Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ismi Asita

Kisah Julaibib: Sosok yang dinantikan Para Bidadari Syurga

Sejarah | 2025-11-03 11:54:34
Foto hanya sekadar ilustrasi syahidnya Julaibib di Medan Perang

Di era media sosial seperti sekarang, banyak anak muda tumbuh dengan perasaan tidak cukup. Tidak cukup cantik, tidak cukup tampan, tidak cukup sukses. Standar hidup seolah diatur oleh algoritma yang menampilkan kesempurnaan palsu.

Namun di tengah kegelisahan itu, ada kisah dari masa Rasulullah SAW yang mampu menenangkan hati. Kisah tentang seseorang yang pernah merasa tak pantas, namun justru dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya karena ketulusan dan keberaniannya menerima takdir. Kisah tentangnya mungkin tak dikenal di bumi, tetapi dikenang dan dirindukan oleh penduduk langit.

Kisah Julaibib yang Nyaris Hilang dari Catatan Sejarah

Ketika menyebut para sahabat Rasulullah SAW, yang terlintas di benak kita biasanya Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, atau Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah pilar-pilar Islam yang namanya harum di setiap zaman. Namun, di antara mereka, ada satu nama kecil yang jarang disebut, bahkan nyaris tenggelam dalam lembar sejarah, yaitu, Julaibib.

Ia bukan orang terpandang. Wajahnya tidak menawan, hartanya tak seberapa, dan ia bukan dari kalangan terhormat. Karena itu, Julaibib sering merasa rendah diri. Ia berjalan di tengah masyarakat dengan kepala tertunduk, menyadari bahwa dunia menilainya dengan pandangan sebelah mata.

Namun, justru dalam diri yang dianggap kecil itulah Allah menyimpan cahaya keimanan yang besar.

Pinangan dari Rasulullah SAW

Suatu hari, Rasulullah SAW menatap sahabatnya itu dengan kasih sayang. Beliau bertanya,

“Wahai Julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?”

Dengan suara lirih dan wajah menunduk, Julaibib menjawab,

“Wahai Rasulullah, siapa yang mau denganku? Aku tidak tampan, tidak berharta, dan tidak memiliki kedudukan.”

Rasulullah hanya tersenyum. Beliau tahu, di balik segala kekurangan lahiriah Julaibib, tersimpan jiwa yang bersih dan hati yang tulus. Maka, beliau pergi bersama Julaibib menuju rumah salah seorang kepala suku Anshar.

Sesampainya di sana, Rasulullah berkata kepada sang kepala suku,

“Aku datang untuk meminang putrimu.”

Wajah kepala suku itu berseri. Namun kebahagiaan itu seketika meredup saat Rasulullah menambahkan,

“Aku meminangnya bukan untukku, melainkan untuk Julaibib.”

Seketika suasana hening. Kepala suku dan istrinya saling berpandangan, merasa ragu. Mereka sulit menerima kenyataan bahwa putri mereka yang cantik dan terhormat akan menikah dengan seorang lelaki miskin dan sederhana.

Namun, di tengah kebingungan itu, sang putri berkata lembut,

“Wahai Ayah dan Ibu, apakah kalian hendak menolak perintah Rasulullah SAW? Demi Allah, aku ridha jika beliau memilihkan suamiku.”

Ucapan itu menembus hati kedua orang tuanya. Mereka sadar, apa pun yang datang dari Rasulullah pasti mengandung keberkahan. Maka, pernikahan pun dilangsungkan.

Tidak Banyak dikenal Penghuni Bumi, Namun, Dirindukan Penghuni Langit

Hari itu menjadi hari bahagia bagi Julaibib. Ia menikah dengan perempuan pilihan Rasulullah SAW, bukan karena rupa, bukan karena harta, melainkan karena iman dan ketaatan.

Namun, kebahagiaan itu hanya berlangsung singkat. Tak lama setelah pernikahan, Rasulullah SAW memanggil pasukan untuk berperang. Julaibib tanpa ragu ikut serta. Ia tahu, panggilan jihad adalah kehormatan tertinggi bagi seorang mukmin.

Peperangan berlangsung sengit. Saat debu perang mengendap, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk mencari para syuhada. Beliau bertanya,

“Apakah kalian telah menemukan Julaibib?”

Mereka mencari ke segala penjuru. Hingga akhirnya, di sebuah sudut medan perang, ditemukan tubuh kecil Julaibib terbaring tak bernyawa, dikelilingi tujuh musuh yang telah ia kalahkan. Rasulullah SAW menatap sahabatnya itu dengan air mata menetes, lalu bersabda,

“Dia telah membunuh tujuh orang musuh, kemudian ia sendiri syahid. Dia adalah bagian dariku, dan aku adalah bagian darinya.”

Rasulullah SAW sendiri yang menurunkan tubuh Julaibib ke liang lahat. Tidak banyak manusia yang mengenalnya, namun Rasulullah bersaksi di hadapan Allah atas perjuangan Julaibib untuk Islam.

Dunia mungkin tidak mencatat namanya di lembar sejarah, tapi para penghuni langit telah mengenalnya. Dunia mungkin tidak menantikan kehadirannya, tapi penduduk surga telah merindukannya.

Julaibib adalah cermin bagi kita yang sering merasa kurang. Ia mengingatkan bahwa nilai diri tidak ditentukan oleh wajah, bentuk tubuh, atau status sosial. Allah tidak menilai dari tampilan luar, tetapi dari keikhlasan dan keteguhan hati.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image