Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Chakim Gilang Satrio

Religiusitas yang Memudar di Tengah Berkembangnya Ilmu Pengetahuan

Agama | 2025-12-10 18:25:03

Dalam sejarah panjang manusia, agama pernah menjadi jawaban paling awal bagi pertanyaan-pertanyaan besar yang tidak mampu dijelaskan akal. Mengapa petir menyambar, dari mana kehidupan datang, atau apa yang menimpa manusia setelah mati, semuanya dahulu dipahami melalui narasi religius. Pada masa ketika dunia masih gelap oleh ketidakpastian, agama tidak hanya menjadi sumber pengetahuan, tetapi juga fondasi moral yang menjaga keteraturan sosial. Ia mengikat komunitas yang hidup dalam ancaman, memberi rasa aman, sekaligus menyediakan landasan moral agar manusia tidak saling melukai.

Sebagaimana dipahami oleh banyak pemikir hukum klasik, termasuk Sudikno Mertokusumo, moral pada dasarnya lahir dari kebutuhan manusia untuk bekerja sama dan menjaga kepentingannya. Ia merupakan titik temu antara kebebasan pribadi dan keharusan hidup bersama. Dalam masyarakat awal, ketika hukum formal belum terbangun, agama menjadi otoritas yang memberi legitimasi pada moral tersebut. Perintah dan larangan menjadi kuat bukan hanya karena tekanan sosial, tetapi karena diyakini dijaga oleh kekuatan yang melampaui manusia.

Namun peradaban manusia tidak pernah berhenti bergerak. Semakin maju ilmu pengetahuan, semakin banyak wilayah misteri yang dulu dianggap sakral kini bisa dijelaskan secara empiris. Alam semesta dipahami melalui teori kosmologi, kehidupan dijelaskan oleh evolusi, dan penyakit ditangani dengan pendekatan biologis. Bahkan aspek sosial yang dulu dianggap sebagai ketetapan moral absolut kini dipahami sebagai konstruksi budaya. Dalam proses ini, manusia modern secara perlahan tidak lagi membutuhkan agama sebagai penjelas utama dunia.

Perubahan ini bukan sekadar pergantian otoritas, tetapi pergeseran cara berpikir. Manusia kini terbiasa bergantung pada data, logika, dan bukti. Keajaiban yang pernah dicari di altar kini ditemukan di laboratorium, ruang operasi, atau teknologi digital. Dengan kata lain, pengetahuan empiris mengambil alih peran yang dulu dipegang narasi religius. Agama tidak hilang, tetapi kehilangan posisinya sebagai satu-satunya sumber kebenaran.

Meski demikian, spiritualitas tetap bertahan. Banyak orang masih menempatkan agama sebagai ruang pencarian makna, hanya saja bentuknya berubah. Religiusitas menjadi lebih personal dan tidak lagi melekat secara otomatis pada kehidupan sosial. Tren ini terlihat kuat pada generasi muda di banyak negara terdidik; bukan karena mereka memusuhi agama, tetapi karena mereka tumbuh dalam lingkungan yang menyediakan jawaban-jawaban praktis tanpa memerlukan fondasi transendental. Mereka belajar moral dari empati, literasi sosial, dan kesadaran bahwa tindakan memiliki konsekuensi dalam sistem modern.

Di titik ini terjadi transformasi mendasar, moral tidak lagi dipertahankan melalui rasa takut pada hukuman supranatural, tetapi melalui pemahaman rasional tentang kebutuhan hidup bersama. Ketaatan moral muncul bukan dari dogma, melainkan dari kesadaran bahwa norma sosial adalah syarat keberlangsungan komunitas. Fondasi moral bergeser dari yang sakral ke yang rasional, dari doktrin ke dialog sosial.

Fenomena ini tampak jelas di negara-negara Nordik, seperti Swedia, Norwegia, dan Denmark, yang sering menjadi contoh masyarakat dengan tingkat religiusitas terendah di dunia. Meski sebagian besar warganya tidak lagi menjalankan ritual agama secara rutin, mereka justru mencatat skor tinggi dalam indeks kebahagiaan, kepercayaan sosial, serta tata kelola publik. Hal ini menunjukkan bahwa moralitas dan kerja sama tidak semata bergantung pada dogma religius, tetapi juga pada pendidikan, keadilan sosial, dan sistem institusi yang kuat. Dengan kata lain, ketika fondasi rasional masyarakat bekerja, solidaritas tetap terjaga meskipun religiusitas tradisional memudar.

Perkembangan etika ikut berubah. Pertanyaan etis kontemporer tidak lagi bertumpu pada aturan absolut, tetapi pada refleksi kritis: apakah sebuah tindakan adil, melindungi martabat manusia, atau membawa dampak baik bagi masa depan ekologis dan teknologi? Etika kini menjadi proses pemikiran yang dinamis, bukan warisan yang tinggal ditaati.

Dalam kehidupan sehari-hari, transformasi ini tercermin melalui gaya hidup. Pilihan moral, konsumsi, identitas sosial, hingga solidaritas banyak dipengaruhi oleh pendidikan, informasi digital, dan kepekaan pada isu global. Komunitas yang dahulu dibangun di sekitar tradisi religius kini bergeser ke komunitas nilai, minat, atau budaya populer. Namun perubahan ini tidak berjalan mulus. Sebagian orang merasa tercerabut dari makna ketika modernitas menjawab terlalu banyak hal. Sebagian lainnya justru kembali mencari ruang spiritual sebagai penyeimbang dunia yang terasa mekanistik.

Meski demikian, satu hal tampak jelas: dalam masyarakat yang semakin kompleks, agama bukan lagi satu-satunya pilar moral dan penjelas realitas. Ia berdiri berdampingan dengan sains, filsafat, psikologi, dan etika sekuler sebagai sumber makna. Religiusitas tidak lenyap, tetapi bertransformasi mengikuti lanskap intelektual baru yang dibentuk oleh kemajuan pengetahuan.

Pertanyaannya bukan lagi apakah pengetahuan akan menggantikan agama, melainkan bagaimana keduanya dapat hidup berdampingan secara dewasa, sains sebagai alat memahami dunia, dan agama sebagai ruang kontemplasi bagi mereka yang mencarinya. Jika religiusitas memudar, itu terjadi karena manusia menemukan cara-cara baru untuk menata hidup. Dan di tengah laju sains yang melesat, kita sedang menyaksikan bukan akhir agama, tetapi babak baru dalam perjalanan manusia memahami dirinya dan dunia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image