Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sekar Galih

Cut Sugar: Tren Kesehatan atau Ketakutan Berlebihan Terhadap Gula di Kalangan Gen Z?

Gaya Hidup | 2025-11-05 23:46:11

Di era yang serba digital ini, tren kesehatan seperti "cut sugar" atau mengurangi konsumsi gula menjadi fenomena viral beberapa waktu belakangan ini di kalangan Gen Z. Anak muda ini, yang lahir di tengah ledakan informasi kesehatan di media sosial, sering kali memandang gula sebagai musuh utama. Mereka menghindari minuman manis, camilan berperisa, dan bahkan buah-buahan yang mengandung fruktosa alami. Tren ini memang bagus secara prinsip, karena sebenarnya gula berlebih dikaitkan dengan risiko obesitas, diabetes, dan masalah kesehatan lainnya. Tapi apakah ini merupakan suatu tren kesehatan yang bijak, atau malah hanya ketakutan berlebihan yang didorong oleh algoritma sosial media? Mari kita bahas lebih dalam dengan perspektif yang seimbang.

Gula bukan musuh, tapi...

Tidak dipungkiri, tren cut sugar memang memiliki dasar ilmiah yang kuat. World Health Organization (WHO) merekomendasi agar konsumsi asupan gula tambahan tidak lebih 10% dari total asupan energi harian, atau idealnya berkurang dari 5%. Gula tambahan pada makanan olahan dan minuman-minuman manis, bersoda, dan berperisa, telah dikaitkan dengan risiko obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan masalah pada gigi. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), adanya tren peningkatan kasus diabetes di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Gen Z, yang tumbuh di tengah epidemi obesitas global, mungkin merasa ini sebagai langkah pencegahan yang masuk akal. Dengan informasi yang mudah diakses melalui sosial media, seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan banyak lagi, mereka belajar tentang bagaimana gula memicu lonjakan insulin dan peradangan kronis.

Ketika Tren Kesehatan Berubah Jadi Ketakutan

Namun, dibalik euforia tren cut sugar, ada risiko ketakutan berlebihan yang malah menjadi health anxiety dan berujung pada diet ekstrem. Perlu diketahui bahwa tidak semua jenis gula itu jahat, ada yang namanya natural sugar atau gula alami. Gula alami ini terdapat dalam buah-buahan, sayuran, dan produk susu utuh yang merupakan bagian dari nutrisi seimbang, menyediakan energi, dan nutrisi seperti vitamin C dan serat. Demonisasi gula secara total bisa menyebabkan stigma pada makanan manis tradisional, contohnya hidangan makanan khas Indonesia yang masih kaya akan gula aren ataupun gula kelapa. Gen Z yang rentan terhadap tekanan sosial di media sosial, mungkin terjebak dalam pola makan yang terlalu ketat, seperti menghindari semua karbohidrat atau mengganti gula dengan pemanis buatan yang kontroversial, beberapa studi bahkan menunjukkan bahwa pemanis zero calories justru dapat memicu keinginan makan lebih banyak. Lebih buruknya lagi, tren ini dapat memicu gangguan makan, seperti ortoreksia, di mana obsesi dengan tren “clean eating” mengalahkan kenikmatan hidup. Faktanya, tubuh manusia tetap membutuhkan gula sebagai energi utama. Kuncinya sebenarnya bukan menghilangkan gula sama sekali, melainkan mengatur asupan gula yang masuk dengan bijak. Tanpa gula, kita dapat mengalami kelelahan, suasana hati buruk, atau bahkan defisiensi nutrisi.

Kue Cucur (salah satu makanan khas Indonesia yang terbuat dari gula aren) (Foto oleh www.cookpad.com)

Maka, seimbangi asupannya merupakan kunci..

Cut sugar sebenarnya bukan musuh ataupun penyelamat. Cut sugar adalah tren kesehatan yang akan berguna jika dilakukan dengan bijak, tapi bisa juga menjadi suatu ketakutan berlebihan jika diikuti secara fanatik. Gen Z perlu diingatkan bahwa kesehatan bukan tentang menghilangkan secara total, melainkan tentang keseimbangan. Alih-alih cut sugar secara total, cobalah untuk fokus kepada sumber gula yang alami dan batasi yang added sugar (gula olahan atau gula tambahan).

Di era media sosial yang penuh dengan arus informasi cepat, penting bagi para Gen Z untuk lebih kritis dengan informasi-informasi yang mereka terima. Jangan sampai keinginan untuk hidup sehat justru berubah menjadi tekanan sosial baru yang membuat seseorang takut makan. Hidup sehat tidak berarti menolak seluruh jenis gula, melainkan memahami bagaimana tubuh bekerja dan apa yang benar-benar dibutuhkan. Karena pada akhirnya, kunci kesehatan bukan terletak pada penghapusan, tetapi pada keseimbangan. Maka dari itu, daripada sekadar ikut-ikutan tren cut sugar, mungkin yang lebih penting adalah mulai belajar cut misinformation, yaitu mengurangi ketakutan yang tidak berdasar dan menggantinya dengan pemahaman yang lebih bijak tentang tubuh dan nutrisi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image