Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Verrel Efraim Imanuel Setiono

Ironi Kekayaan Indonesia: Negara Kaya, Pendidikan Mahal, Rakyat Terjerat Lingkaran Kemiskinan

Lain-Lain | 2025-12-10 04:30:03
Pemenuhan HAM sektor edukasi bagi seluruh lapisan masyarakat masih menghadapi tantangan serius!

Kekayaan yang Terperangkap dalam ‘Kesia-siaan Potensial’

Dari Sabang sampai Merauke, kekayaan Indonesia seolah tidak terbatas, baik itu dalam aspek budaya, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan lain sebagainya. Namun, berbagai macam kekayaan yang seharusnya dapat mendongkrak pertumbuhan dan pembangunan ekonomi lokal justru menjadi sebuah kesia-siaan.

Kita sebagai anak bangsa belum benar-benar paham akar problematika yang ada untuk merumuskan solusi konkret demi memantik bara api perekonomian domestik kita. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai macam tantangan ekonomi lokal saat ini, misalnya:

1. Perekonomian Indonesia yang tergolong lemah, yakni di tingkat lower middle dengan PDB sebesar 1.396 triliun USD per 2024 (World Bank), sangat jauh dengan standar negara maju yang memerlukan lebih dari 13 triliun USD dalam setahun.

2. Produktivitas dan inovasi kita yang masih rendah dengan mayoritas surplus neraca perdagangan barang mentah, bukan barang jadi dengan nilai tambah yang lebih tinggi (CNBC Indonesia).

3. Angka pengangguran yang masih tinggi bahkan mencapai angka 7,28 juta orang per Februari 2025 (Badan Pusat Statistik).

4. Tingkat ketimpangan ekonomi yang masih belum berhasil ditekan ke level terendah yang masih berada di level 0,375 dalam gini ratio pada Maret 2025 (Badan Pusat Statistik).

Ancaman Nyata Kedaulatan Ekonomi

Ini penting untuk diperhatikan karena kalau Indonesia sampai gagal mempertahankan kedaulatan ekonominya, dampaknya akan bersifat destruktif baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, pembangunan akan stagnan dan negara kehilangan daya saingnya. Secara eksternal, kepercayaan global terhadap Indonesia bisa runtuh akibat ketidakmampuan kita dalam menjaga stabilitas ekonomi.

Ini semua dapat kita lihat dalam krisis moneter 1998 di Indonesia. Saat itu Indonesia jatuh karena terlalu bergantung pada utang luar negeri dan ekspor mentah. Kemudian, dapat dilihat dalam kasus Sri Lanka yang pada saat itu negara tersebut gagal menjaga kepercayaan global. Sri Lanka berutang besar untuk pembangunan infrastruktur, tetapi terjadi gagal bayar karena cadangan devisanya habis. Akibatnya, Sri Lanka kehilangan kendali atas pelabuhan dan aset strategisnya.

Akar Masalah Fundamental: Kegagalan di Sektor Edukasi

Jika ditelusuri lebih dalam, akar problematika yang sudah disebutkan sebelumnya sangat erat kaitannya dengan HAM yang belum sepenuhnya terpenuhi, terutama dalam sektor edukasi. Sektor edukasi yang merupakan bagian dari HAM itu sendiri sangat memengaruhi terpenuhinya HAM masyarakat suatu bangsa, yang tentunya memengaruhi kemajuan perekonomiannya juga.

Sektor edukasi menentukan sejauh mana sebuah bangsa mampu berpikir kritis, rasional, dan produktif. Dengan kata lain, kualitas pendidikan akan sangat menentukan arah kemajuan ekonomi suatu negara. Peran edukasi dapat dilihat secara akademis dan juga nonakademis seperti pendidikan moral dan etika. Namun, saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memperoleh edukasi secara mumpuni. Hal tersebut menimbulkan tantangan baik secara akademis dan juga nonakademis.

Tantangan akademis terbukti dengan rendahnya kemampuan masyarakat untuk berpikir logis, rasional, dan objektif. Ini dibuktikan dengan rendahnya tingkat literasi, skor PISA, dan rata-rata IQ di Indonesia. Lalu secara nonakademis adalah masih banyaknya masyarakat yang bersikap egois, nirempati, dan apatis. Ini dibuktikan dengan banyaknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Lingkaran Setan: Ketika Akal dan Moral Terganggu

Hal-hal di atas akhirnya menghambat produktivitas dari berbagai macam sektor HAM, seperti:

1. Kesehatan: Akses kesehatan yang tidak memadai dapat membuat masyarakat mudah terserang penyakit fatal, yang pada akhirnya mengganggu produktivitas.

2. Kebudayaan: Membuat masyarakat tidak mampu mengkritisi ‘budaya buruk’, yang secara tidak langsung menghambat produktivitas.

3. Berpolitik: Praktik penyalahgunaan wewenang sangat merugikan sipil dan negara, dan secara langsung menurunkan produktivitas.

4. Dan lain-lain.

Pada akhirnya, masalah-masalah tersebut memengaruhi perekonomian domestik secara negatif. Rantai masalahnya adalah: Produktivitas yang terganggu menyebabkan perputaran ekonomi melambat dan pertumbuhan ekonomi stagnan. Kondisi ini memicu efisiensi berskala makro, yang berdampak pada naiknya angka pengangguran. Tingginya pengangguran melemahkan daya beli dan mengganggu konsumsi, sehingga lingkaran setan ini terus terulang kembali.

Strategi Perbaikan Fundamental

Tentunya banyaknya problematika yang sudah disebutkan sebelumnya menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia terbilang sangat kompleks karena berbagai faktor multidimensi dalam lingkup universal. Untuk menghadapi semua tantangan tersebut, terdapat solusi konkret yang akan saya jabarkan menjadi tiga berdasarkan periode waktunya. Solusi tersebut berorientasi dengan human capital theory yang berfokus dengan investasi dalam pendidikan, pelatihan, dan pengembangan keterampilan tenaga kerja.

Pertama, solusi jangka pendek (dampak dirasakan dalam 1 tahun), seperti: kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan kebijakan perdagangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran kebijakan pemerintah dan bank sentral dalam menjaga dan mendukung stabilitas, pertumbuhan, dan pembangunan ekonomi memiliki dampak yang signifikan. Mereka memiliki peran krusial untuk menghadapi fluktuasi perekonomian dalam jangka pendek dan mencegah serta menangani krisis ekonomi yang sedang/akan dihadapi. Tanpa perekonomian yang stabil, akan sulit untuk melaksanakan tahapan solusi berikutnya.

Kedua, solusi jangka menengah (dampak dirasakan dalam 1~10 tahun), seperti: pembangunan lapangan kerja serta pelatihan dan pengembangan tenaga kerja. Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDM sudah pasti membutuhkan lapangan kerja yang kaya pula untuk penyerapannya, apalagi Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi, yakni sebuah kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dari jumlah penduduk usia nonproduktif (15 tahun dan di atas >64 tahun). Tetapi, penyerapan tenaga kerja yang tinggi tanpa disertai peningkatan kualitas SDM juga dengan sendirinya sia-sia. Maka dari itu, pelatihan dan pengembangan tenaga kerja sangat diperlukan.

Ketiga, solusi jangka panjang (dampak dirasakan dalam >10 tahun), seperti: pemenuhan HAM secara signifikan terutama pendidikan. Dampak dari pemenuhan HAM terutama dalam sektor edukasi memerlukan waktu yang panjang karena prosesnya yang bersifat bertahap. Dalam prosesnya yang panjang, kita harus berhati-hati karena jika sampai terjadi kesalahan akan lebih sulit dicegah. Dengan kedua solusi sebelumnya, yaitu stabilitas ekonomi serta peningkatan kuantitas dan kualitas SDM, maka diharapkan akan menjadi modal untuk membantu pemenuhan HAM yang akan memicu perbaikan berkelanjutan khususnya dalam perekonomian kita.

Penutup

Tiga langkah strategis ini, terutama investasi fundamental pada pendidikan yang sedemikian rupa adalah modal utama kita. Mari bersama-sama jangan takut mengambil langkah berani untuk menyejahterakan Indonesia. Fortune favors the bold.

Verrel Efraim Imanuel Setiono,

Mahasiswa S1 FEB Universitas Airlangga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image