Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wahyudin

Menjemput Masa Depan: Inovasi Pembelajaran PAI di Era Digital

Guru Menulis | 2025-10-30 02:01:32

Di tengah derasnya arus transformasi digital, dunia pendidikan tidak lagi bisa berjalan dengan cara-cara lama. Cara guru mengajar dan cara siswa belajar kini mengalami perubahan fundamental. Inovasi pembelajaran bukan sekadar gagasan modernitas, tetapi kebutuhan mendesak agar pendidikan tetap relevan dengan tantangan zaman. Teknologi digital, bila dimanfaatkan secara tepat, mampu menghadirkan pembelajaran yang lebih adaptif, inklusif, dan bermakna.

Sumber : Dokumentasi Pribadi
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Kelas yang Tak Lagi Dibatasi Dinding

Pandemi COVID-19 menjadi momentum penting bagi percepatan digitalisasi pendidikan di Indonesia. Pembelajaran daring yang semula dianggap sekadar alternatif, kini menjadi bagian permanen dalam ekosistem pendidikan. Platform seperti Google Classroom, Moodle, Zoom, dan Edmodo memungkinkan pembelajaran lintas ruang dan waktu, menembus batas fisik kelas.

Dr. Munir (2017), pakar teknologi pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, menegaskan bahwa “Inovasi pembelajaran berbasis teknologi bukan hanya soal media atau perangkat, tetapi tentang perubahan paradigma belajar—dari teacher-centered ke student-centered.” Paradigma baru ini mendorong siswa menjadi subjek aktif yang membangun pengetahuannya sendiri melalui eksplorasi dan kolaborasi.

Perubahan ini menuntut peran guru PAI yang lebih kreatif dan reflektif. Guru kini bukan lagi sekadar penyampai materi, melainkan fasilitator, pembimbing, dan desainer pengalaman belajar yang memadukan teknologi, konten, serta pedagogi.

Kreativitas Guru, Jantung Inovasi Pendidikan

Sebagaimana diungkapkan oleh Miarso (2004), “Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang melibatkan manusia, ide, alat, dan organisasi untuk menciptakan solusi pembelajaran.” Artinya, teknologi hanyalah alat bantu; keberhasilan inovasi tetap bergantung pada manusia yang menggunakannya.

Model pembelajaran seperti flipped classroom, project-based learning, dan gamifikasi kini semakin populer. Dalam sistem ini, siswa belajar mandiri di rumah melalui video atau materi digital, sementara waktu di kelas dimanfaatkan untuk berdiskusi dan menyelesaikan proyek. Hasilnya, motivasi dan keterlibatan siswa meningkat secara signifikan.

Selain itu, Kurikulum Merdeka yang tengah diterapkan di Indonesia juga memberikan ruang luas bagi inovasi. Guru PAI didorong untuk menyesuaikan pembelajaran dengan minat dan profil belajar peserta didik. Dalam konteks ini, teknologi menjadi sarana penting untuk memfasilitasi diferensiasi pembelajaran.

Artificial Intelligence dan Pembelajaran Berbasis Data

Gelombang inovasi berikutnya datang dari kecerdasan buatan (AI) dan sistem pembelajaran berbasis data. AI kini digunakan untuk menganalisis perilaku belajar siswa, mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi, serta memberikan rekomendasi materi yang sesuai dengan kebutuhan individu.

Menurut Dr. Sugiharto (2021) dari Universitas Negeri Jakarta, “Pemanfaatan AI dalam pendidikan bukan untuk menggantikan guru, melainkan membantu guru memahami peserta didik secara lebih mendalam dan objektif.” AI dapat menjadi mitra guru dalam mengelola waktu, menilai hasil belajar, dan mempercepat umpan balik.

Namun, perlu disadari bahwa teknologi ini membawa tantangan etis: keamanan data, potensi bias algoritma, dan kesenjangan akses digital. Oleh karena itu, literasi digital menjadi syarat utama bagi semua pihak—guru, siswa, dan orang tua—agar teknologi dimanfaatkan secara cerdas dan bertanggung jawab.

Menjaga Nilai Humanistik di Tengah Teknologi

Inovasi tanpa nilai akan kehilangan arah. Paulo Freire (1970) dalam Pedagogy of the Oppressed menegaskan bahwa pendidikan sejatinya adalah proses dialogis yang membebaskan manusia. Dalam konteks digital, dialog itu dapat terjadi melalui layar, tetapi tetap harus dilandasi oleh empati, kolaborasi, dan kejujuran.

Teknologi boleh canggih, tetapi sentuhan kemanusiaan tetap tak tergantikan. Guru adalah figur yang menanamkan nilai moral, spiritual, dan sosial yang tidak dapat digantikan oleh algoritma. Oleh karena itu, pendidikan berbasis teknologi harus tetap menjaga keseimbangan antara inovasi dan humanisme.

Guru PAI memegang peran penting sebagai murabbi—pendidik yang bukan sekadar mentransfer ilmu, tetapi juga membangun adab, empati, dan akhlak mulia. Interaksi guru dan siswa tidak boleh hilang hanya karena pembelajaran berlangsung secara digital. Nilai humanis dapat tetap hadir, misalnya melalui refleksi spiritual bersama di kelas online, virtual counseling, atau memberi ruang bagi siswa untuk menceritakan pengalaman keagamaan mereka di platform digital.

Selain itu, pembelajaran PAI harus membimbing peserta didik agar bijak dan beretika dalam menggunakan teknologi. Literasi digital yang berkarakter Islam, seperti menjaga etika berkomentar, menghormati privasi, menghindari hoaks, serta menggunakan media sosial untuk kebaikan, menjadi aspek penting yang harus ditanamkan. Pembelajaran tidak boleh berhenti pada “cara menggunakan teknologi”, tetapi harus menyentuh “untuk apa dan bagaimana menggunakan teknologi sesuai nilai Islam”.

Pada akhirnya, pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu memadukan kemajuan teknologi dengan nilai kemanusiaan. Pembelajaran PAI perlu menjadi ruang yang menyejukkan, memanusiakan, dan menuntun peserta didik untuk menjadi generasi muslim yang cerdas digital, berakhlak mulia, dan mampu menjadikan teknologi sebagai jalan kebaikan.

Menatap Masa Depan Pendidikan Indonesia

Inovasi pembelajaran di masa kini adalah fondasi bagi pendidikan masa depan Indonesia. Transformasi digital harus diimbangi dengan transformasi budaya belajar—dari sekadar menguasai konten menuju mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.

Pemerintah perlu memastikan pemerataan akses teknologi di seluruh daerah, sementara guru perlu terus didukung melalui pelatihan berkelanjutan. Lembaga pendidikan dan masyarakat juga harus berkolaborasi menciptakan ekosistem belajar yang terbuka dan berkelanjutan.

Seperti disampaikan UNESCO (2021) dalam laporan Reimagining Our Futures Together, masa depan pendidikan membutuhkan “kontrak sosial baru” yang menempatkan kolaborasi, solidaritas, dan kemanusiaan sebagai inti dari setiap inovasi. Jika arah ini dijaga, pendidikan Indonesia bukan hanya mampu mengikuti perubahan zaman, tetapi juga menjadi motor peradaban digital yang berkarakter dan berdaya saing global.

Penulis merupakan mahasiswa pascasarjana Institut Attaqwa KH Noer Alie yang juga merupakan salah seoarang pengajar di Pondok Pesantren Attaqwa Putri

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image