Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rudi Ahmad Suryadi

Mengandalkan Buku Sebagai Sumber Utama untuk Berfatwa

Agama | 2025-11-01 11:45:02

Di tengah kemajuan zaman yang serba cepat, akses terhadap informasi semakin mudah dan terbuka. Berbagai buku dan literatur keislaman kini bisa dijangkau oleh siapa saja, bahkan oleh mereka yang berada jauh dari pusat-pusat pendidikan agama. Namun, meskipun hal ini memberikan kemudahan, ada hal yang harus diperhatikan oleh seorang Muslim dalam memanfaatkan sumber pengetahuan tersebut. Menurut Dar al-Ifta al-Mishriyyah, seorang Muslim memang tidak dilarang untuk membaca buku-buku fiqh atau buku lainnya yang berkaitan dengan topik-topik Islam. Namun, hal yang lebih penting adalah bahwa buku-buku tersebut seharusnya tidak dijadikan sebagai satu-satunya sumber utama dalam memahami agama. Sebagai seorang Muslim, ada kewajiban untuk belajar dari para ulama yang memiliki ilmu yang benar dan otoritatif dalam bidangnya.

Sebagaimana ditegaskan dalam literatur Islam, seorang Muslim harus memprioritaskan belajar langsung dari ulama yang kompeten. Hal ini bukan tanpa alasan. Para ulama yang memiliki ilmu yang mendalam dan penguasaan terhadap syariat Islam memiliki pemahaman yang lebih tepat tentang konteks dan aplikasi hukum-hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan belajar dari ulama, seorang Muslim tidak hanya memperoleh pengetahuan yang benar, tetapi juga dapat memahami bagaimana mengaplikasikan ilmu tersebut dalam situasi dan kondisi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.

Sebagai tambahan, membaca buku bisa menjadi sarana untuk memperkaya pengetahuan dan memperluas wawasan. Buku bisa menjadi teman yang menyenangkan, seperti yang diungkapkan oleh puisi terkenal karya al-Mutanabbi: "Sebaik-baik teman sejati adalah buku" (وخيرُ جليس في الزمان كتاب). Buku memberikan kesempatan bagi pembacanya untuk memperoleh wawasan baru, meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam, serta memperdalam kesadaran tentang hal-hal yang bersifat syar’i. Selain itu, membaca buku juga bisa menjadi cara untuk memanfaatkan waktu luang secara positif, menambah pengetahuan, dan menghindari kegiatan yang tidak bermanfaat.

sumber: dokumen pribadi

Namun demikian, kita harus sadar bahwa tidak semua buku yang beredar di pasaran dapat dijadikan sebagai sumber yang sahih dan terpercaya. Di dunia yang penuh dengan informasi seperti sekarang ini, banyak buku yang mengklaim memberikan pengetahuan agama, namun tidak semua penulisnya menyampaikan kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan, ada buku yang mengandung penafsiran yang keliru, baik secara sengaja maupun tidak. Dalam hal ini, sebagai seorang Muslim yang ingin tetap berada dalam pemahaman yang benar, sangat penting untuk berhati-hati dalam memilih bahan bacaan.

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah berkonsultasi dengan para ulama terpercaya sebelum membaca buku atau literatur tertentu. Para ulama memiliki kemampuan untuk menilai kualitas dan kesahihan sebuah buku, serta memberikan petunjuk mengenai apakah buku tersebut sesuai dengan ajaran yang benar. Dalam hal ini, buku bisa menjadi alat bantu untuk memperdalam pemahaman, tetapi harus tetap dipertimbangkan dengan hati-hati, agar tidak terjerumus pada pemahaman yang salah atau menyesatkan.

Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa seorang Muslim tidak boleh menjadikan buku sebagai pengganti peran seorang mufti. Ketika seorang Muslim menghadapi masalah yang membutuhkan fatwa atau penjelasan hukum, seharusnya ia tidak mengandalkan pemahaman pribadi yang didasarkan pada bacaan buku semata. Banyak orang yang merasa cukup dengan pemahaman mereka sendiri, tanpa merasa perlu untuk bertanya kepada ulama. Padahal, ini merupakan langkah yang sangat berisiko. Tanpa ada klarifikasi dari seorang ulama, pembaca bisa saja salah paham atau terjebak dalam pemahaman yang tidak benar, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian, bahkan dalam hal-hal yang mendasar seperti ibadah atau muamalah.

Kondisi ini tentu sangat berbahaya, karena pemahaman yang keliru bisa berakibat fatal bagi seseorang yang sedang berusaha untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan syariat Islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: "Fas'alu ahl al-dzikri in kuntum la ta'lamun" (Maka tanyakanlah kepada ahl al-dzikr jika kalian tidak mengetahui) [QS. an-Nahl: 43]. Ayat ini menegaskan bahwa dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama, terutama ketika kita merasa tidak tahu atau bingung, kita harus bertanya kepada mereka yang memiliki pengetahuan yang lebih dalam dan mumpuni. Seorang Muslim seharusnya tidak merasa malu untuk bertanya kepada ulama, agar ia dapat menjaga pemahaman yang benar dan tidak terjerumus dalam kesalahan.

Banyak orang yang merasa malas atau enggan untuk bertanya kepada ulama, karena merasa cukup dengan pemahaman mereka sendiri yang diperoleh dari buku. Namun, kebiasaan ini sangat berisiko dan bisa menjauhkan seseorang dari pemahaman yang benar. Mengikuti hawa nafsu atau berpegang pada pemahaman pribadi yang tidak didasarkan pada ilmu yang sahih hanya akan mendatangkan kerugian. Belajar agama harus dilakukan dengan cara yang benar dan melalui sumber yang terpercaya, yakni para ulama yang memiliki kualifikasi untuk memberikan penjelasan.

Meskipun kita hidup di zaman yang penuh dengan kemudahan untuk mengakses informasi dan membaca berbagai buku, kita tetap harus mengingat bahwa pemahaman agama tidak hanya bisa diperoleh dari buku semata. Buku bisa menjadi alat bantu yang bermanfaat, tetapi tidak bisa menggantikan peran ulama yang memiliki ilmu dan ketaqwaan yang mendalam. Seorang Muslim yang benar-benar peduli dengan agama dan ingin tetap berada dalam pemahaman yang benar harus selalu berkonsultasi dengan ulama yang terpercaya, agar ia tidak terjebak dalam keraguan dan kesesatan. Dengan cara ini, kita bisa menjaga agar pemahaman kita tetap sesuai dengan ajaran Islam yang hak dan tidak tergoyahkan oleh arus informasi yang tidak jelas kebenarannya. Wallahu A’lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image