Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Hari Santri: Momen Aktivasi Santri sebagai Agen Perubahan

Politik | 2025-11-05 08:55:24

Oleh Rokayah

Pendidik generasi

Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional sebagai bentuk penghargaan terhadap peran besar kaum santri dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Tahun 2025 ini, peringatan Hari Santri mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” — sebuah ajakan untuk merefleksikan kembali posisi strategis santri di tengah dinamika zaman yang terus berubah.

Santri dan Tradisi Perjuangan

Peringatan Hari Santri selalu mendapat perhatian luas dari masyarakat. Beragam kegiatan seperti upacara bendera, kirab santri, pembacaan kitab kuning, hingga festival sinema menjadi simbol kebanggaan terhadap tradisi pesantren yang kaya nilai. Dalam momentum ini, Presiden Prabowo Subianto mengajak para santri untuk menjadi penjaga moral dan pelopor kemajuan bangsa, seraya meneladani semangat Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dicetuskan KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Resolusi Jihad menjadi titik bersejarah yang menegaskan bahwa perjuangan melawan penjajahan adalah bagian dari kewajiban agama. Dari semangat itu, lahir ribuan santri yang turun ke medan laga, berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan dasar iman dan cinta tanah air. Maka, Hari Santri bukan sekadar peringatan seremonial, tetapi momentum meneguhkan kembali identitas perjuangan santri sebagai penjaga agama dan bangsa.

Antara Seremoni dan Substansi

Namun, di balik gegap gempita perayaan Hari Santri, muncul refleksi kritis: apakah peringatan ini sudah menggambarkan esensi dan peran sejati santri dalam membangun peradaban?

Faktanya, peringatan Hari Santri masih didominasi oleh kegiatan seremonial. Upacara dan lomba-lomba kultural memang memperkuat identitas, tetapi sering kali belum diiringi dengan upaya substantif untuk mengaktualisasikan nilai-nilai perjuangan santri dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi bangsa.

Pujian terhadap kontribusi santri di masa lalu tidak selalu sejalan dengan kebijakan negara terhadap pesantren di masa kini. Santri lebih sering didorong menjadi agen moderasi beragama dan penggerak ekonomi masyarakat, tetapi belum diarahkan menjadi agen perubahan yang memperjuangkan keadilan, kemandirian umat, dan penegakan nilai-nilai Islam dalam sistem sosial dan kenegaraan.

Spirit jihad yang dahulu menjadi ciri khas perjuangan santri kini seolah kehilangan konteksnya. Penjajahan gaya baru — berupa dominasi ideologi sekuler, kapitalisme global, dan hegemoni budaya Barat — menjadi tantangan yang justru mengaburkan arah perjuangan. Di titik inilah, peran strategis pesantren perlu diaktivasi kembali sebagai benteng moral dan pusat pencerahan umat.

Pesantren dan Santri sebagai Agen Perubahan

Pesantren sejak dahulu berperan sebagai laboratorium peradaban Islam — tempat tumbuhnya ulama, pejuang, dan pemimpin masyarakat. Santri dididik bukan hanya untuk menjadi pribadi yang fakih fiddin (mendalami agama), tetapi juga mujahid yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan di tengah masyarakat.

Di era modern, peran itu perlu dimaknai ulang. Santri harus hadir di tengah masyarakat dengan membawa nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin, menjadi penggerak perubahan sosial, bukan sekadar penonton dinamika zaman. Santri dituntut untuk cakap dalam ilmu, teknologi, ekonomi, dan kepemimpinan, tanpa meninggalkan akar spiritualnya.

Lebih dari itu, santri juga harus mewaspadai bentuk penjajahan baru — ideologi, ekonomi, dan budaya — yang berpotensi menjauhkan umat dari nilai-nilai Islam. Dalam konteks ini, jihad santri bukan lagi dalam bentuk peperangan fisik, melainkan perjuangan intelektual dan moral untuk melawan kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan global.

Peran Negara dalam Memuliakan Pesantren

Negara memiliki tanggung jawab besar dalam memberdayakan pesantren dan santri. Dukungan terhadap dunia pesantren tidak boleh berhenti pada bantuan finansial atau seremonial tahunan, melainkan harus diwujudkan dalam kebijakan strategis untuk memperkuat kemandirian pesantren dan meningkatkan kualitas pendidikan Islam.

Pesantren harus didorong menjadi pusat inovasi ilmu pengetahuan, pemberdayaan masyarakat, dan pembentukan karakter bangsa. Dengan demikian, visi “santri sebagai penjaga moral dan pelopor kemajuan” tidak hanya menjadi slogan, tetapi realitas yang terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mengawal Indonesia Menuju Peradaban Dunia

Hari Santri adalah momentum untuk mengaktifkan kembali peran santri sebagai agen perubahan sejati. Santri bukan hanya penjaga moral bangsa, tetapi juga pencipta peradaban — membangun dunia dengan nilai-nilai Islam yang adil, beradab, dan berkeadilan.

Dengan semangat Resolusi Jihad yang diwariskan para ulama, santri masa kini harus siap berdiri di garda terdepan menghadapi tantangan zaman: melawan kezaliman, menegakkan kebenaran, dan mengantarkan Indonesia menuju peradaban Islam yang cemerlang.

Wallahualam bissawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image