangkan: Sentuhan non-invasif, seperti memegang tangan klien sebentar atau menepuk bahu, sangat mendukung dan memberikan rasa aman kepada pasien.

*Bahasa Tubuh Terbuka: Posisi duduk yang condong ke depan, tanpa melipat tangan, menunjukkan bahwa bidan fokus dan terbuka.

*Intonasi Suara yang Stabil: Menggunakan nada bicara yang tenang dan lembut, terutama saat memberikan instruksi penting.

*Sentuhan Terapeutik: Digunakan secara tepat, misalnya, pijatan ringan saat kontraksi, untuk memberikan kenyamanan dan mengurangi rasa sakit.

Penerapan komunikasi terapeutik harus didukung oleh prinsip etika dan adaptasi berkelanjutan.

1. Tahap Awal (Mengenal Klien)

Langkah awal yang paling penting adalah assessment latar belakang klien secara menyeluruh.

Seperti yang disampaikan oleh Bidan Eva:

"Nomor satu, sebelum menangani pasien sebaiknya kita mengetahui latar belakangnya nya dulu, beliau ini tingkat pendidikan nya apa?, usianya berapa?, ini kehamilan yang ke berapa? Semua itu penting diketahui untuk menentukan komunikasi seperti apa yang cocok dan tepat..."

Pengetahuan ini memungkinkan bidan beradaptasi dengan latar belakang klien (sosial dan pendidikan) dan menyesuaikan metodologi komunikasi yang digunakan.

2. Prinsip Empati

Empati adalah praktik melihat situasi dari sudut pandang klien (misalnya, memahami kekhawatiran mereka) agar bidan dapat memberikan asuhan yang lebih personal dan relevan. Bidan harus bisa menyampaikan kepedulian melalui ucapan, seperti: "Saya sangat mengerti apa yang ibu rasakan sekarang, ini pasti sulit bagi Ibu".

3. Prinsip Otonomi dan Batasan Profesional

Ini adalah tantangan terberat. Bidan wajib menjaga batasan profesionalisme (boundaries). Meskipun intensif memberikan edukasi risiko dan manfaat, keputusan final tetap ada di tangan klien.

"Seintensif apapun komunikasi dan edukasi risiko yang telah kami sampaikan, yang berhak mengambil keputusan final adalah pasien itu sendiri. Peran kami sebagai bidan adalah memberikan informasi yang netral... dan kemudian menghormati pilihan klien."

"Nomor satu, sebelum menangani pasien sebaiknya kita mengetahui latar belakangnya nya dulu, beliau ini tingkat pendidikan nya apa?, usianya berapa?, ini kehamilan yang ke berapa? Semua itu penting diketahui untuk menentukan komunikasi seperti apa yang cocok dan tepat..."

Pengetahuan ini memungkinkan bidan beradaptasi dengan latar belakang klien (sosial dan pendidikan) dan menyesuaikan metodologi komunikasi yang digunakan.

2. Prinsip Empati

Empati adalah praktik melihat situasi dari sudut pandang klien (misalnya, memahami kekhawatiran mereka) agar bidan dapat memberikan asuhan yang lebih personal dan relevan. Bidan harus bisa menyampaikan kepedulian melalui ucapan, seperti: "Saya sangat mengerti apa yang ibu rasakan sekarang, ini pasti sulit bagi Ibu".

3. Prinsip Otonomi dan Batasan Profesional

Ini adalah tantangan terberat. Bidan wajib menjaga batasan profesionalisme (boundaries). Meskipun intensif memberikan edukasi risiko dan manfaat, keputusan final tetap ada di tangan klien.

"Seintensif apapun komunikasi dan edukasi risiko yang telah kami sampaikan, yang berhak mengambil keputusan final adalah pasien itu sendiri. Peran kami sebagai bidan adalah memberikan informasi yang netral... dan kemudian menghormati pilihan klien."

Bidan menyadari bahwa proses pengambilan keputusan klien sangat dipengaruhi oleh keluarga (suami, mertua). Oleh karena itu, tugas bidan meluas untuk melibatkan sistem pendukung ini dalam edukasi. Prinsip otonomi klien harus diutamakan dan semua keputusan pasien harus dihormati.

4. Tahap Evaluasi Diri

Komunikasi terapeutik adalah komitmen berkelanjutan. Setelah pelayanan, bidan profesional merefleksikan: Apakah klien tampak tenang dan memahami informasi? Bidan merespons kritik dengan mendengarkan penuh, memvalidasi perasaan klien, dan mencari solusi konstruktif untuk memperkuat hubungan.

Komunikasi terapeutik memastikan kualitas asuhan, memberdayakan, dan menjaga martabat setiap ibu dan balita yang dilayani.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image