Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andrey

Kenapa Tukang Gigi Lebih Diminati? Ayo Cari Faktanya

Eduaksi | 2025-11-25 08:14:27
Sumber: Pinterest

Di banyak daerah di Indonesia, tukang gigi masih menjadi pilihan utama masyarakat ketika mengalami masalah gigi. Termasuk di Singkawang, Kalimantan Barat. Bukan hanya karena mereka sudah ada sejak lama, tetapi karena tukang gigi lebih tersebar di sana dan lebih dekat serta dipercaya oleh warga Singkawang. Fenomena ini sebenarnya menunjukkan bahwa adanya kesenjangan antara kebutuhan perawatan gigi masyarakat dan kemampuan sistem kesehatan untuk memenuhinya.

Salah satu penyebab tukang gigi menjadi pilihan utama adalah karena keterbatasan jumlah dokter gigi, terutama di daerah yang bukan kota besar. Kementerian Kesehatan mencatat hingga April 2025, ada 26,8% Puskesmas atau sebanyak 2.737 unit yang belum memiliki dokter gigi. Di daerah seperti Singkawang atau kecamatan-kecamatan di sekitarnya, masyarakat jarang berinteraksi dengan dokter gigi yang membuat mereka tidak benar-benar memahami peran dan kompetensi profesi ini. Ketika pengetahuan tentang siapa yang seharusnya menangani masalah gigi rendah, masyarakat akhirnya menganggap bahwa tukang gigi dan dokter gigi sama saja. Membuat sebuah kesalahpahaman yang tidak seharusnya ada bertahan hingga saat ini.

Banyak masyarakat masih melihat sakit gigi sebagai masalah yang hanya perlu dibereskan, bukan dirawat. Ketika mereka merasa nyeri di gigi, solusinya hanya satu yaitu dicabut saja. Pola pikir seperti ini sangat kuat terutama di daerah Singkawang yang masih minim pengetahuan mengenai perawatan gigi. Namun pola pikir seperti ini juga didukung oleh tukang gigi yang dipercaya oleh masyarakat, tukang gigi yang biasanya hanya memikirkan keuntungan akan memberikan pelayanan yang cepat. Sehingga satu-satunya pelayanan yang cepat hanyalah dicabut saat ada nyeri, dan membuat pola pikir ini terus diwariskan hingga sekarang.

Selain faktor pola pikir yang diwariskan turun temurun, masalah biaya juga menjadi alasan kuat. Pelayanan dokter gigi dipandang lebih mahal, bahkan ketika beberapa tindakan sebenarnya ditanggung oleh BPJS. Kurangnya sosialisasi mengenai hak pasien dan jenis perawatan membuat masyarakat salah paham mengenai biaya. Tukang gigi menawarkan harga yang murah, lokasi yang dekat, dan proses yang cepat saat ada masalah gigi. Kombinasi ini membuat masyarakat tertarik terutama masyarakat di daerah Singkawang. Ditambah dengan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang resiko medis seperti infeksi, kerusakan saraf, atau maloklusi. Banyak orang menganggap tukang gigi sebagai pilihan yang aman meskipun tidak memiliki gelar dokter gigi dan kompetensi medis.

Meski diminati, praktik tukang gigi tanpa pendidikan formal membawa resiko yang sangat besar. Keterampilan medis hanya boleh dilakukan oleh dokter gigi, sedangkan tukang gigi hanya membuat membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sebagian atau penuh sesuai dengan pasal 6 Peraturan Kementerian Kesehatan No 34 tahun 2014. Tanpa standar sterilisasi, anatomi, atau farmakologi, tindakan tukang gigi dapat menyebabkan infeksi dan trauma jaringan, hingga kehilangan gigi permanen yang seharusnya masih bisa diselamatkan. Untuk mengatasi fenomena ini diperlukan pemerataan distribusi dokter gigi, peningkatan edukasi masyarakat, kampanye kesehatan gigi di daerah-daerah, dan penyuluhan di daerah seperti Singkawang, agar masyarakat bisa memahami pentingnya kesehatan gigi, perawatan gigi yang aman dan profesional, serta bisa menghilangkan pola pikir yang turun temurun itu.

Daftar Pustaka

RRI (2025) Indonesia masih kekurangan dokter gigi. 16 April. Available at: https://rri.co.id/nasional/1454562/indonesia-masih-kekurangan-dokter-gigi (Accessed: 25 November 2025).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image