Membaca Ulang Arti Gotong Royong di Tengah Individualisme Kota
Pendidikan dan Literasi | 2025-12-12 12:08:50
Iqbal Zayyan, Mahasiswa Universitas Airlangga --
Di tengah kehidupan kota yang serba cepat, banyak orang percaya bahwa masyarakat kini semakin individualistis. Namun sebuah kejadian sederhana di lingkungan perumahan saya di Sidoarjo membuat saya berpikir ulang. Pada suatu sore, seorang ibu terjatuh dari motornya saat menurunkan belanjaan. Tanpa diminta, beberapa warga langsung berlari membantu sang Ibu dengan cara mengangkat motor, mengumpulkan barang yang berhamburan, dan menenangkan ibu tersebut. Momen spontan itu mengingatkan saya bahwa nilai kebersamaan yang sering dianggap memudar ternyata masih hidup dalam keseharian.
Fenomena ini selaras dengan pandangan bahwa gotong royong merupakan modal sosial yang berfungsi menjaga kohesi masyarakat, terutama di tengah tekanan modernisasi (Effendi, 2013). Modal sosial tidak hanya berupa jaringan sosial, tetapi juga tercermin dari kepercayaan dan norma saling membantu yang telah lama menjadi karakter bangsa Indonesia. Meskipun masyarakat kota mengalami perubahan pola hidup, nilai-nilai tersebut dapat tetap bertahan melalui tindakan sederhana sehari-hari.
Penelitian mengenai gotong royong menunjukkan bahwa tradisi ini memang mengalami pergeseran bentuk, namun esensinya tetap relevan. Dalam studi pada komunitas pedagang di Pasar Sentral Palopo, gotong royong terbukti berperan sebagai modal sosial ekonomi yang membantu masyarakat bertahan di tengah persaingan ekonomi dan perubahan budaya (Warham & Danianti, 2022). Hal ini menunjukkan bahwa solidaritas bukan sekadar warisan budaya, tetapi strategi adaptif yang terus bekerja dalam kehidupan modern.
Selain itu, masa pandemi Covid-19 memperlihatkan bagaimana gotong royong dapat menjadi perilaku prososial yang mendorong keberdayaan masyarakat. Sulistyowati (2021) menemukan bahwa solidaritas dalam bentuk saling membantu mulai dari pembagian masker, makanan, hingga dukungan emosional dapat memperkuat kemampuan masyarakat menghadapi krisis. Dengan kata lain, gotong royong bukan hanya tradisi, tetapi mekanisme bertahan sosial.
Pengalaman kecil yang saya lihat di lingkungan rumah saya menegaskan temuan-temuan tersebut. Gotong royong tidak selalu muncul dalam bentuk kegiatan besar seperti kerja bakti atau acara desa. Dalam konteks perkotaan, ia bisa hadir dalam tindakan spontan: menolong orang yang jatuh, membantu tetangga yang kesulitan, atau sekadar mengulurkan tangan kepada orang asing. Nilai kebersamaan itu muncul justru ketika seseorang membutuhkan, dan kehadiran orang lain memberi rasa aman.
Namun demikian, banyak penelitian juga menunjukkan bahwa modernisasi dapat melemahkan praktik gotong royong jika tidak diimbangi kesadaran kolektif. Effendi (2013) menyebutkan bahwa perubahan sosial, urbanisasi, dan gaya hidup modern dapat menggerus ikatan komunitas. Karena itu, generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga agar nilai gotong royong tidak hanya menjadi slogan, tetapi tetap hidup dalam kehidupan nyata.
Sebagai mahasiswa, saya melihat bahwa merawat nilai tersebut dapat dimulai dari tindakan kecil: membantu teman yang kesulitan, aktif di kegiatan sosial, atau sekadar bersikap peka terhadap kondisi sekitar. Gotong royong bukan tentang besar atau kecilnya tindakan, tetapi tentang kesediaan hadir untuk orang lain. Nilai itulah yang membuat masyarakat Indonesia tangguh menghadapi perubahan zaman.
Pengalaman singkat itu mengajarkan saya bahwa gotong royong bukan sekadar memori masa lalu, melainkan prinsip kemanusiaan yang selalu relevan. Dalam dunia yang bergerak cepat dan penuh tekanan, solidaritas justru semakin dibutuhkan. Jika kita menjaga nilai kebersamaan itu, maka di tengah hiruk pikuk modernitas, kita tetap memiliki ruang untuk menjadi manusia yang peduli.
Effendi, T. N. (2013). Budaya gotong-royong masyarakat dalam perubahan sosial saat ini. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 2(1), 1–18. https://doi.org/10.22146/jps.v2i1.23403
Sulistyowati, F. (2021). Gotong royong sebagai wujud perilaku prososial dalam mendorong keberdayaan masyarakat melawan Covid-19. Jurnal Masyarakat dan Desa, 1(1), 1–15.
Warham, S. S., & Danianti, L. J. (2022). Gotong royong sebagai modal sosial ekonomi: Studi pada komunitas pedagang di Pasar Sentral Palopo. EDU SOCIATA, 8(2), 107–115.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
