Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image qhinar

Pertamina dan Etanol 10 Langkah Hijau atau Beban Baru?

Lainnnya | 2025-11-20 23:54:22

Belakangan ini, wacana pemerintah mengenai rencana pencampuran etanol 10 persen (E10) pada BBM Pertamina kembali mengisi ruang publik. Kebijakan ini diposisikan sebagai bagian dari transisi energi nasional, dan Pertamina menyatakan dukungannya dengan menegaskan bahwa praktik pencampuran etanol telah lama diterapkan di berbagai negara. Namun, di balik dukungan tersebut, muncul berbagai pandangan kritis, termasuk dari lingkungan akademik Universitas Airlangga (Unair) yang memberi perspektif tambahan terhadap kesiapan Indonesia.

Pertamina menilai bahwa penggunaan etanol dapat menekan emisi karbon dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Pengalaman Brasil bahkan dijadikan pembelajaran dalam pengembangan bioetanol. Di sisi lain, sejumlah akademisi Unair melihat bahwa kebijakan ini memiliki potensi besar tetapi membutuhkan perencanaan yang lebih matang. Dalam berbagai diskusi akademik di FEB dan FST Unair, isu seperti ketersediaan suplai etanol lokal, konsistensi kualitas bahan bakar, serta kemungkinan benturan dengan kebutuhan pangan menjadi sorotan. Sebagian peneliti menilai bahwa E10 dapat menjadi peluang strategis untuk energi nasional sekaligus membuka ruang riset baru di kampus—terutama terkait pengembangan bioetanol berbasis tebu, sorgum, dan limbah pertanian yang saat ini juga tengah diteliti di laboratorium Unair.

Meski demikian, kebijakan ini bukan tanpa risiko. Publik masih mempertanyakan apakah pencampuran etanol akan memengaruhi performa mesin, sementara sebagian akademisi teknik kimia Unair menegaskan bahwa edukasi publik dan standarisasi mutu BBM sangat penting agar tidak muncul kesalahpahaman. Ada pula kekhawatiran tentang produksi etanol dalam skala besar, yang dikhawatirkan dapat bersinggungan dengan ketahanan pangan jika tidak diatur dengan ketat. Pandangan ini menunjukkan bahwa keberhasilan E10 bukan hanya soal implementasi teknis, tetapi juga koordinasi struktural antara sektor energi dan sektor pertanian.

Dari sudut pandang opini, kebijakan Pertamina menuju E10 adalah langkah progresif dan potensial membawa manfaat besar. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada transparansi, pengawasan, dan kolaborasi lintas sektor, termasuk kolaborasi akademik. Di sinilah Universitas Airlangga dapat mengambil peran penting: memberikan kajian ilmiah, menilai dampak lingkungan dan sosial, serta menjadi mitra riset yang objektif. Kolaborasi semacam ini bukan hanya memperkuat dasar kebijakan, tetapi juga memastikan bahwa transisi energi berjalan secara realistis dan berkelanjutan.

Pada akhirnya, kebijakan E10 dapat menjadi tonggak penting dalam perjalanan energi Indonesia, tetapi hanya jika dilaksanakan dengan perencanaan menyeluruh dan berdasarkan riset yang kuat. Pertamina dan pemerintah perlu merangkul institusi akademik seperti Unair untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak sekadar menjadi jargon hijau, melainkan langkah nyata menuju masa depan energi yang lebih bersih, mandiri, dan bertanggung jawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image