Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Yazid

3 Tanda 'Red Flag' Burnout yang Sering Diabaikan Manajemen

Bisnis | 2025-11-24 08:45:59

Di lingkungan kerja serba cepat, stres dianggap wajar. Padahal, ada bahaya yang lebih besar: burnout.Ini bukan sekadar stres, tapi sindrom kelelahan kronis akibat kerja. Dalam Psikologi Industri, burnout adalah 'panggilan resign' dari sistem psikologis karyawan. Jika diabaikan, dampaknya jelas: Turn Over Intention (niat untuk pindah kerja).

Keterangan: Kelelahan emosional (emotional exhaustion) adalah salah satu dari tiga dimensi klinis burnout. Sumber: Freepik

CoverKeterangan: Kelelahan emosional (emotional exhaustion) adalah salah satu dari tiga dimensi klinis burnout. Sumber: FreepikUntuk mencegahnya, manajemen perlu berhenti salah diagnosa dan memahami tiga dimensi klinis burnout berikut.

1. Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion)

Ini adalah dimensi yang paling mudah dirasakan. Karyawan merasa terkuras secara emosional dan mental, seolah "tenggelam" oleh tuntutan pekerjaan hingga merasa tak bisa memberi apa-apa lagi. Energi internal mereka habis.

 

  • Siapa yang Rentan? Profesi pelayanan intensif seperti Dokter, Perawat, Guru, Konselor, atau Pengacara sangat berisiko karena pekerjaan mereka menuntut empati terus-menerus.

2. Depersonalisasi (Cynicism)

Ini adalah mekanisme pertahanan diri dari kelelahan di atas. Karyawan mulai bersikap sinis, menjaga jarak (distancing), dan memandang pekerjaan atau klien secara dingin dan impersonal (tidak manusiawi).

 

  • Kesalahan Manajemen: Seringkali ini disalahartikan sebagai "sikap buruk" atau "motivasi rendah".
  • Fakta Ironis: Yang paling rentan justru mereka yang awalnya paling idealis dan antusias.

3. Penurunan Prestasi Diri (Reduced Personal Accomplishment)

Ini adalah hasil akhir dari dua dimensi sebelumnya. Karyawan merasa usaha mereka sia-sia, merasa tidak kompeten, dan kehilangan kepercayaan diri. Mereka merasa gagal dalam pekerjaannya.

 

  • Dampak Nyata: Produktivitas anjlok, dan mereka mulai mencari jalan keluar, baik berupa Turn Over Intention atau Workplace Deviant Behavior (perilaku menyimpang di tempat kerja).

Solusi Strategis: Perbaiki Iklimnya, Bukan Hanya Individunya

Mengatasi burnout bukan sekadar menyuruh karyawan "liburan" atau "peduli pada diri sendiri." Itu adalah tanggung jawab manajemen untuk memperbaiki Iklim Organisasi.

Solusi paling efektif adalah mendorong budaya BEKERJA LEBIH PINTAR, BUKAN LEBIH KERAS (Work Smarter, Not Harder).

Perusahaan perlu beralih dari budaya yang mengukur kinerja dari jam kerja (sibuk) menjadi budaya yang fokus pada hasil, efisiensi, dan memberikan karyawan ruang aman secara psikologis (psychological safety).

Dengan memahami tiga dimensi ini, manajemen dapat mulai mengatasi Sumber burnout (lingkungan kerja), bukan hanya Gejalanya (karyawan yang stres). Pada akhirnya, ini akan mengurangi dampak burnout dan menjaga talenta terbaik tetap loyal dan produktif.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image