Permanfaatan Neon dalam Rekayasa Nanoteknologi
Teknologi | 2025-12-07 09:52:03Dari gemerlap cahaya kota hingga kilau iklan yang memikat mata, neon telah lama menjadi elemen yang memadukan keindahan dan teknologi. Namun, bagaimana jika teknologi di balik cahaya tersebut dapat dibuat lebih canggih, lebih efisien, dan lebih presisi? Di sinilah nanoteknologi—ilmu yang mempelajari dan merekayasa materi pada skala satu per satu miliar meter—mulai memainkan perannya (Singh, 2020).
Istilah “nano” sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti kecil seperti kurcaci, tetapi memiliki potensi luar biasa. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Richard Feynman dalam kuliah terkenalnya tahun 1959, “There’s Plenty of Room at the Bottom.” Ia membayangkan sebuah masa depan ketika manusia mampu mengatur atom satu per satu dan membangun mesin super kecil. Pemikiran visioner tersebut kini menjadi dasar dari nanoteknologi modern (Feynman, n.d.).
Sementara itu, neon—gas mulia bernomor atom 10—ditemukan pada tahun 1898. Meski keberadaannya di atmosfer bumi hanya sekitar 18,2 ppm, kemampuannya memancarkan cahaya cerah saat dialiri listrik menjadikannya salah satu elemen paling ikonik. Dalam kondisi normal, neon bersifat tak berwarna, tak berbau, tak berasa, dan sangat inert, artinya hampir tidak bereaksi dengan unsur lain. Struktur elektronnya yang stabil menjadikan neon sebagai salah satu elemen paling tidak reaktif yang dikenal manusia.
Namun, ketika digabungkan dengan presisi nanoteknologi, sifat-sifat unik neon dapat membuka pintu menuju inovasi dalam pencahayaan, efisiensi energi, hingga rekayasa material.
Setelah memahami konsep dasar nanoteknologi dan karakter atom neon, pertanyaan menarik muncul: Bagaimana mungkin gas yang nyaris tidak bereaksi ini dapat berkontribusi pada inovasi nanoscale?
Jawabannya: Neon mungkin inert, tetapi bukan berarti ia tidak dapat dimanfaatkan dalam sistem berskala nano. Pada dunia nanoteknologi, neon justru dapat menjadi media yang stabil untuk riset nanomaterial, studi plasma, hingga sistem sensor berpresisi tinggi.
Sebuah penelitian oleh Kupferer et al. (2021) menunjukkan cara baru memanfaatkan neon di luar penggunaannya sebagai gas lampu. Para peneliti menembakkan ion neon ke permukaan titania nanotube array. Hasilnya luar biasa:
- Struktur nanotube yang awalnya kasar berubah menjadi lebih halus dan lebih seragam.
- Tidak terjadi reaksi kimia apa pun.
- Perubahan terjadi karena energi kinetik ion neon yang menyebabkan atom-atom permukaan bergeser sedikit ke posisi yang lebih stabil.
Proses ini dikenal sebagai surface relaxation, yang dapat:
- Mengurangi kekasaran permukaan
- Menghilangkan tegangan internal
- Memperkuat kualitas struktural material
Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun inert, neon yang diionisasi dapat menjadi alat rekayasa material yang sangat efektif—terutama untuk pengembangan sensor, perangkat optik, dan nanostruktur yang membutuhkan permukaan super halus.
Studi lain oleh Kartvelishvili & Yumashev (2025) menggunakan simulasi dinamika molekul untuk meneliti bagaimana neon cair bergerak di dalam nanochannel yang jarak antar dindingnya hanya beberapa nanometer.
Hasil temuan mereka menunjukkan bahwa neon dalam ruang sempit:
- Bergerak dengan pola yang jauh lebih teratur daripada di ruang terbuka
- Memiliki laju aliran yang berbeda
- Menunjukkan tingkat slip yang dipengaruhi bentuk dan suhu nanochannel
Artinya, neon menunjukkan perilaku baru ketika berada pada kondisi ekstrem berskala nano.
Penelitian ini membuka peluang besar untuk:
- Pengembangan sistem pendingin kriogenik miniatur
- Studi fluida ultra-presisi
- Pembuatan sensor aliran ultra-sensitif
Neon bukan lagi hanya gas pasif; pada skala nano, ia dapat menjadi kunci pemahaman baru tentang dinamika fluida atomik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
