Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image yosephin alodya

Potensi Besar, Realisasi Terbatas: Urgensi Pemerataan Akses Energi Bersih di Indonesia

Eduaksi | 2025-08-25 22:32:30

Tema Essay : [SDGs 7 : Energi bersih dan terbarukan]

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda global yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai upaya bersama untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia. SDGs 7 yaitu, Affordable and Clean Energy atau energi bersih dan terjangkau menjadi salah satu pilar penting karena energi merupakan kebutuhan dasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern pada tahun 2030 mendatang menjadi target utama yang menjadi landasan kerja dari SDGs sendiri.

Meskipun peran energi ini begitu vital, dunia masih menghadapi permasalahan serius terkait penyediaannya. Sebagian besar negara, termasuk Indonesia, masih bergantung pada energi fosil seperti minyak, gas, dan batu bara yang sering dianggap sebagai kelebihan atau kekayaan nasional. Namun, hal tersebut justru mengarah ke ketergantungan yang dapat menimbulkan dampak negatif berupa polusi udara, emisi karbon tinggi, dan percepatan perubahan iklim. Selain itu, distribusi energi bersih juga belum merata, terutama di wilayah terpencil yang masih kesulitan mengakses listrik. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara target global penyediaan energi bersih dengan realitas di lapangan.

Oleh karena itu, isu energi bersih dan terbarukan perlu dibahas lebih dalam melalui tulisan ini. Esai mengenai SDGs 7 tidak hanya penting untuk memahami kondisi aktual dan tantangan transisi energi, tetapi juga untuk mencari alternatif solusi yang relevan. Dengan demikian, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan gambaran jelas mengenai urgensi energi bersih serta mendorong kesadaran kolektif akan pentingnya peran dan kontribusi yang diberikan oleh semua pihak baik dari pemerintah, swasta, hingga masyarakat dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Konsumsi energi terbarukan di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, subsidi energi, dan konsumsi energi fosil. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT), tapi penerapannya masih jauh dari target. Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah menargetkan bauran EBT sebesar 23% pada 2025 dan 31% pada 2050. Namuna, hingga 2020 capaian baru 11,31% yang berarti Indonesia memiliki tugas yang cukup besar untuk menggapai target yang dimilikinya. Saat ini kapasitas pembangkit EBT yang terpasang diketahui hanya 10,6 GW atau sekitar 14% dari total, sedangkan mayoritas masih bergantung pada energi fosil.

Mengiinat bahwa energi merupakan hal yang menjadi kebutuhan utama atau kebutuhan sehari-hari masyarakat maka, pengaplikasian SDGs 7 ini menjadi suatu urgensi untuk mencegah terjadinya hal-hal negatif di masa yang akan datang. Namun dalam skala global, transisi energi menuju dekarbonisasi menghadapi tantangan besar. Dekarbonisasi membawa perubahan signifikan pada sektor energi dan kelistrikan, namun regulasi serta implementasinya masih tertinggal. Hambatan lain yang muncul di Indonesia antara lain masalah PT PLN (Persero) dengan kondisi oversupply dan kontrak take or pay, biaya pembangunan EBT yang masih mahal dibanding negara lain, serta keterbatasan integrasi pembangkit EBT ke dalam sistem kelistrikan. Di sisi lain, penelitian mengenai dampak nyata penurunan karbon melalui pembangunan EBT masih terbatas, terutama dalam konteks Asia-Pasifik.

Energi bersih pada dasarnya menawarkan keuntungan ekonomi yang cukup signifikan. Investasi di sektor ini tidak hanya mendorong transisi energi, tetapi juga membantu mitigasi risiko keuangan akibat perubahan iklim. Menurut data, pada tahun 2030 sekitar 2,5 juta orang dan aset perkotaan senilai USD 42 miliar berpotensi terdampak banjir pesisir setiap tahun, sementara 30 juta orang dan aset senilai USD 79 miliar berpotensi terdampak banjir sungai. Dengan investasi pada EBT, risiko-risiko ini dapat ditekan, sekaligus memberikan pengembalian ekonomi jangka panjang dengan volatilitas rendah dibanding sektor energi fosil.

Krisis global, termasuk pandemi COVID-19, juga memperlihatkan kerentanan industri bahan bakar fosil. Permintaan minyak dunia sempat mengalami penurunan tajam dalam 25 tahun terakhir, bahkan harga minyak mentah Amerika Serikat sempat menyentuh angka negatif untuk pertama kalinya. Nilai pasar perusahaan minyak, gas, dan petrokimia terkemuka turun rata-rata 45 persen. Kondisi ini mempercepat tren global untuk meninggalkan energi fosil, termasuk keputusan lembaga keuangan besar dunia yang mulai menarik investasi dari sektor karbon intensif. Sebaliknya, investasi besar pada energi terbarukan diprediksi mampu menciptakan 63 juta lapangan kerja baru pada tahun 2050, sementara saat ini lebih dari 11 juta orang sudah bekerja di sektor tersebut secara global.

Berdasarkan pembahasan mengenai energi bersih dalam konteks Sustainable Development Goals (SDGs) 7, dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Namun, realisasi target masih jauh dari harapan akibat berbagai kendala, mulai dari keterbatasan anggaran, tantangan teknologi, hingga belum meratanya distribusi akses energi bersih di berbagai wilayah. Kondisi ini semakin menegaskan bahwa ketergantungan pada energi fosil yang masih bersifat mayoritas tidak hanya berisiko bagi lingkungan, tetapi juga menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, keselamatan, dan stabilitas ekonomi masyarakat.

Oleh karena itu, upaya percepatan transisi energi perlu diarahkan tidak hanya pada peningkatan kapasitas pembangkit EBT, tetapi juga pada pemerataan akses energi bersih yang berkeadilan. Pemerataan ini penting agar manfaat energi bersih dapat dirasakan secara langsung oleh seluruh lapisan masyarakat, sekaligus memperkuat fondasi Indonesia dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Dengan langkah tersebut, Indonesia dapat mengurangi ketimpangan energi, menekan emisi karbon, serta memperkuat kontribusinya terhadap pencapaian agenda global SDGs 2030.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image