Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image farawr

Ketika Dunia Nyata tak Seindah FYP

Gaya Hidup | 2025-11-02 12:14:41

Pernahkah kamu sedang rebahan sambil menggulir TikTok, lalu tiba-tiba merasa hidup orang lain tampak jauh lebih menarik daripada hidupmu? Di layar, semuanya terlihat sempurna — wajah glowing, rumah megah, pasangan romantis, dan karier gemilang di usia muda. Sementara itu, kamu masih berkutat dengan tugas kuliah, memikirkan masa depan, dan sesekali merasa hidup berjalan begitu datar. Dunia FYP memang tampak indah, tapi sering kali terlalu sempurna untuk disebut nyata.

Media sosial kini menjadi panggung besar untuk menampilkan versi terbaik dari diri kita. Algoritma FYP seolah memahami betul apa yang ingin kita lihat — konten yang memukau, menghibur, dan kadang memicu rasa iri. Namun, di balik tawa, pencahayaan sempurna, dan musik yang trending, ada kehidupan nyata yang mungkin tak seindah itu. Banyak orang berjuang dalam diam, menanggung tekanan, dan berusaha terlihat baik-baik saja. Sayangnya, yang tersaji di layar hanyalah hasil akhir, bukan perjalanan panjang di balik layar.

Saya pun pernah merasakannya. Saat melihat teman seangkatan sudah menorehkan prestasi, memiliki bisnis, atau berlibur ke luar negeri, saya mulai mempertanyakan diri sendiri. Apakah saya terlalu lambat? Apakah saya kurang berusaha? Padahal, setiap orang memiliki waktunya masing-masing. Dunia maya sering kali mempercepat persepsi kita tentang kesuksesan, seolah semua harus diraih secepat mungkin, tanpa memberi ruang bagi proses, kegagalan, dan jeda yang justru membuat kita tumbuh.

FYP memang bisa membuat dunia terasa kecil, tetapi juga berpotensi menjauhkan kita dari diri sendiri. Kita menjadi terlalu sibuk mengejar validasi digital, hingga lupa menikmati hal-hal sederhana di dunia nyata — makan bersama keluarga, tertawa tanpa kamera bersama teman, atau sekadar menikmati langit sore tanpa tergesa mengabadikannya. Dunia nyata mungkin tidak seindah FYP, tetapi di sanalah kejujuran dan makna hidup sesungguhnya berada.

Media sosial seharusnya bukan cermin yang membuat kita merasa kurang, melainkan jendela untuk melihat dunia lebih luas. Ketika kita belajar mensyukuri kehidupan nyata, kita akan sadar bahwa arti hidup tidak diukur dari seberapa viral kita, melainkan dari seberapa damai hati kita dalam menerimanya. Mungkin yang kita butuhkan bukan lebih banyak likes, tetapi lebih banyak ketenangan untuk mencintai diri sendiri apa adanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image