Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nisfia Putri Dai

Black Flag Tak Terlihat: Ketika Sikap Baik Menyembunyikan Bahaya

Edukasi | 2025-11-04 19:32:53
Ilustrasi wanita membawa bendera hitam dengan simbol perdamaian dan cinta (Sumber : Ilustrasi AI)

Dalam hubungan, baik itu pertemanan, percintaan, maupun lingkungan kerja, kita sering mengenal seseorang dari energi yang mereka kasih. Terkadang melalui cara mereka berbicara, cara mereka menyimak, atau sekedar dari hal- hal kecil yang mereka lakukan tanpa sadar.

Ada orang yang sering kita sebut sebagai green flag sosok yang memberi rasa aman melalui tutur kata lembut dan empati yang tulus.

Ada pula yang sering disebut red flag sikap yang tampak sepele, tetapi meninggalkan luka: ucapan yang menekan, perhatian yang berlebihan, atau kejujuran yang perlahan pudar.

Namun, di antara dua warna itu, ada satu bendera lain yang jarang disadari.

Bukan merah yang membakar, bukan hijau yang menyejukkan, melainkan hitam.

Ilustrasi dua orang berjabat tangan dengan bayangan simbol iblis di latar belakang (Sumber : Ilustrasi AI)

Black flag.

Bendera ini tidak muncul dalam bentuk kemarahan atau kebohongan, melainkan dalam kebaikan yang berlebihan. Perhatian yang menyesakkan, kesabaran yang mematikan suara diri sendiri.

Black flag bukan sekedar tanda bahaya biasa. Ia tersembunyi di balik senyum manis, perhatian berlebihan, atau kata- kata lembut yang membuat kita merasa aman. Orang dengan black flag pandai menciptakan kesan baik, tetapi di baliknya ada niat manipulatif, ego yang besar, atau kecenderungan untuk mengendalikan orang lain tanpa disadari.

Kebaikan yang Diam- Diam Menekan

Kita tumbuh dengan keyakinan bahwa “orang baik pasti aman.” Padahal, tidak selalu begitu. Ada kebaikan yang datang dari hati tulus, ada juga yang datang karena butuh dikagumi atau diterima.

Orang seperti ini akan selalu menolong, selalu hadir, tetapi diam- diam berharap kamu melakukan hal yang sama, bahkan saat kamu sedang tidak sanggup.

Mereka bilang “aku baik- baik saja,” tetapi nadanya kamu seperti merasa bersalah seminggu penuh.

Dalam psikologi, ini dikenal sebagai toxic kindness kebaikan yang kelihatannya indah, tetapi menuntut balasan.

Empati yang Berubah Jadi Tekanan

Empati adalah hal yang indah, tetapi tanpa batas, ia bisa melukai. Pernakah kamu mengenal seseorang yang selalu tahu kapan kamu sedih, selalu hadir saat kamu butuh, tetapi ada kalanya sikapnya menjadi dingin ketika kamu tidak bisa membalas dengan perhatian yang sama?

Itulah salah satu wajah black flag: empati yang berubah jadi tekanan.

Studi dari Journal of Personality and Social Psychology (2018) menyebut fenomena ini sebagai empatic manipulation ketika seseorang menggunakan kepekaan emosionalnya bukan untuk memahami, tetapi untuk membuat orang lain merasa bersalah. Hubungan seperti ini melelahkan, karena kita selalu merasa harus menebus dengan ketaatan.

Ketika Kebaikan Mulai Membuatmu Takut

Ada titik ketika kebaikan seseorang membuatmu tidak bebas. Kamu takut berkata jujur karena khawatir melukai perasaanya. Kamu merasa bersalah setiap kali menolak ajakannya. Dan perlahan, kamu mulai kehilangan suara sendiri demi menjaga hatinya.

Padahal, kebaikan sejati tidak membuat kita takut. Ia memberi ruang berbeda, untuk berkata “tidak” tanpa rasa bersalah.

Ketika sebuah hubungan membuatmu berhenti menjadi diri sendiri, itu bukan lagi bentuk kasih melainkan kendali yang berselubung.

Belajar Menemukan Batas

Orang dengan black flag sering kali tidak sadar sedang melukai. Mereka hanya berusaha keras untuk dicintai. Tetapi justru di situlah pentingnya batas.

Batas bukan tentang menolak orang lain, melainkan tentang menjaga keseimbangan: kapan memberi, kapan berhenti, dan kapan mundur agar tetap sehat.

Psikolog Brené Brown pernah berkata, “Kebaikan tanpa kejujuran bukanlah kebaikan itu hanya cara agar kita disukai.”

Dan mungkin, kejujuran yang tegas sering kali lebih penuh cinta daripada kelembutan yang menekan.

Kesimpulan: Kebaikan yang Membebaskan

Bahaya tidak selalu datang dengan suara keras. Kadang ia hadir lewat perhatian, empati, dan senyum yang terlalu manis untuk dicurigai.

Black flag bukan tentang orang jahat, melainkan tentang dinamika tak sehat yang tumbuh dari kebaikan tanpa batas.

Jadi, jika kamu merasa sesak oleh kebaikan seseorang, percayalah pada perasaan itu.

Kebaikan sejati tidak menuntut, tidak menekan, dan tidak menuntutmu untuk tunduk. Ia membuatmu bebas untuk menjadi dirimu sendiri, dengan segala kekuranganmu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image