Manisnya Pertemanan, Pahitnya Gula: Pengaruh Teman Sebaya terhadap Kebiasaan Konsumsi MBDK pada Remaja
Gaya Hidup | 2025-11-10 08:05:21Coba ingat kembali, kapan terakhir kali kamu meneguk minuman manis dalam kemasan seperti teh botol, kopi susu kekinian, atau minuman energi siap saji? Rasanya yang manis dan segar memang sulit ditolak, apalagi saat cuaca panas dan tubuh lelah setelah seharian beraktivitas. Tanpa sadar, kebiasaan ini telah menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari, terutama di kalangan remaja.
Padahal, Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) mengandung gula dan kalori yang cukup tinggi. Jika dikonsumsi secara berlebihan, MBDK dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan berkontribusi terhadap munculnya berbagai penyakit kronis seperti obesitas dan diabetes. Tak heran, Indonesia kini menempati peringkat ketiga tertinggi dalam konsumsi minuman manis di kawasan Asia Tenggara.
Namun, dibalik kebiasaan tersebut, para peneliti menemukan bahwa kebiasaan ini tak sepenuhnya muncul dari keinginan pribadi. Sebuah penelitian dilakukan oleh Fawziya dkk pada tahun 2024 tentang Hubungan antara Peran Teman Sebaya dan Paparan Media Sosial dengan Tingkat Konsumsi Minuman Berpemanis pada Remaja menunjukkan hasil bahwa lebih dari setengah responden (54,3%) memiliki tingkat konsumsi minuman berpemanis yang tinggi, dan 55,7% di antaranya mengaku terpengaruh oleh teman sebayanya.
Temuan ini sejalan dengan hasil riset Pamarta dkk (2022) tentang Relationship between Peer Influence and Consumption of Sugar-Sweetened Beverages in Adolescents yang menyoroti bahwa teman sebaya merupakan faktor paling berpengaruh terhadap kebiasaan konsumsi minuman berpemanis (Sugar-Sweetened Beverages) di kalangan remaja. Dengan kata lain, perilaku minum manis sering kali bukan hanya karena rasa, tetapi juga karena pengaruh lingkungan sosial di sekitar mereka.
Mengapa Remaja Mudah Terpengaruh?
Remaja merupakan kelompok usia yang sedang mencari jati diri. Pada masa ini, mereka cenderung menjadikan teman sebaya sebagai acuan dalam berpikir dan berperilaku. Ketika satu teman membeli minuman manis kekinian, teman lain mungkin ikut membeli bukan karena haus, tetapi agar tidak merasa “beda” dari kelompoknya. Kecenderungan seseorang meniru perilaku kelompoknya agar diterima disebut konformitas teman sebaya (peer conformity).
Penelitian oleh Wang dkk pada tahun 2022 menunjukkan bahwa remaja yang sering berinteraksi dalam kelompok yang sering mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan, memiliki risiko empat kali lebih besar untuk mengonsumsi MBDK setiap hari dibandingkan mereka yang tidak. Pengaruh sosial yang kuat membentuk perilaku tidak sehat bisa menyebar dengan cepat, seolah menjadi “tren pertemanan”
Dampak Kesehatan di Balik Rasa Manis
Berbagai jenis MBDK dapat mengandung 20 hingga 30 gram gula, atau setara dengan dua sampai tiga sendok makan. Kandungan gula yang tinggi membuat tubuh cepat “kenyang energi”, tapi sebenarnya menipu karena tidak memberikan rasa kenyang. Akibatnya, remaja bisa mengonsumsi lebih banyak kalori tanpa disadari. Gula dalam jumlah tinggi dapat meningkatkan kadar gula darah secara cepat. Jika terjadi berulang kali, tubuh akan kesulitan mengatur kadar gula, yang berujung pada resistensi insulin penyebab utama diabetes tipe 2.
Tak berhenti di situ. Kandungan gula berlebih dalam MBDK juga berkontribusi pada peningkatan berat badan dan obesitas. Laporan World Health Organization (WHO, 2023) menyebutkan bahwa remaja yang rutin mengonsumsi minuman berpemanis memiliki risiko 26% lebih tinggi mengalami obesitas dibandingkan yang jarang mengonsumsinya.
Selain itu, sebagian besar minuman manis dalam kemasan mengandung fruktosa, yaitu jenis gula sederhana yang diolah langsung oleh hati. Saat jumlah gula yang masuk terlalu banyak, maka hati akan kesulitan memprosesnya. Dan apabila berlangsung secara terus-menerus bisa menyebabkan terjadinya penyakit hati berlemak.
Pertemanan Menjadi Kekuatan Untuk Hidup Lebih Sehat
Jika teman sebaya bisa memengaruhi kebiasaan tidak sehat, maka mereka juga bisa menjadi kekuatan untuk perubahan perilaku positif. Remaja cenderung lebih mudah meniru contoh baik dari teman dibandingkan nasihat dari orang dewasa. Karena itu, pendidikan teman sebaya (peer education) menjadi strategi efektif untuk membangun kebiasaan hidup sehat di kalangan remaja.
Langkah sederhana seperti mengganti satu minuman manis dengan air putih setiap hari mungkin terlihat kecil, tetapi dampaknya besar jika dilakukan secara konsisten. Ketika satu orang memulai, teman lain akan mengikuti, dan perlahan terbentuklah budaya hidup sehat di lingkungan pertemanan.
Sekolah dan komunitas remaja dapat memulai inisiatif positif seperti kampanye “No Sugar Week”, menyediakan air putih gratis, atau lomba membuat infused water yang menyegarkan. Dari sinilah, pertemanan bisa menjadi sarana membangun gaya hidup yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Pertemanan Sehat, Hidup Lebih Manis
Pertemanan sejati tak selalu diukur dari seberapa sering kita ikut tren yang sama, melainkan seberapa jauh kita saling menjaga. Menikmati minuman manis perlu dibatasi agar tidak menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang.
Remaja bisa tetap menikmati momen kebersamaan tanpa harus bergantung pada rasa manis dari gula. Dengan saling mengingatkan dan memberi contoh, teman sebaya justru dapat menjadi agen perubahan menuju gaya hidup yang lebih sehat. Gaya hidup sehat tidak harus dimulai dari hal besar, cukup dari satu langkah kecil yang terkadang, langkah itu bisa dimulai dari ajakan seorang teman.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
