Pajak Turun 5,1: Red Flag atau Cuma 'Lagi Sakit'?
Bisnis | 2025-10-27 14:27:39
Angkanya udah keluar: penerimaan pajak Jan–Agu 2025 Rp 1.135,4 triliun, turun 5,1%. Ini bukan sekadar grafik menurun—ini alarm buat cara kita ngelola basis pajak, restitusi, dan layanan ke WP.
Yang bikin greget: ekonomi masih tumbuh 5,12%, tapi pajak mundur. Artinya, mesin ekonomi bergerak, namun transmisi ke penerimaan nggak mulus. Ada gesekan di sistem—mulai dari desain tarif, timing, sampai perilaku bayar di hulu.
Penyebabnya berlapis. Gagalnya kenaikan PPN 12% ngilangin potensi tambahan puluhan triliun; berbagai insentif fiskal juga dilepas untuk jaga daya beli. Dua-duanya bikin ruang pajak mengecil dalam jangka pendek.
Faktor lain yang lebih teknis: restitusi lagi tinggi, khususnya di PPN & PPh Badan. Secara bruto, setoran terlihat oke; tapi setelah dikurangi pengembalian, angka netonya jadi tipis. Ini soal presisi—bukan sekadar “dorong setoran”, tapi kalibrasi agar overpayment nggak kebablasan.
Terus apa solusinya? Pertama, kontrak layanan pajak yang jelas. WP patuh butuh kepastian: kanal resmi, batas waktu jawaban, dan SLA restitusi yang kebaca publik. Kebijakan tegas itu bagus, tapi yang bikin percaya diri ya layanan yang bisa dilacak.
Kedua, kurangi overpayment di hulu. Perbaiki estimasi angsuran/withholding berbasis data aktual (musiman, harga komoditas, siklus industri). Kalau tetap lebih bayar, proses refund cepat—jangan bikin modal kerja WP kecekik hanya karena administrasi.
Ketiga, targeting audit berbasis risiko. Bukan show of force, tapi data-driven: pola restitusi outlier, transaksi lintas platform, dan sektor yang sensitif harga. Waktu pemeriksa tetap hemat; akurasinya naik.
Keempat, dashboard publik bulanan. Tunjukkan tren: realisasi bruto vs neto, nilai restitusi per jenis pajak, median waktu proses, dan recovery dari klaim yang ditolak. Publik butuh angka yang bisa dipantau, bukan narasi musiman.
Kelima, keseimbangan insentif. Kalau insentif fiskal dibutuhkan (jaga daya beli), jangan lupa rancang jalur keluar dan tolok ukur payback: kapan dimatikan, sektor mana yang dihentikan duluan, berapa multiplier minimal yang dianggap sukses.
turunnya 5,1% itu sinyal, bukan vonis. Kita nggak perlu drama, yang perlu itu presisi. Kencengin layanan, rapihin hulu, dan pegang data sebagai kompas. Ekonominya sudah jalan—tinggal pastikan pajaknya ikut nyangkut di angka yang sehat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
