Rapuhnya Pribadi Muda, Efektifkah Early Warning System?
Politik | 2025-11-06 17:24:07
Anggota KPAI Aris Adi Leksono menyesalkan terjadinya kasus bunuh diri di lingkup pelajar, yang terakhir di Sawahlunto Sumatera Barat dan Sukabumi Jawa Barat. Aris mengingatkan kedua peristiwa tragis ini menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan dan keluarga untuk lebih peka terhadap kesehatan mental anak dan remaja. Karenanya KPAI mendorong penerapan early warning system (sistem deteksi dini bunuh diri) yang efektif di sekolah dan komunitas, yang bertujuan mencegah terjadinya kasus yang sama (sekitarkaltim.id, 31-10-2025).
Sistem deteksi dini ini antara lain penguatan fungsi guru, khususnya guru BK (Bimbingan Konseling) agar lebih proaktif memantau kondisi sosial emosional siswa. Anak yang menunjukkan perubahan perilaku, penurunan semangat belajar atau tanda-tanda stres berat harus segera mendapatkan perhatian dan pendampingan psikologis sejak awal.
Wakil Menteri Kesehatan (wamenkes), Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan data mengkhawatirkan dari program pemeriksaan kesehatab gratis yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, bahwa lebih dari dua juta anak di Indonesia saat ini sedang berjuang dengan berbagai bentuk gangguan mental. Hasil pemeriksaan yang telah menjangkau sekitar 20 juta jiwa secara keseluruhan, mengungkap besarnya krisis yang tersembunyi di kalangan generasi muda (republika.co.id, 30-10-2025).
Layanan konseling daring Kemenkes, tambah Dante dalam waktu tiga bulan telah dikunjungi lebih dari 45 ribu pengguna, langkah kecil ini diharapkan memiliki arti besar bagi upaya penyembuhan jiwa bangsa. Kemenkes juga mengajak masyarakat untuk menguatkan semangat saling mendukung dan memperkuat dukungan psiko sosial bagi siapa pun yang tengah berjuang dengan kesehatan jiwanya, sebab stres dan tantangan jiwa adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari setiap hari.
Menurut Dante kebiasaan sederhana bisa dibangun di tengah masyarakat misal dengan menyapa orang sekitar setiap pagi dengan menanyakan apa kabar, apakah kamu baik-baik saja. Bisa jadi itu adalah hal kecil tapi mungkin bisa menjadi sumber energi positif yang mampu menyelamatkan seseorang dari keputusasaan.
Pengguna ChatGPT, dari data terbaru yang dirilis Tech Crunch, menunjukkan lebih dari satu juta membahas percakapan yang mengarah ke keinginan atau rencana bunuh diri. Percakapan ini terpantau aktif secara mingguan dari fitur respons kesehatan mental yang mengalami peningkatan. Presentase serupa juga menunjukkan peningkatan keterikatan emosional terhadap aI, sementara ratusan ribu pengguna menunjukkan tanda-tanda psikosis atau mania.
Sejumlah laporan selama beberapa bulan terakhir menyoroti risiko penggunaan chabot AI bagi individu dengan kondisi mental rentan. Bahkan penelitian sebelumnya menunjukkan AI dapat menjerumuskan sebagian pengguna ke keyakinan berbahaya dengan memperkuat pemikiran tersebut melalui respon yang terlalu menurutipengguna. Perusahaan OpenAI ini bahkan telah mendapat gugatan dari orangtua seorang remaja 16 tahun yang diduga mengutarakan pikiran bunuh diri kepada ChatGPT, sebelum mengakhiri hidupnya. Jaksa Agung California dan Delaware juga telah mengingatkan OpenAI untuk melindungi pengguna muda di tengah rencana restrukturisasi. Chief Executive Officer OpenAI, Sam Altman Mengklain bahwa perusahaannya berhasil menurangi masalah kesehatan mental serius di ChatGPT, pembaharuan GPT-5 menghasilkan respon yang diinginkan terhadap isu kesehatan mental sekitar 65 persen lebih sering dibanding model sebelumnya.
Perusahaan bahkan menyebutkan GPT-5 terbaru mencapai tingkat kepatuhan 91 persen terhadap standar perilaku yang diharapkan, dibandingkan capaian 77 persen pada model sebelumnya (tempo.co,30-10-2025). GPT-5 juga lebih konsisten mempertahankan sistem keamanan dalam percakapan panjang, juga ditambahkan tolok ukur baru dalam pengujian keamanan, termasuk indikator ketergantungan emosional dan keadaan darurat kesehatan mental non-bunih diri.
Sistem kapitalisem Akar Masalah Rapuhnya Pribadi Muda
Tentulah tak cukup memunculkan keprihatinan atas kasus-kasus bunuh diri di kalangan pelajar yang terus bermunculan. Bahkan kita harus pertanyakan seberapa efektif sistem peringatan dini KPAI, motivasi untuk saling memberi salam dan aplikasi konseling daring dari Kemenkes termasuk pengubahan tekhnologi terbaru ChatGPT dalam upayanya mengurangi angka bunuh diri ini. Sebab, jumlah kasusnya banyak, merata di semua wilayah bahkan dunia. Tentu bukan semata depresi lalu bunuh diri, melainkan ada faktor yang sangat krusial yaitu sistem.
Tidak semua kasus bunuh diri juga disebabkan bullying, fakta ini semakin mempertegas betapa rapuhnya kepribadian remaja hari ini. Kerapuhan ini juga menggambarkan lemahnya akidah, sebagai implikasi pendidikan yang sekuler, memisahkan agama dari kehidupan dan hanya sekadar mengejar prestasi fisik sedangkan agama hanya diajarkan secara teori yang tidak meninggalkan pengaruh samasekali pada jiwa anak.
Demikian juga dengan batasan usia anak bahwa dewasa itu setelah berusia 18 tahun. Pemikiran barat ini fatalnya diikuti negara kita tanpa melihat apakah demikian faktanya. paradigma ini justru menimbulkan masalah baru, dimana seseorang yang sudah baligh masih diperlakukan sebagai anak, yang tidak dididik untuk menyempurnakan akalnya. Seringkali pula para orangtua menormalisasi anaknya yang pacaran di usia remaja sebagai cinta monyet yang akan hilang begitu anak itu dewasa. Sungguh kebodohan yang nyata, akibatnya banyak bayi terlahir tanpa dosa dibunuh, ditelantarkan yang dilahirkan dari seorang "anak".
Bunuh diri adalah puncak terganggunya kesehatan mental seseorang. Seolah dia paling sengsara di dunia dan solusi satu-satunya yang paling masuk akal adalah menghabisi nyawanya sendiri. Padahal bunuh diri adakah akibat banyaknya persoalan yang diakibatkan oleh Sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini hingga dunia. Munculnya persoalan ekonomi, konflik orangtua hingga perceraian, gaya hidup hedonis dan konsumtif adalah bagian dari faktor nonklinis dari sistem, yang memengaruhi kesehatan mental.
Paparan media sosial yang masif, komunitas sharing bunuh diri, tanpa filter berarti dari negara sangat berpengaruh remaja dan anak-anak untuk merealisasikan bunuh diri itu sendiri.
Saatnya Kembali Kepada Aturan Syariat Mulia
Manusia diciptakan sebagai hamba Allah, yang tugasnya adalah beribadah, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya,"Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-KU". (TQS Az-Dzariyat:56). Hal ini berarti setiap apa yang dikerjakan manusia bernilai ibadah ketika beriman dan taat kepada Allah swt. Untuk itulah diturunkan syariat yang mulia untuk mengarahkan manusia beribadah dengan benar.
Syariat mewajibkan dasar pendidikan dalam keluarg, sekolah dan seluruh jenjang pendidikan adalah akidah. Tujuannya agar anak memiliki kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan. Keyakinan kepada Allah itu ada dan Maha Besar sangat berpengaruh dalam setiap penyikapan masalah yang datang dan keputusan yang ia ambil sebagai solusi. Karena tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pola sikap dan pola berpikir Islam sehingga menjadi kepribadian Islam yang tangguh. Dari ia belum baligh hingga baligh, pendidikan Islam sangat sistematis dan terinci sesuai Al-Qur'an dan Hadis Rasulullah.
Penerapan Sistem Islam jelas mampu mencegah gangguan mental, sekaligus menjadi solusi paling masuk akal bagi persoalan ini secara tuntas. Hal ini karena Islam mewajibkan negara hadir seratus persen mewujudkan aspek non klinis seperti jaminan kebutuhan pokok, keluarga harmonis termasuk arah hidup yang benar sesuai tujuan penciptaan. Maka negara yang demikian adalah negara yang mandiri dan tangguh, samasekali tidak menyandarkan pengaturan urusan dalam dan luar negerinya kepada asing bahkan tidak untu menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang jelas memerangi kaum muslim. Allah swt, mengingatkan kita dalam firmanNya yang artinya," Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin" (TQS Al-Maidah:50). Wallahualam bissawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
