Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Angelita

HAM di Era Digital: Antara Kesadaran dan Simbol bagi Gen Z

Pendidikan dan Literasi | 2025-10-25 21:17:35

Di era digital saat ini, banyak generasi z tumbuh dengan informai informasi yang begitu luas, isu isu terkait keadilan, kebebasan berpendapat hingga intoleransi menjadi topik yang sering bermuculan di lini masa media sosial. Banyak anak anak muda yang menyuarakan "save human right" atau "stop oppression" melalui unggahan dan tagar.

Namun, muncul pertanyaan:

Apakah semua itu benar-benar lahir dari kesadaran mendalam tentang HAM, atau hanya menjadi simbol digital yang ramai sesaat di dunia maya?

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang melekat pada setiap manusia semata-mata karena ia adalah manusia, bukan karena status kewarganegaraan atau hal lainnya. Hak ini adalah anugerah yang melekat sejak lahir dan tidak bisa dicabut oleh siapa pun, termasuk negara, hukum, pemerintah, dan orang lain, serta wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi. HAM bersifat universal (berlaku untuk semua orang) dan mencakup hak-hak paling mendasar seperti hak untuk hidup hingga hak-hak yang membuat hidup layak seperti pangan, pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan.

Seperti yang sudah kita ketahui generasi z dikenal sebagai generasi digital yang cepat merespons isu isu sosial seperti kesetaraan gender, lingkungan hidup, kesehatan mental, serta kedilan sosial. Namun di sisi lain, sebagian dari mereka hanya ikut serta tanpa memahami konteks yang sebenarnya. Misal, banyak yang menyebarkan isu pelanggaran HAM di luar negri, tetapi abai terhadap masalah HAM yang terjadi di linkungan sekitarnya, seperti perundungan di sekolah, ketidakadilan gender serta komentar jahat di media sosial.

Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh kasus tragis seorang mahasiswa di Bali yang ditemukan meninggal dunia setelah diduga mengalami perundungan (bullying) di kampusnya. Kasus ini menjadi sorotan nasional karena memperlihatkan bahwa pelanggaran HAM bisa terjadi di ruang pendidikan tempat yang seharusnya aman untuk belajar dan berkembang.

Penyelidikan masih berlangsung, namun kasus ini sudah cukup menggambarkan lemahnya kesadaran akan hak asasi, bahkan di lingkungan akademik. Tragedi tersebut mengingatkan kita bahwa hak untuk hidup aman, dihormati, dan bebas dari kekerasan adalah bagian dari hak asasi manusia yang paling dasar.

Kasus itu menjadi refleksi penting bahwa perundungan dan kekerasan sosial bukan hanya persoalan moral, tetapi juga bentuk pelanggaran HAM. Di era digital, kekerasan bisa muncul lewat komentar, ejekan, dan tekanan sosial di dunia maya. Karena itu, generasi muda harus lebih bijak menggunakan teknologi menjadikannya alat untuk membela kemanusiaan, bukan menyakiti.

Seperti semangat Munir Said Thalib, tokoh pejuang HAM Indonesia, perjuangan menegakkan hak asasi manusia tidak cukup hanya dengan suara dan simbol, tetapi dengan keberanian dan tindakan nyata.

Era digital memberi peluang besar bagi Generasi Z untuk menyebarkan kesadaran HAM. Namun, tanpa aksi nyata, semua itu hanya akan menjadi simbol kosong.

Sudah saatnya Generasi Z berani melangkah lebih jauh tidak hanya menjadi penonton digital, tetapi pelaku perubahan sosial yang benar-benar menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.Di era digital

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image