Negaranya Kaya Tapi Rakyatnya Tak Berdaya, Apa Sebabnya?
Ekonomi Syariah | 2025-11-10 07:38:18
Indonesia adalah negara yang kaya raya. Kekayaan yang melimpah ruah di daratan dan lautan. Di daratan terdapat keaneragaman hayati yang cukup tinggi, diantaranya ada tanaman-tanaman perkebunan berkualitas, dari mulai tanaman rempah-rempah sampai kayu bernilai tinggi seperti jati dan gaharu. Di dalam perut buminya, tersimpan berbagai macam barang tambang; emas, perak, nikel, besi, fosfat, platina, aluminium, tembaga, timah, batubara, bauksit bahkan sampai uranium pun ada. Di lautan ada ribuan jenis ikan tersedia tanpa batas, terumbu karang, rumput laut, minyak bumi, gas alam dan lain sebagainya. Belum lagi keindahan alam yang memanjakan mata, menarik para wisatawan untuk datang berkunjung ke Indonesia. Maka tak heran kalau Indonesia mendapat gelar “surga dunia”.
Namun ironisnya, kekayaan alam Indonesia yang sangat banyak tidak berbanding lurus dengan kemakmuran rakyatnya. Menurut Badan Statistik Nasional, kemiskinan di Indonesia ada di angka 8,47 % per Maret 2025 atau sekitar 23,85 juta orang berada dalam garis kemiskinan. Mungkin tidak perlu sampai merujuk kepada BPS, cukup kita melihat kondisi di sekitar kita saja, kita sudah bisa merasakan bagaimana minimnya kesejahteraan yang ada di negara ini. Sungguh aneh rasanya, punya harta melimpah tapi masih banyak rakyat yang tak mampu memenuhi kebutuhannya, bahkan hanya untuk sekadar makan. Pastinya pikiran kritis kita akan bertanya-tanya, bagaimana sih pengelolaan keuangan di negara kita sampai-sampai kita yang kaya ini masih mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?
Indonesia adalah negara yang menganut sistem kapitalis dalam menjalankan roda perekonomiannya. Pajak, adalah sumber utama pemasukan negara. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa pada tahun 2024 pendapatan dari pajak menjadi sumber utama dalam struktur penerimaan negara, mencapai 82,4% dari total pendapatan negara. Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (https://www.pajak.go.id/id/pajak).
Jadi, sumber pemasukan terbesar negara kita adalah berasal dari pungutan yang dibebankan kepada rakyat. Maka tak heran, segala apa yang kita miliki diwajibkan membayar pajak. Rumah, tanah, kendaraan, badan usaha, belanja di supermarket, makan di restoran, menginap di hotel, membeli perhiasan, penghasilan dan masih banyak daftar lainnya yang akan dikenai pajak (klikpajak.id). Bahkan ketika kita tidak mampu membayar pajak, maka akan diberlakukan denda. Suatu kondisi yang menyedihkan sebenarnya, mengingat kita adalah negara yang kaya, tapi ternyata, kita tak bisa menikmatinya.
Sebenarnya, tujuan dari membayar pajak adalah untuk membiayai kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta pembiayaan administrasi negara. Namun, setelah fasilitas-fasilitas tersebut dibangun, kita tetap dikenakan biaya untuk memanfaatkannya. Bahkan hak dasar berupa Pendidikan dan Kesehatan pun kita harus mempersiapkan biaya yang tak murah. Tak ada uang maka tak ada juga pelayanan. Sebenarnya sistem seperti apa yang sedang berjalan saat ini, kenapa sangat menyengsarakan rakyat? Lalu, gunung emas yang kini menjadi lembah itu kemana saja peruntukannya? Tapi begitulah tabiatnya kapitalis, hanya berorientasi pada keuntungan, tanpa memperdulikan kesejahteraan rakyat. Malah pada akhirnya akan memperbesar kesenjangan sosial, karena memiskinkan yang miskin dan hanya mengkayakan para pemilik modal.
Berbeda nyata dengan sistem Islam yang mengutamakan kesejahteraan rakyat. Keuangan dalam negara bersistem Islam dikelola oleh Baitul Maal. Pemasukan Baitul Maal bersumber dari 3 sektor, yaitu pertama, sektor kepemilikan individu, seperti sedekah, hibah, zakat, dsb. Khusus untuk zakat tidak boleh bercampur dengan harta yang lain. Kedua, sektor kepemilikan umum yang haram diprivatisasi, seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batu bara, kehutanan, dan sebagainya. Ketiga, sektor kepemilikan negara yang menjadi pemasukan tetap, seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fai, ‘usyur, dan sebagainya. Dan semua sumber pemasukan ini diatur oleh hukum syara’ dengan ketentuan yang berdalil.
Begitu pula dengan pengaturan pengeluarannya. Islam memiliki cara yang khas dalam hal ini. Islam menetapkan kewenangan khalifah dalam mengatur belanja negara. Basisnya adalah prinsip kemaslahatan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya berdasarkan pada ketentuan syariat Islam. Misalnya saja pos kepemilikan umum hanya digunakan untuk kepentingan maslahat umum, seperti untuk pembiayaan pendidikan, kesehatan, keamanan, subsidi BBM, listrik, juga termasuk biaya jihad, serta maslahat publik lainnya. Sementara itu, santunan bagi penguasa, gaji pegawai negara, hakim, dana kedaruratan, dll., diambil dari kepemilikan negara. Adapun harta dari pos zakat hanya diberikan kepada delapan asnaf. Pengeluaran negara Islam yang utama adalah untuk memenuhi kebutuhan primer masyarakat, membangun infrastruktur, industri berat, dan strategis.
Dan yang terpenting adalah Islam tidak menjadikan pajak dan hutang sebagai sumber pemasukan yang digunakan untuk membiayai keperluan negara. Pajak hanya akan dikutip apabila terjadi kekosongan Baitul Maal dan hanya menyasar muslim yang kaya saja. Dan standar kaya dalam Islam adalah apabila seseorang sudah mampu memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersiernya, serta memiliki kelebihan setelah semuanya terpenuhi. Tidak seperti parameter di negara kita saat ini. Selain itu, para pemimpin yang amanah akan mengelola segala kekayaan negara dengan sebaik mungkin demi memenuhi kebutuhan rakyatnya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran.
Lalu, apalagi yang kita tunggu? Dengan diterapkannya sistem Islam secara kaffah maka kehidupan kita akan sejahtera dan pastinya diberkahi oleh Allah SWT.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
