Setelah Banjir, Ancaman Kesehatan Masih Mengintai Warga Aceh
Eduaksi | 2025-12-02 23:16:52Banjir merupakan salah satu bencana yang semakin akrab kita jumpai. Di abad ke-21 ini, kerusakan alam semakin sering terjadi seiring meningkatnya masalah perubahan lingkungan yang tidak kunjung selesai. Baru-baru ini, banjir dan tanah longsor kembali mencekam beberapa provinsi di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh. Menurut BMKG, hujan deras yang tak kunjung reda diakibatkan oleh Cyclone Senyar. Pada awalnya, Cyclone Senyar tidak pernah terbentuk di negara-negara sekitar ekuator seperti Indonesia. Namun, akibat perubahan lingkungan, pola badai ikut berubah. Dampaknya, durasi dan intensitas hujan meningkat, disertai badai angin yang semakin kuat. Permasalahan banjir juga tidak berhenti setelah air surut. Setelah air surut, muncul ancaman baru, yaitu; Vector borne disease dan water borne disease.
Banjir meningkatkan risiko munculnya penyakit karena air yang tergenang dapat menjadi tempat berkembang biaknya berbagai jenis vektor penyakit seperti tikus dan dapat menjadi perantara penyebaran penyakit. Kondisi lingkungan pascabanjir, yang terdiri dari sanitasi yang buruk hingga meningkatnya populasi vektor penyakit, membuat masyarakat lebih rentan terhadap penyakit.
Penyakit tersebut merupakan penyakit yang ditularkan melalui air (water borne disease) dan vektor penyakit (vector borne disease). Salah satu yang perlu diwaspadai adalah Hepatitis A dan Hepatitis E. Kedua penyakit peradangan hati ini dapat menyebabkan penderita mengalami mual, badan lemas, demam, bahkan mata dan kulit menguning. Penularan penyakit ini dapat melalui makanan atau minuman yang sudah tercemar kotoran manusia akibat rusaknya sanitasi atau melalui kontak langsung tangan yang kotor ke mulut setelah menyentuh air banjir atau permukaan yang telah terkontaminasi.
Banjir dapat memicu peningkatan risiko penyakit yang dibawa oleh hewan pengerat. Setelah air surut, populasi tikus cenderung meningkat pesat karena mereka mencari tempat berlindung yang kering. Waspada! Tikus adalah inang utama bagi bakteri berbahaya penyebab Leptospirosis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri ini mencemari air yang menggenang dengan urin tikus, dan celakanya, ia dapat masuk ke tubuh kita hanya melalui luka kecil atau kulit yang terkelupas. Jika terinfeksi, gejalanya meliputi demam, nyeri otot hebat, dan mata menguning. Kondisi menjadi lebih rentan terutama ketika banyak orang harus tinggal di lokasi pengungsian setelah banjir, biasanya fasilitas sanitasi dan air bersih masih terbatas, sanitasi tidak layak, dan kepadatan tinggi. Hal ini dapat membuat penyebaran penyakit jauh lebih cepat.
Berdasarkan laporan resmi BPBA, banjir masih melanda 16 kabupaten/kota di Aceh dan menyebabkan lebih dari 20.000 jiwa mengungsi. Di Aceh Besar, air setinggi 30–50 cm merendam 23 kecamatan, membuat puluhan keluarga harus mencari tempat aman. Sementara di Kabupaten Pidie, kondisi jauh lebih parah karena banjir belum surut dan berdampak pada 12.853 jiwa, dengan lebih dari 7.500 orang mengungsi di posko kecamatan. Di lokasi pengungsian, warga tinggal berdesakan dengan fasilitas sanitasi yang terbatas, sehingga risiko penularan penyakit meningkat, terutama bagi anak-anak dan lansia. Genangan yang belum hilang tetap menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya. Air yang bercampur lumpur dan limbah memperbesar risiko hepatitis, sementara genangan yang terkontaminasi urin tikus meningkatkan peluang penularan leptospirosis. Situasi ini menunjukkan bahwa ketika banjir belum sepenuhnya mereda, ancaman kesehatan justru semakin mengintai.
Melihat kondisi ini, apa yang bisa dilakukan? Meski situasi belum sepenuhnya pulih, ada langkah yang dapat dilakukan bersama agar risiko wabah tidak semakin meluas. Pemerintah daerah dan tenaga kesehatan perlu memastikan ketersediaan air bersih, obat-obatan, hingga hygiene kit bagi warga terdampak. Selain itu, pemeriksaan kesehatan berkala di lokasi pengungsian penting dilakukan untuk mendeteksi dini kasus hepatitis, diare, atau leptospirosis sehingga penularan bisa segera dikendalikan.
Di sisi masyarakat, langkah-langkah sederhana yang dilakukan secara konsisten dapat membuat perbedaan besar. Air minum sebaiknya dipanaskan hingga mendidih, atau jika sulit, dapat menggunakan tablet penjernih air sesuai anjuran petugas. Masyarakat juga dianjurkan untuk mencuci tangan dengan sabun terutama sebelum makan dan setelah membersihkan lumpur atau kontak dengan air banjir. Tempat penampungan air harus ditutup rapat, dan genangan di sekitar rumah atau posko perlu dibersihkan secara rutin agar tidak menjadi sarang nyamuk. Selain itu, warga yang mengalami gejala seperti demam tinggi, muntah, diare, mata atau kulit menguning, atau luka yang terinfeksi disarankan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat. Langkah-langkah ini terdengar sederhana, tetapi di tengah kondisi darurat, hal kecil seperti menutup wadah air atau memasak minum bisa menjadi pembeda antara aman dan sakit. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, risiko penyakit pascabanjir dapat ditekan sebelum berkembang menjadi krisis kesehatan yang jauh lebih besar.
Melihat kondisi banjir yang masih berlangsung dan ribuan warga yang harus mengungsi, upaya penanganan pascabencana perlu segera diperkuat. Pemerintah daerah terdampak diharapkan dapat melakukan evakuasi cepat, menyiapkan logistik dan layanan kesehatan darurat, serta terus memantau cuaca dan debit sungai untuk mencegah kondisi yang lebih buruk. Dalam situasi yang semakin meluas ini, penetapan status bencana nasional juga perlu dipertimbangkan oleh pemerintah agar koordinasi lintas sektor dan mobilisasi bantuan dapat dilakukan secara lebih cepat, terarah, dan menyeluruh. Dukungan pemerintah pusat sangat penting agar penanganan darurat, pemenuhan kebutuhan dasar, dan pengendalian risiko penyakit dapat berjalan maksimal. Masyarakat juga perlu tetap waspada, menjaga kebersihan lingkungan, dan mengikuti arahan petugas yang berwenang. Dengan dukungan semua pihak, kita berharap warga yang terdampak bisa segera pulih tanpa meninggalkan dampak kesehatan yang berkepanjangan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
