Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Resinta Pasaribu

Batik Okra: Cerita Pelestarian Budaya yang Berjalan Sendirian

Culture | 2025-11-17 06:48:04
Mahasiswa Universitas Airlangga mewawancarai Bapak Ridi Sulaksono selaku pendiri Kampung Wisata Batik Okra di kampung Kranggan Gg. VII, Kecamatan Bubutan, Surabaya sebagai salah satu bagian dari serangkaian kegiatan field study mereka terkait kearifan lokal.

Lahirnya Kampung Wisata Batik Okra diprakarsai atas tujuan menjaga kesejahteraan warga Kranggan di tengah peliknya roda perekonomian di masa pandemi COVID 19. Dengan mengandalkan dana APBD Kota Surabaya yang diterima melalui Kelurahan, pelatihan membatik batik Okra diselenggarakan untuk kali pertama. Setahun kemudian, kampung ini diresmikan sebagai Kampung Wisata Batik Okra oleh Walikota Surabaya, peresmian ini merupakan momentum yang melahirkan harapan hadirnya ruang tumbuh yang lebih baik untuk pelestarian budaya. Namun setelah seremoni itu berlalu, perjalanan batik Okra dihadapkan pada kenyataan yang kerap ditemui dalam dunia pelestarian budaya. Di saat komunitas Kampung Wisata Batik Okra terus berusaha mempertahankan tradisi, dukungan lanjutan yang diharapkan hadir malah tidak membersamai.

Meski demikian, kerbatasan seolah-olah tak mampu menghalangi Kampung Wisata Batik Okra untuk terus beradaptasi. Pendiri dan pembatik tak henti-hentinya mengupayakan agar batik Okra bisa diterima semua kalangan. Dengan kesediaan mendengar aspirasi dari pengunjung, batik Okra berhasil beradaptasi di tengah trend fashion dengan memodifikasi warna mengikuti selera pasar tanpa kehilangan nilai yang terkandung di dalamnya. Penyesuaian warna-warna cerah dan lembut pada kain batik Okra ini pun relevan dengan selera generasi muda.

Dalam mengelola kampung batik ini, Ridi Sulaksono mempunyai strategi tersendiri yang dinamainya sebagai ‘’Marketing 2M (Mahasiswa dan Media)’’. Pengunjung kampung ini umumnya berasal dari kalangan generasi Z dari berbagai kampus yang diantaranya termasuk mahasiswa Universitas Airlangga. Mahasiswa-mahasiswa inilah yang turut membantu memperkenalkan batik Okra dalam jangkauan yang lebih luas melalui media sosial dan kegiatan kolaboratif. Dalam strategi yang dianut oleh Ridi ini, mahasiswa dan media adalah dua elemen yang menjadi tumpuan utama promosi Kampung Wisata Batik Okra di tengah minimnya dukungan eksternal.

Namun, langkah adaptif ini tetap tak luput dari batas-batas yang sulit dilampaui jika tidak ada kebijakan yang berpihak. Berdasarkan penuturan salah seorang pengrajin, kendala lain yang dihadapi dalam pelestarian batik Okra berupa pemasaran digital yang belum dikelola secara profesional dan keterbatasan komunikasi dengan pengunjung mancanegara. Walau batik Okra sesekali hadir mengisi pameran dan beberapa kali kedatangan turis asing, kesempatan untuk lebih berkembang sulit diubah menjadi penguatan ekonomi atau keberlanjutan budaya jika tidak ada kemitraan institusional dan dukungan yang berkesinambungan. Mengusahakan promosi Kampung Wisata Batik Okra melalui media sosial memang patut diapresiasi, tetapi masih tidak cukup untuk membuka akses yang lebih luas.

Dalam hal inilah peran pemerintah dan pemangku kepentingan menjadi esensial. Pelestarian budaya sudah selayaknya tidak hanya bertumpu pada komunitas yang menjaganya. Keberlanjutan pelatihan membatik dapat disiasati dengan langkah-langkah seperti: memfasilitasi kemitraan dengan sektor pariwisata, menguatkan pemasaran digital, hingga menerapkan skema pendanaan kecil tetapi terencana yang memungkinkan Kampung Wisata Batik Okra tetap tumbuh tanpa harus bergantung pada swadaya semata. Kegiatan yang terlihat sederhana seperti kehadiran pemerintah dalam agenda budaya tahunan pun dapat memberi panggung konsisten bagi batik Okra untuk dikenal lebih luas lagi.

Pelestarian budaya adalah ruang perjumpaan antara masa lalu dan masa depan. Ia membutuhkan kreativitas warga, keterlibatan generasi muda, dan kebijakan yang memberinya ruang tumbuh. Batik Okra telah menunjukkan bahwa modal sosial itu hadir dalam bentuk ketekunan pengrajin batik, keterlibatan mahasiswa, dan jati *diri kampung yang kuat. Kini yang dibutuhkan adalah kebijakan yang membuat semangat itu tidak berjalan sendirian.

Jika Surabaya ingin mempertahankan identitas budaya batik Okra, pelestariannya harus dilihat sebagai tanggungjawab bersama. Sebab tradisi tidak akan bertahan hanya atas dasar cinta, tetapi ia akan bertahan ketika kita memilih bergandengan tangan untuk merawatnya bersama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image