Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image sheiny meisella

Menguatkan Kampus Bebas Stigma HIV/AIDS: Peran Vital Dokter dalam Edukasi Mahasiswa

Hospitality | 2025-11-17 14:06:00

HIV/AIDS masih menjadi salah satu isu kesehatan yang kerap diselimuti stigma dan miskonsepsi, terutama di kalangan mahasiswa. Padahal, mahasiswa merupakan kelompok usia yang paling aktif secara sosial dan emosional sehingga berada pada fase kehidupan yang rentan terhadap perilaku berisiko. Di sinilah peran dokter bekerja, baik dokter kampus maupun tenaga medis yang bekerja sama dengan institusi pendidikan. Menurut Dr. Siti Nadia Tarmizi, Ketua Pokja HIV Kementerian Kesehatan RI, “Pencegahan HIV tidak akan berhasil jika kita hanya fokus pada aspek medis. Kita harus masuk ke lingkungan pendidikan karena di sanalah pola pikir dan perilaku masyarakat muda dibentuk.” Kutipan ini mempertegas pentingnya peran aktif tenaga medis dalam edukasi kampus, bukan sekadar penanganan klinis.

https://pixabay.com/id/photos/jamila-polatova-onkologi-7261803/

Dokter sebagai Sumber Pengetahuan yang Kredibel

Banyak mahasiswa memperoleh informasi mengenai HIV/AIDS dari media sosial atau percakapan antar teman, yang sering kali tidak akurat. Dokter kampus hadir untuk mengimbangi banjir informasi tersebut dengan penjelasan ilmiah, mudah dipahami, dan bebas stigma.

Melalui seminar, kelas kesehatan, hingga konseling individual, dokter membantu mahasiswa memahami cara penularan HIV yang sebenarnya, pentingnya pemeriksaan dini, serta bagaimana menjaga perilaku seksual yang aman. Edukasi ini sangat penting mengingat survei nasional menunjukkan bahwa sebagian besar remaja dan mahasiswa masih memiliki pemahaman keliru tentang HIV, misalnya anggapan bahwa HIV dapat menular melalui berbagi alat makan atau kontak sosial biasa.

Prof. Zubairi Djoerban, ahli HIV/AIDS Indonesia, pernah menegaskan, “Pengetahuan yang salah adalah musuh utama penanganan HIV. Ketika mahasiswa memahami fakta medisnya, mereka otomatis akan lebih bijak dalam menjaga diri dan lingkungannya.”

Membuka Akses Tes dan Konseling HIV yang Aman dan Rahasia

Salah satu penghalang terbesar dalam deteksi dini HIV di kampus adalah rasa takut dan malu. Banyak mahasiswa yang ingin memeriksakan diri, tetapi khawatir identitasnya diketahui atau distigma oleh lingkungan sekitar. Peran dokter sangat dibutuhkan untuk menyediakan layanan tes HIV sukarela (VCT) yang menjaga kerahasiaan, disertai konseling sebelum dan sesudah tes.

Dokter kampus biasanya bekerja sama dengan puskesmas atau rumah sakit rujukan untuk membuka layanan pemeriksaan berkala, bahkan menghadirkan mobil VCT ke area kampus pada periode tertentu. Kehadiran dokter tidak hanya berfungsi sebagai pemeriksa, tetapi juga pemberi dukungan psikologis. Mereka memastikan mahasiswa yang menjalani konseling merasa aman, dihargai, dan tidak dihakimi.

Pendekatan empatik ini terbukti menjadi kunci keberhasilan banyak kampus dalam meningkatkan tingkat deteksi dini, yang pada akhirnya membantu memutus rantai penularan.

Menghapus Stigma Melalui Perspektif yang Manusiawi

Stigma masih menjadi “musuh tak terlihat” di lingkungan kampus. Banyak mahasiswa yang menganggap HIV sebagai penyakit yang identik dengan perilaku menyimpang, padahal secara medis HIV adalah infeksi yang dapat dialami siapa saja. Karena itu, peran dokter bukan hanya pada aspek klinis, tetapi juga membangun cara pandang yang manusiawi.

Dokter membantu mempromosikan bahwa orang dengan HIV (ODHIV) dapat hidup sehat, berkuliah, bekerja, dan bersosialisasi seperti biasa jika mendapatkan terapi antiretroviral (ARV) secara teratur. Dengan pandangan ini, kampus diharapkan menjadi tempat yang aman dan bebas diskriminasi.

Seperti dikatakan UNAIDS dalam laporan globalnya, “Stigma membunuh lebih cepat daripada virusnya.” Kutipan ini mengingatkan bahwa edukasi dan empati sama pentingnya dengan intervensi medis.

Pada akhirnya, dokter bukan hanya penyembuh, tetapi juga agen perubahan yang membantu mahasiswa melihat HIV dengan perspektif yang lebih ilmiah dan manusiawi. Dari kampus, perubahan cara pandang itu bisa mulai dibangun.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image