Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image haura Insiyah

Jeratan Judol dan Pinjol di Kalangan Anak Muda

Guru Menulis | 2025-11-14 07:19:10

Oleh: Annisa Suangga

Diberitakan, seorang siswa SMP di Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta kecanduan bermain judi online hingga terlilit utang pinjaman online. (tirto.id, 29/10/2025). Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kulon Progo, Nur Hadiyanto, mengatakan, kasus ini terungkap karena ada laporan dari sekolah bahwa siswa tersebut tidak pernah masuk sekolah. (kompas.com, 29/10/2025).

Awalnya siswa tersebut mencoba game online, tetapi ternyata ada unsur judi di dalamnya. Ia pun kerap bermain judol tersebut hingga kecanduan. Untuk membayar judol, ia pinjam uang ke pinjol. Ia juga pinjam uang ke teman-teman sekolah demi bisa melunasi pinjol. Setelah utang pada temannya menggunung, ia tidak berani sekolah dan akhirnya membolos hingga sebulan lamanya. (muslimahnews.net, 7/11/2025).

Kasus pelajar di Kulon Progo itu hanya salah satu yang terungkap dari sekian banyak kasus yang tidak terungkap. Data demografi menunjukkan bahwa pemain judol usia di bawah 10 tahun mencapai 80 ribu anak (2% dari pemain). Adapun pemain usia 10—20 tahun sebanyak 440.000 (11%). (PPATK, 6/11/2023).

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI M. Y. Esti Wijayanti menilai munculnya kasus tersebut disebabkan oleh kesalahan pendidikan saat ini. Menurutnya, fenomena ini menunjukkan adanya krisis literasi digital serta lemahnya pengawasan sosial terhadap generasi muda di tengah derasnya arus digitalisasi. Oleh karena itu, kata Esti, keterlibatan anak-anak dalam praktik judi online tidak bisa dilihat sebagai kegagalan moral individu semata, tetapi juga sebagai konsekuensi dari sistem pendidikan yang belum adaptif terhadap tantangan digital. (kompas.com, 29/10/2025).

Jika diteliti, bagaimana judi online bisa menjerat kalangan pelajar? Ini karena konten judol menyisip ke situs-situs pendidikan, game online, dan media sosial. Pada tahun 2024, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menemukan ada 14.823 konten judol menyisip di situs lembaga pendidikan dan ada 17.001 konten menyisip di situs lembaga pemerintahan. Meski Kemkomdigi sudah melakukan take down hingga 10.000 konten judol setiap hari, konten judol masih bertebaran di berbagai situs web dan platform digital. (Komdigi, 22/5/2024). Karena itulah para pelajar bisa mengaksesnya dengan mudah secara sadar maupun tanpa sadar (pada awalnya).

Seperti halnya permainan judi konvensional, judi online-pun didesain sedemikian rupa agar para pemainnya menjadi ketagihan, ingin main lagi dan lagi. Pada awalnya, pemain akan dibuat senang karena diberi kesempatan menang oleh bandar. Pemain akan terus mencoba untuk menang. Padahal, kenyataannya sistem judol juga di-setting agar pemain kalah. Namun, setelah pemain ketagihan hingga kecanduan, mereka akan sulit untuk berhenti. Sedangkan, untuk mengakses situs judol, pemain akan membutuhkan uang untuk deposit/top up. Ketika kehabisan uang, maka cara yang paling cepat untuk mendapatkan uang adalah mengajukan pinjaman online (pinjol). Proses pengajuan pinjol yang sangat mudah meski bagi pemain pelajar sekalipun membuat pelajar leluasa mendapatkan uang dari pinjol. Lalu, uang dari pinjol akan didepositkan ke judol. Ketika pelajar kalah judol, mereka akan mengajukan pinjol kembali agar bisa terus bermain. Begitu seterusnya hingga hal ini terjadi berulang-ulang. Judol dan pinjol membentuk lingkaran setan yang terus berlangsung hingga generasi muda melakukan tindakan kriminal, seperti: pencurian, penipuan, bahkan bunuh diri.

Sampai di sini, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas terjeratnya generasi muda pada judol dan pinjol? Siapa yang seharusnya berperan menjadi benteng penjaga dan pelindung generasi? Apakah hanya individu/ orang tuanya saja? Atau dari sekolah dan lingkungan/ masyarakatnya saja? Bagaimana dengan peran negara? Dari fenomena lingkaran setan ini menunjukkan adanya disfungsi dalam pengawasan orang tua dan sekolah/ masyarakat terhadap anak dan lemahnya peran negara dalam menutup dan memberantas situs-situs judol dan pinjol.

Sementara pendidikan karakter dan literasi digital saja rasanya belum mampu membentengi masalah ini karena tidak berakar dari pemahaman yang kukuh, yaitu akidah. Padahal, penyebab maraknya judol di tengah masyarakat sejatinya karena kerusakan cara berpikir yang ingin serba instan; mencari jalan cepat untuk kaya tanpa kerja keras. Pola pikir ini tumbuh subur karena sistem pendidikan dan sosial hari ini lebih menonjolkan kesuksesan materi daripada nilai moral dan spiritual. Lebih dalam lagi, akar permasalahannya adalah ideologi sekuler kapitalisme yang menjadikan keuntungan materi sebagai ukuran utama dalam hidup, sedangkan halal-haram (aturan agama) diabaikan. Praktek haram seperti judol dan pinjol dianggap sah sepanjang memberi keuntungan, baik bagi bandar maupun bagi negara melalui pajak.

Pada akhirnya, negara dalam sistem sekuler kapitalisme hanya berperan sebagai regulator, yaitu pembuat regulasi, bukan pelindung rakyat. Setelah regulasi dibuat, seolah-olah tugas negara sudah cukup, dengan pelaksanaan yang jauh dari harapan, pemberantasan judol dan pinjol pun tidak ditangani dengan serius. Maka selama sistem kapitalisme masih diterapkan, judol dan pinjol akan terus merajalela dan generasi yang menjadi korbannya.

Sedangkan Islam dengan tegas mengharamkan segala bentuk perjudian. Larangan ini dinyatakan secara jelas dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. (Q. S. Al Maidah (5): 90)

Berdasarkan ayat ini, segala bentuk judi hukumnya haram, baik online maupun offline. Allah Ta’ala juga berfirman,

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

“Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(QS Al-Baqarah [2]: 275).

Berdasarkan ayat ini, pinjol pun hukumnya haram. Baik pinjol legal maupun ilegal hukumnya sama-sama haram karena sama-sama mengandung riba.

Sebagai suatu keharaman, maka individu, sekolah/ masyarakat, dan negara akan memandang bahwa judol dan pinjol adalah hal yang tidak boleh dibiarkan ada, apalagi sampai merajalela.

Untuk membentuk kesadaran akan keharaman judol dan pinjol, diperlukan peran negara yang secara serius mewujudkannya di tengah masyarakat. Negara dalam Islam akan menerapkan sistem yang mampu membentuk generasi yang bertaqwa dan berkepribadian Islam, yaitu dengan mewujudkan sistem pendidikan Islam.

Penerapan sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam sangat penting untuk diwujudkan agar pelajar punya arah yang jelas dalam bertindak. Pemahaman yang kukuh dan mengakar akan membekas pada akal dan jiwa mereka sehingga tidak hanya sebatas pengetahuan tanpa penerapan.

Langkah selanjutnya, negara wajib menutup akses judi dalam bentuk apapun dan memberi sanksi tegas bagi pelaku, baik itu bandar judol, pemilik usaha pinjol (legal maupun ilegal), masyarakat serta aparat negara yang terlibat judol dan pinjol. Sanksi bagi pelaku dan bandar judi adalah takzir. Syekh ‘Abdurrahmān al-Mālikī menjelaskan secara khusus jenis sanksi takzir yang terkait judi, baik bagi pemain maupun bandar judi, yaitu,

كُلُّ مَنْ مَلَكَ ماَلاً بِعَقْدٍ مِنَ الْعُقُوْدِ الْباَطِلَةِ وَهُوَ يَعْلَمُ، يُعاَقَبُ بِالْجِلْدِ وَالسِّجْنِ حَتىَّ سَنَتَيْنِ

“Setiap orang yang memiliki harta dengan satu akad dari berbagai akad yang batil, sedangkan ia mengetahui maka dia dihukum dengan hukuman cambuk (maksimal sepuluh kali cambukan) dan dipenjara hingga 2 (dua) tahun.” (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, Nizhām al-‘Uqūbāt, hlm. 99).

Demikianlah Islam memberi solusi yang menyeluruh untuk melindungi generasi dari jeratan judol dan pinjol. Dengan demikian, akan terwujud generasi yang cemerlang demi menyongsong masa depan gemilang. Wallahu ‘alam bisshawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image