Mahasiswa Hijau untuk Bumi Biru
Eduaksi | 2025-11-04 20:29:55
Dengan populasi 250 juta jiwa, Indonesia merupakan negara terpadat keempat dan pencemar plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok (UNEP, 2022). Setiap tahunnya, jutaan ton sampah plastik dihasilkan dari aktivitas domestik, seperti rumah tangga, industri, dan konsumsi sehari-hari.
Bumi yang kita tempati mengahadapi banyak tantangan. Polusi udara meningkat, hutan berkurang, dan sampah menumpuk di lautan dan di daratan. Akibatnya, suhu di bumi naik dan terjadi bencana alam. Hal itu terjadi karena manusia masih kurang menyadari pentingnya menjaga lingkungan. Padahal, bumi adalah satu-satunya tempat tinggal manusia. Peran mahasiswa sebagai generasi muda sangat dibutuhkan untuk menjaga kelestarian bumi. Mahasiswa masih memiliki jiwa semangat untuk mencapai perubahan, mempunyai pengetahuan, dan memiliki kesadaran yang tinggi untuk hal sekecil mungkin. Maka dari itu, mahasiswa mampu menjadi ”pejuang hijau” untuk ”bumi biru”.
Istilah ”mahasiswa hijau” menggambarkan mahasiswa yang memiliki semangat dan rasa peduli untuk menjaga kelestarian lingkungan. Sementara itu, istilah ”bumi biru” menggambarkan bumi yang sehat, asli, dan segar. Dengan kata lain, ”mahasiswa hijau untuk bumi biru” merujuk pada tindakan dan perbuatan mahasiswa untuk menjaga dan melestarikan lingkungan agar bumi layak dihuni oleh makhluk hidup. Tugas ini memang besar, tetapi dapat dimulai dengan kebiasaan kecil. Kebiasaan ini akan berdampak positif bagi makhluk hidup.
Timbulan sampah pada tahun 2024 hasil input dari 319 kab/kota se Indonesia menyebutkan jumlah timbunan sampah nasional mencapai angka 34,1 juta ton. Dari total produksi sampah nasional tersebut 32,55% dapat terkelola, sedangkan sisanya 67,45% ton sampah tidak terkelola (Kementerian Lingkungan Hidup, 2024).
Kondisi ini menimbulkan dampak negatif, seperti pencemaran lingkungan, peningkatan emisi gas rumah kaca, dan adanya ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Sampah yang tidak dapat dikelola juga dapat menyebabkan penyumbatan saluran air yang memicu banjir serta menurunkan kualitas tanah dan udara di sekitar permukiman.
Rendahnya angka pengelolaan sampah ini mencerminkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengurangan, pemilahan, dan daur ulang sampah masih perlu ditingkatkan. Selain itu, infrastruktur pengelolaan sampah di berbagai daerah belum merata dan masih membutuhkan dukungan teknologi serta kebijakan yang berkelanjutan.
Langkah awal yang dapat dilakukan mahasiswa dalam menjaga lingkungan adalah dengan menerapkan gaya hidup ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Hal sederhana seperti membawa botol minum sendiri (tumbler) , menggunakan tas kain (totebag), dan tidak membuang sampah sembarangan. Kebiasaan tersebut bisa menjadi bentuk nyata kepedulian terhadap bumi.
Di lingkungan kampus, mahasiswa juga dapat mengembangkan berbagai kegiatan hijau seperti bank sampah dan taman kampus. Selain menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap alam, kegiatan ini juga melatih kerja sama dan solidaritas sesama mahasiswa. Mahasiswa juga dapat bekerja sama dengan masyarakat sekitar dalam kegiatan penghijauan, seperti memberikan edukasi pentingnya menjaga lingkungan, melakukan kegiatan daur ulang bersama, dan melakukan program kegiatan penghijauan agar dampaknya lebih luas.
Dengan ilmu dan semangat yang dimiliki, mahasiswa bisa menjadi pelopor perubahan menuju kehidupan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Pepatah pernah mengatakan bahwa kita tidak mewarisi bumi dari nenek moyang, tetapi meminjamnya dari anak cucu kita. Artinya, bumi bukanlah milik kita sepenuhnya, melainkan titipan yang harus kita jaga untuk generasi yang akan datang. Apa yang kita lakukan terhadap bumi hari ini akan menentukan bagaimana kondisi bumi yang akan diterima oleh anak cucu kita nanti.
( Penulis artikel ini adalah mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya Fakultas Vokasi )
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
