Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhini Mahhdiyyah Rahmah

Pemasaran Digital dan Cara Baru Konsumen Berpikir: Sebuah Tinjauan Kritis

Lifestyle | 2025-12-05 07:24:53

Beberapa tahun terakhir ini kita sama-sama menyaksikan bagaimana media sosial berubah dari tempat berbagi cerita menjadi ruang penuh pesan pemasaran yang tersusun rapi. Setiap kali membuka ponsel kita selalu disuguhi video pendek, ulasan singkat, atau promosi terselubung yang seolah datang dari teman sendiri. Semua terlihat alami padahal sering kali merupakan strategi pemasaran yang dirancang dengan sangat teliti. Di titik inilah saya mulai bertanya benarkah keputusan membeli yang kita ambil sehari-hari adalah keputusan kita sendiri atau hanya hasil dari alur yang sudah diarahkan oleh sistem pemasaran digital?

Pertanyaan itu penting karena pemasaran digital tidak sekadar memindahkan iklan ke layar ponsel. Ia mengubah cara kita menilai, menimbang, dan mengolah informasi sebelum mengambil keputusan. Dulu orang membeli barang setelah mempertimbangkan kebutuhan, harga, atau kualitas. Namun sekarang keputusan sering lahir dari dorongan spontan karena ramai dibicarakan karena ada diskon yang katanya “hanya hari ini”, atau karena video ulasan muncul berkali-kali di beranda. Proses berpikir rasional perlahan tergeser oleh reaksi cepat yang lebih dipengaruhi emosi daripada logika.

Salah satu penyebabnya adalah cara kerja algoritma. Platform digital mengamati kebiasaan kita seperti apa yang kita cari, berapa lama kita melihat produk tertentu, topik apa yang menarik perhatian kita. Setelah itu sistem menampilkan iklan yang terasa “cocok”, seolah sedang membaca isi kepala. Padahal semua itu hanyalah hasil analisis data. Kecocokan itu membuat kita merasa bahwa produk tersebut memang kita butuhkan padahal sering kali itu hanya trik personalisasi. Dalam konteks pemikiran kritis kondisi ini bisa melemahkan kemampuan kita untuk mengambil keputusan secara mandiri.

Ada juga fenomena bias sosial. Ketika sesuatu viral sebagian orang menganggapnya otomatis bagus. Padahal jumlah penonton tidak selalu mencerminkan kualitas. Kita mudah terdorong mengikuti arus tanpa memeriksa kembali manfaat sebenarnya. Ini contoh bagaimana pemasaran digital memanfaatkan bias logika manusia. Tanpa sadar pola pikir yang dangkal bisa menggantikan evaluasi yang seharusnya lebih dalam.

Namun saya tidak menilai pemasaran digital hanya dari sisi negatif. Justru sebaliknya ada banyak manfaat yang sulit diabaikan. UMKM dan penjual kecil misalnya, sangat terbantu oleh platform digital. Mereka bisa mempromosikan produk tanpa biaya besar. Konsumen juga bisa membandingkan banyak pilihan dengan lebih mudah. Informasi yang dulu sulit diakses kini tersedia dalam hitungan detik. Artinya pemasaran digital bisa memperkuat pemikiran kritis jika kita mampu memilah informasi dan tidak mengambil keputusan secara terburu-buru.

Masalah muncul ketika konsumen tidak sadar bahwa ia sedang dipengaruhi. Ketika seseorang menganggap konten promosi sebagai pendapat pribadi, ia berhenti bersikap skeptis. Padahal sikap skeptis justru merupakan bagian penting dari berpikir kritis. Kita perlu bertanya Siapa yang membuat konten ini? Apa tujuannya? Apakah saya sedang diberi informasi atau dibujuk? Pertanyaan sederhana seperti itu membantu kita menghindari keputusan yang impulsif.

Selain itu, pemasaran digital membuat kita terbiasa dengan kecepatan. Semuanya harus serba cepat seperti konten cepat, respons cepat, keputusan cepat. Kecepatan ini sering kali tidak memberi ruang untuk berpikir panjang. Padahal proses berpikir logis membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan, membandingkan, dan menilai bukti. Tanpa itu kita hanya bereaksi bukan benar-benar memutuskan.

Menurut saya, inilah tantangan terbesar dalam era digital seperti bagaimana tetap berpikir jernih ketika informasi datang tanpa henti. Tidak ada salahnya membeli barang karena tertarik dengan konten yang menarik. Yang menjadi masalah adalah jika kita tidak lagi sadar bagaimana keputusan itu terbentuk. Kita perlu kembali ke prinsip dasar logika dengan memilah alasan, memeriksa bukti, dan tidak langsung percaya pada apa yang paling sering muncul di layar.

Pada akhirnya pemasaran digital memang mengubah cara konsumen bertindak. Tetapi yang lebih dalam lagi, ia mengubah cara kita berpikir. Di sinilah pentingnya pemikiran kritis bukan untuk menolak semua iklan, tetapi agar kita tetap bisa mengambil keputusan yang benar-benar mencerminkan kebutuhan kita, bukan kebutuhan algoritma atau dorongan tren sesaat. Kemampuan ini menurut saya, akan menjadi keterampilan paling penting bagi generasi yang hidup di tengah banjir informasi hari ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image