Pengaruh Perceraian Orang Tua Terhadap Pertumbuhan Anak Secara Emosional
Parenting | 2025-12-08 01:19:05Gugatan cerai merupakan salah satu fenomena sosial yang paling sering terjadi di masyarakat modern. Walaupun gugatan cerai dapat dijadikan jalan keluar ketika konflik yang tidak terselesaikan, gugatan cerai tidak hanya membawa dampak dalam masalah, terutama bagi anak-anak yang menjadi korban tidak langsung dari perceraian orang tua. Pertumbuhan emosional anak yang patutnya menjadi fondasi utama dalam pembentukan kepribadian dan kemampuan sosialnya dapat terganggu serius. Karenanya, penting memahami bagaimana perceraian orang tua berdampak pada perkembangan emosional anak dan langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk meminimalkan dampak negatifnya.
Emosi adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan anak. Emosi tersebut sangat erat hubungannya dengan rasa aman, harga diri, dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Ketika orang tua bercerai, anak sering kali berada di posisi yang sulit antara dua dunia yang harus ia hadapi. Dari sisi yang satu, rasa aman yang biasanya didapat dari adanya kedua orang tua secara utuh menjadi terganggu. Dalam sebuah penelitian oleh Amato dan Keith (1991) diketahui bahwa anak-anak dari keluarga gugatan cerai lebih rentan stres emosional daripada anak-anak dari keluarga utuh. Hal ini dikarenakan korelasi antara perubahan rutinitas, perasaan ditinggalkan, dan kebingungan akibat perubahan pola asuh.
Lain lagi, anak-anak yang orangtuanya bercerai banyak yang mengalami guilty feelings sambil memikul peran korban. Mereka mungkin merasa perceraian tersebut adalah salah mereka, meskipun kenyataannya hal itu bukan tanggung jawab mereka. Psikolog Joan Kelly dalam penelitiannya menyatakan bahwa guilty feelings ini dapat menyebabkan gangguan kecemasan dan bahkan depresi jika tidak ada dukungan emosi yang memadai. Perasaan ini diperparah ketika anak merasa harus “memilih” antara ayah atau ibu, yang pada akhirnya memicu konflik batin yang berlarut-larut.
Di samping itu, kemampuan mengelola emosi atau regulasi emosi di sisi anak juga terganggu oleh cerai orangtua. Seorang anak yang merasa bahwa ia tidak mendapat perhatian yang cukup dari salah satu orangtuanya dapat menunjukkan perilaku yang negatif seperti agresif, menarik diri, atau mereka dapat mengalami kesulitan dalam memperoleh teman dalam hubungan sosial. Hasil penelitian oleh Emery (2011) juga menunjukkan bahwa anak-anak yang berasalah demikian memiliki kesulitan yang lebih dalam memberikan dan membangun kepercayaan sertuselanjutnya membina hubungan yang sehat.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa perceraian bukan berarti akhir dari segalanya bagi seorang anak. Komunikasi yang lancar, perhatian, kasih sayang dari kedua orang tua selain dari dukungan oleh keluarga yang lain, adalah faktor yang tetap penting bagi tumbuhnya pribadi yang sehat secara emosional bagi seorang anak. Orang tua yang tetap menjaga hubungan yang baik demi kepentingan anak akan membantu meminimalkan efek trauma dan memberi kesempatan anak untuk merasa tetap dicintai dan dihargai. Keterlibatan konseling keluarga atau psikolog juga sangat dianjurkan untuk membantu anak mengolah perasaannya secara positif.
Dalam konteks sosial yang sering berubah dengan cepat, kesadaran akan kondisi anak akibat perpisahan orang tua harus menjadi perhatian bersama. Sekolah, komunitas, para profesional kesehatan mental harus berperan aktif dalam memberikan edukasi dan dukungan kepada keluarga yang terkena dampak perceraiannya. Melalui mereka, perkembangan emosional anak tetap bisa berjalan, walaupun inilah saatnya keluarga memperlihatkan perubahan dalam strukturnya.
Referensi:
- Amato, P. R., & Keith, B. (1991). Parental Divorce and the Well-Being of Children: A Meta-Analysis. Psychological Bulletin, 110(1), 26–46.
- Kelly, J. B. (2000). Children’s adjustment in conflicted marriage and divorce: A decade review of research. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, 39(8), 963–973.
- Emery, R. E. (2011). Renegotiating Family Relationships: Divorce, Child Custody, and Mediation. Guilford Press.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
