Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Riki Bramandita

Melindungi Masa Depan Bangsa: Realitas Hak Asasi Anak di Indonesia

Hukum | 2025-11-13 21:40:30

Anak-anak adalah aset paling berharga sebuah bangsa. Mereka bukan hanya harapan, tapi juga tanggung jawab semua pihak dalam menjaga hak-hak mereka agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Hak asasi anak adalah hak-hak fundamental yang melekat sejak mereka lahir, meliputi hak hidup, hak mendapatkan perlindungan, hak atas pendidikan, kesehatan, hingga kebebasan berekspresi dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

Penyuluhan Hak Asasi Manusia di SMAN 48 Jakarta

Menurut konvensi internasional dan hukum nasional Indonesia, setiap anak berhak menerima perlindungan khusus dan kesempatan yang sama untuk berkembang, tanpa diskriminasi. Anak-anak lebih rentan dibandingkan orang dewasa karena keterbatasan fisik dan psikologis, terbatas dalam memahami dan merespon bahaya, potensi mengalami kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, serta ketergantungan kepada orang dewasa untuk pemenuhan kebutuhan dasar seperti kesehatan, gizi, air bersih dan tempat tinggal. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi bangsa ini untuk mewujudkan hak-hak tersebut secara menyeluruh.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah anak di Indonesia mencapai 79,48 juta jiwa pada tahun 2024, atau mencakup 29,15% dari total penduduk. Ini menegaskan pentingnya perhatian khusus terhadap kesejahteraan mereka sebagai generasi penerus bangsa. Namun data (SIMFONI PPA) kasus kekerasan terhadap anak yang tercatat masih mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2025, kasus kekerasan meningkat signifikan dengan 586 kasus tercatat sampai September, yang mayoritas adalah kekerasan seksual (56,9%) dan kekerasan fisik (25,8%). Korban terbanyak adalah anak perempuan dan kelompok usia anak-anak. Kondisi ini mencerminkan betapa rentannya anak-anak terhadap pelanggaran hak asasi mereka di lingkungan keluarga maupun sosial.

Pemenuhan hak anak pun belum optimal. Indeks Hak Asasi Anak versi Kids Right Index tahun 2025 menunjukkan skor Indonesia di 0,654 dan menempati peringkat ke-103 Global. Dalam menilai penerapan hak asasi anak, Kids Right Index menggunakan lima domain utama yakni penerapan hak untuk hidup, hak untuk sehat, hak terhadap pendidikan, hak untuk dilindungi, serta penciptaan lingkungan untuk mengamalkan hak asasi anak. Domain pertama sampai keempat dinilai dalam rentang 0,01 hingga 1, sedangkan domain terakhir dinilai dari rentang skor 1-5.

Capaian terbaik diantara beberapa aspek pada domain perlindungan anak, yakni 0,832. Namun skor pada domain hak hidup 0,737, kesehatan 0,760, dan pendidikan masih perlu banyak perbaikan 0,769. Pencapaian ini menempatkan Indonesia di peringkat menengah dalam konteks ASEAN dan Global.

Tantangan Pemenuhan Hak Anak

Salah satu tantangan utama adalah pemenuhan identitas hukum anak. Data (Laporan Tahunan KPAI, 11 Februari 2025) menunjukkan masih banyak anak yang belum memiliki akta kelahiran dan dokumen identitas resmi, yang menghambat akses mereka keberbagai layanan dasar, termasuk pendidikan dan kesehatan. Hal ini lebih kentara terjadi di daerah 3T (tertinggal, terluar, dan terpencil), khususnya Papua, yang bahkan menunjukkan penurunan pemenuhan identitas anak dari tahun ke tahun.

Masalah lain yang sangat serius adalah tingginya angka perkawinan anak. Data BPS 2023 menunjukkan bahwa sekitar 8,06% perempuan berusia 20-24 tahun telah menikah sebelum usia 18 tahun. Perkawinan anak memutuskan masa anak-anak dan membebani mereka dengan tanggung jawab dewasa yang sangat dini. Hal ini sangat berisiko bagi kesehatan fisik dan mental mereka serta masa depan pendidikan dan perlindungan mereka sebagai anak.

Anak-anak juga menghadapi risiko berhadapan dengan hukum yang belum sepenuhnya mendapat perlindungan sesuai Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Meskipun UU SPPA memberikan hak perlindungan khusus termasuk diversi dan pendekatan restoratif, praktik penahanan anak masih tinggi dan banyak putusan pidana yang belum mengutamakan pemulihan anak.

Kritik Pelaksanaan Kebijakan Hak Anak

Kendati berbagai regulasi dan perlindungan hukum telah disusun, implementasi di lapangan masih menemui banyak hambatan. Pelaporan kasus kekerasan anak masih minim karena rasa takut dan stigma, serta keterbatasan fasilitas pendukung seperti unit pelayanan terpadu perlindungan anak (UPTD PPA) di berbagai daerah. Keterbatasan ini menghambat perlindungan dan pemulihan korban.

Selain itu, masalah pemberlakuan hukum anak yang lebih humanis dan rehabilitatif belum sepenuhnya terwujud. Banyak anak yang dipenjara daripada mendapat alternatif diversi atau program pemulihan, akibat kurangnya sosialisasi dan dukungan aparat penegak hukum. Hal ini memperlihatkan perlunya pelatihan lebih intensif dan penataan sistem peradilan anak yang berfokus pada hak-hak anak.

Dalam ranah pendidikan, tingginya jumlah anak putus sekolah disebabkan oleh faktor ekonomi, budaya, dan pengaruh perkawinan dini. Ini berdampak negatif pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang akan datang.

Harapan dan Arah Kebijakan

Memajukan perlindungan dan pemenuhan hak anak membutuhkan sinergi kuat antara pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan sektor swasta. Penyediaan layanan yang ramah anak, penguatan kepastian hukum, dan pemberdayaan keluarga serta komunitas harus menjadi fokus utama.

Perlu diperkuat pula upaya preventif melalui pendidikan hak anak sejak dini untuk membangun budaya penghormatan terhadap hak asasi. Penanganan kasus kekerasan anak harus menjadi prioritas dengan pendekatan holistik mulai dari pelaporan, pemberiaan layanan psikososial, hingga rehabilitasi yang berkelanjutan.

Pemerintah perlu lebih serius menjamin akses anak terhadap akta kelahiran dan dokumen kependudukan agar tidak kehilangan hak-haknya sejak awal kehidupan. Pelaksanaan UU SPPA harus diperkuat dengan regulasi pendukung dan peningkatan kapasitas seluruh aparat penegak hukum serta fasilitas pendukungnya.

Melindungi hak anak adalah investasi masa depan bangsa Indonesia. Kegagalan melindungi hak-hak mereka sama dengan menggagalkan potensi generasi emas yang seharusnya menjadi motor kemajuan negara. Oleh karena itu, langkah konkrit demi terwujudnya perlindungan anak yang menyeluruh dan berkelanjutan bukan saja menjadi kewajiban negara, tetapi juga tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat Indonesia, seperti yang diamanatkan Konstitusi Pasal 28B ayat (2) UUD NRI 1945 “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” jo. Pasal 52 ayat (1) UU No. 39/1999 tentang HAM “Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara”.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image