Budaya Nilai Tinggi, Karakter Rendah: Apa yang Salah dengan Pendidikan Kita?
Pendidikan | 2025-12-11 16:40:06
Pendidikan membentuk fondasi individu dan masyarakat, idealnya menyeimbangkan kecerdasan akademik dengan karakter moral. Namun, sistem pendidikan Indonesia menghadapi paradoks: budaya nilai tinggi di tengah karakter rendah siswa. Artinya, meskipun prestasi akademik siswa terus ditingkatkan dengan target nilai dan peringkat yang tinggi, sisi karakter mereka, seperti integritas, disiplin, dan empati, justru mengalami kemerosotan.
Fenomena Budaya Nilai Tinggi
Budaya ini muncul dari penekanan pada pencapaian akademik seperti nilai ujian dan ranking sekolah. Sekolah memprioritaskan target kuantitatif untuk akreditasi, mendorong guru dan siswa mengejar hasil optimal. Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan (2022) mencatat orientasi ini mengorbankan pembentukan nilai moral.
Penyebab Karakter Rendah
Kurikulum sarat materi minim ruang untuk refleksi diri dan empati. Era digital memperburuknya dengan paparan konten negatif. Rismawati dan Santoso (2023) menyoroti fokus sempit pada hasil akhir, menghasilkan siswa pintar tapi individualistis.
Contoh Kasus Nyata (2020-2025)
Kasus bullying mendominasi, dengan Indonesia peringkat tertinggi di 78 negara: 15% siswa diintimidasi, 19% dikucilkan, dan 22% dihina. Sekolah berprestasi tinggi gagal membangun toleransi.
Pada Juni 2024, video siswa SMP bercanda soal konflik Palestina viral, dikritik KPAI karena menunjukkan ketidaksensitifan meski nilai akademik baik. Pendidikan hafalan gagal tanamkan nilai kemanusiaan.
Studi Universitas Bengkulu (2020-2023) ungkap pengabaian budaya 5S (Salam, Sapa, Senyum, Sopan, Santun) di sekolah top, picu konflik sosial akibat prioritas nilai.
Data BNN (2020-2025) catat 810.267 pelajar pengguna narkoba, sering dari siswa berprestasi, karena lemahnya tanggung jawab diri di tengah kompetisi ekstrem.
Apa yang Salah?
Paradigma kuantitatif ciptakan "manusia mesin" cerdas tapi rapuh moral, seperti dijelaskan Arifin (2021). Kebijakan minim integrasi karakter sistematis, guru terbebani target nilai.
Dampak bagi Masyarakat
Generasi ini picu korupsi, konflik, dan penyalahgunaan teknologi. Lembaga Kajian Pendidikan Nasional (2025) hubungkan rendahnya karakter dengan bullying dan pelanggaran hukum.
Solusi Integratif
- Integrasikan karakter ke semua mata pelajaran.
- Latih guru holistik.
- Ubah penilaian jadi kualitatif.
- Libatkan orang tua dan masyarakat.
- Reformasi seimbang diperlukan untuk generasi berkarakter kuat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
