Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nurlaili Azhaliatul Yasmin

Mengapa Timor Timur Memilih Merdeka? Menelusuri Jejak Sejarah Integrasi yang Gagal

Sejarah dunia | 2025-11-12 11:00:29

Sebuah kontroversi yang saat ini senyap hilang, tidak banyak masyarakat Indonesia ketahui apa yang sebenarnya terjadi kepada Timor Timur pada zaman dahulu? Sebuah daerah yang dulunya menjadi bagian Negara Indonesia dan telah berdiri menjadi negaranya sendiri yang sering kita kenal namanya dengan Timor Leste. Sejarah Timor Timur menyimpan banyak kisah menyedihkan sekaligus pelajaran berharga bagi bangsa kita. Mereka mengupayakan tercapainya kemerdekaan dan kebebasan dengan cara memisahkan diri dari Indonesia. Kondisi tersebut menimbulkan kekecewaan bagi negara kita dan mendorong upaya untuk tetap mempertahankan wilayah itu. Namun, upaya tersebut tidak mudah untuk dilakukan dan berakhir dengan Indonesia harus melepaskan wilayah Timor Timur.

(Sumber: Watchdoc Documentary, "Ingatan dari Timor (trailer)", 2025)

Timor Timur berhasil memisahkan diri dari Negara Indonesia pada tanggal 30 Agustus 1999 dan menjadi negara sendiri. Peristiwa tersebut dimulai dari munculnya Bangsa Portugis di pulau Timor Timur. Mereka berhasil menguasai secara penuh sistem perekonomian dengan upaya menghancurkan seluruh kerajaan pada wilayah Timor Timur, akibat ketakutan terhadap kekuasaan Belanda. Kolonialisme berlangsung selama periode yang cukup panjang dan banyak memberikan dampak di segala aspek. Ketika Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya, Timor Timur masih berada dalam perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan. Melalui pengesahan Undang-Undang No. 7 tahun 1976, status Timor Timur ditetapkan sebagai salah satu provinsi di Indonesia, mulai timbul beragam bentuk pertentangan. Banyak dilakukan pembangunan di wilayah Timor Timur, seperti infrastruktur jalan untuk mempermudah proses mobilitas dengan penjagaan yang ketat guna menertibkan masyarakat (Liani et al., 2024).

Menurut pernyataan (Sabana et al., 2025), setelah wilayah Timor Timur resmi menjadi bagian dari Indonesia, muncul sejumlah komunitas politik, termasuk FRENTILIN (Frente Revolucionaria de Timor-Leste Independente) yang memproklamasikan kemerdekaan wilayah Timor Timur pada tanggal 28 November tahun 1975, serta UDT (Uniao Democratica Timorense) yang semula sebagai pendukung kekuasaan Portugal namun kemudian mengubah sikapnya dengan mendukung Indonesia, sementara APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) sejak awal berdiri telah mengusung tujuan untuk penyatuan dengan negara Indonesia. Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, timbul kekhawatiran terhadap independensi Timor Timur yang dapat menimbulkan penyebarluasan paham-paham komunisme dan memicu aksi pemisahan diri pada beberapa wilayah di Indonesia. Operasi Seroja tepat dilaksanakan pada tanggal 7 Desember 1975 merupakan bentuk tindakan tegas pada kala itu.

Sejak dimulainya operasi tersebut, Indonesia mengirimkan pasukannya menuju Kota Dili yang menjadi ibu kota wilayah Timor Timur untuk menyerang kelompok FRETILIN, sehingga mampu mengambil alih sebagian wilayah. Dampak dari invasi yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia memperoleh kritikan dari dunia internasional karena dianggap telah melanggar hak asasi manusia (HAM). Penduduk Timor Timur telah menghadapi berbagai bentuk kejahatan, termasuk disiksa, dibunuh, dan diusir secara paksa. Adapun puncaknya terjadi pada peristiwa Pembantaian Santa Cruz pada tanggal 12 November 1991 yang menimbulkan trauma mendalam, serta kebencian kepada Negara Indonesia. Pasukan Indonesia meluncurkan tembakan kepada para demonstran dalam upacara peringatan yang berlokasi di pemakaman Santa Cruz, Kota Dili (Sabana et al., 2025). Kisah kelam ini juga sudah terangkum dalam sebuah film dokumenter karya Watchdoc yang berjudul “Ingatan dari Timur”. Mayoritas masyarakat Indonesia kurang mengetahui tentang fakta-fakta mengenai perjuangan Timor Timur dalam memperoleh kemerdekaan.

(Sumber: Watchdoc Documentary, "Ingatan dari Timor (trailer)", 2025)

Runtutan kontroversi yang terjadi antara Indonesia dengan Timor Timur tidak berhenti sampai di situ, rasa dendam kecewa masyarakat Timor Timur masih terus melekat hingga saat ini. Berdasarkan (Kurnia et al., 2021), permasalahan mengenai batas wilayah menjadi penyebab terjadinya konflik. Timor Timur baru dinyatakan merdeka pada tanggal 20 Mei 2002 dan berhasil mendirikan negaranya sendiri dengan nama Timor Leste. Bahkan hingga saat ini Negara Indonesia dan Timor Leste masih memperebutkan batas wilayah laut dengan besarnya potensi sumber daya, seperti minyak dan gas alam. Selain itu, menurut (Fiizha, 2021) menyebutkan dalam artikelnya bahwa, terjadi juga perebutan batas wilayah darat antara dua negara. Sengketa tersebut disebabkan oleh adanya perjanjian adat pada zaman dahulu dan belum teratasi hingga saat ini.

Sejak zaman Orde Baru ketika Presiden Soeharto memimpin, telah terjadi berbagai perselisihan dan konflik antara Negara Indonesia dan Timor Leste. Permasalahan tidak dapat terselesaikan dan berlanjut hingga masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie yang diharapkan dapat diselesaikan selama beliau menjabat (Ngenget & Jaya, 2023). Indonesia menjadi perhatian dunia akibat tindakan negatif yang dilakukan pada kala itu. Hal tersebut kita amati dari peristiwa Pembantaian Santa Cruz yang dimana banyak sekali pelanggaran HAM yang terjadi, sehingga menjadikan masalah integrasi kedua negara tetap belum menemukan sebuah titik terang, bahkan sampai Negara Timor Leste berhasil meraih kemerdekaannya.

Berdasarkan pertentangan sejarah Timor Timur ini banyak hal yang dapat kita jadikan pembelajaran, bahwa kemerdekaan itu harus diperjuangkan. Penyelesaian integrasi antara kedua negara memang membutuhkan waktu yang sangat lama. Proses perdamaian dari kedua belah pihak untuk saling menerima apa yang terjadi di masa lalu menjadi sejarah menyedihkan bagi kedua belah pihak baik Negara Indonesia atau Timor Leste sendiri. Kisah pelanggaran hak asasi manusia yang pernah dilakukan oleh Indonesia juga perlu menjadi pelajaran penting bahwa, upaya dalam memecahkan masalah tidak selalu dengan tindakan kekerasan apabila langkah perdamaian masih dapat diupayakan. Oleh karena itu, jadikan sebuah sejarah sebagai pembelajaran bagi kita untuk tidak akan mengulangi sejarah yang sama dan jangan pahami sejarah hanya dari satu sudut pandang untuk mengetahui sejarah yang sebenarnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image