Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dokter Keliling

Alam Bukan Warisan, Tapi Titipan: Pemerintah Mulai Rapikan Hutan dan Tambang

Politik | 2025-11-24 14:30:11

BOGOR - Presiden Prabowo Subianto memulai pekan dengan langkah politik yang tidak lazim: rapat kabinet terbatas pada hari Minggu. Pertemuan di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, 23 November, langsung menyorot isu inti yang selama bertahun-tahun menjadi sumber kebocoran penerimaan negara, konflik agraria, dan kerusakan ekologis: penertiban kawasan hutan dan pertambangan ilegal. Langkah ini memberi sinyal bahwa pemerintahan baru tidak ingin membiarkan sektor ekstraktif beroperasi tanpa kendali hukum.

Menurut penjelasan resmi Sekretariat Kabinet, fokus rapat mencakup evaluasi Satgas Penertiban Kawasan Hutan, penindakan tambang ilegal, penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang, serta penanganan wilayah-wilayah yang sebelumnya sulit dijangkau aparat. Di meja rapat hadir Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Jaksa Agung ST. Burhanuddin, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, serta pimpinan lembaga pengawasan seperti BPKP dan PPATK. Komposisi peserta menandakan bahwa isu ini dipandang sebagai kombinasi antara persoalan ekonomi, keamanan, dan tata kelola keuangan negara.

Indonesia masih menyimpan persoalan besar terkait tata kelola sumber daya alam. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan luas kawasan hutan mencapai sekitar 120,3 juta hektare, namun berbagai laporan audit internal mengindikasikan sebagian area tersebut telah tumpang-tindih dengan izin atau aktivitas tanpa dasar hukum yang sah. Dalam laporan 2023, KLHK mencatat deforestasi netto 0,29 juta hektare, dengan sebagian dipicu aktivitas penambangan dan pembukaan lahan ilegal.

Di sektor pertambangan, Kementerian ESDM menyebut bahwa per 2024 terdapat lebih dari 2.700 lokasi tambang tanpa izin (PETI) yang teridentifikasi, terutama pada komoditas emas, batu bara, dan nikel. Keberadaan PETI tidak hanya menghilangkan potensi penerimaan negara, tetapi juga memicu kerusakan ekologis. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai kerugian ekologis akibat kegiatan ekstraktif tak terkendali diperkirakan mencapai Rp 5,2 triliun per tahun, dihitung dari dampak banjir, sedimentasi sungai, serta turunnya kualitas tanah dan air.

Pakar tata kelola lingkungan dari Universitas Indonesia, Bambang Setiadi, menyatakan bahwa penertiban seperti ini penting dilakukan segera. “Tanpa penegakan hukum yang konsisten, negara akan terus kehilangan potensi ekonomi dari sektor tambang dan kehutanan. Lebih jauh, kita mempertaruhkan ketahanan ekologis jangka panjang,” ujarnya dalam sebuah diskusi publik pekan lalu. Ia menambahkan bahwa koordinasi lintas lembaga - terutama dengan PPATK dan aparat penegak hukum - menjadi kunci karena banyak operasi ilegal diduga berjejaring dengan aliran dana gelap.

Prabowo dalam rapat menegaskan komitmen untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945 bahwa kekayaan alam harus digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Itu berarti negara harus hadir bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai penegak hukum yang efektif. Poin penting lainnya adalah penanganan wilayah yang selama ini sulit dijangkau karena faktor geografis maupun keberadaan jaringan kriminal yang telah lama bercokol.

Rapat Minggu ini memberi indikasi bahwa pemerintah ingin membawa persoalan hutan dan tambang keluar dari pola lama: penertiban sporadis tanpa tindak lanjut. Dengan data kerusakan yang terus meningkat dan potensi penerimaan negara yang tergerus, tekanan publik untuk transparansi dan keberanian politik semakin besar. Jika penegakan hukum berjalan konsisten, langkah ini dapat menjadi pijakan awal memperbaiki tata kelola sumber daya alam sekaligus menjaga keberlanjutan ekologis bagi generasi berikutnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image