Krisis Ekonomi Rumah Tangga? Begini Solusinya Menurut Ekonomi Syariah
Gaya Hidup | 2025-10-26 08:07:32
Keluarga adalah fondasi utama dalam sistem ekonomi sebuah bangsa. Dari rumah tangga yang sehat secara finansial lahir generasi yang mandiri, produktif, dan berakhlak. Namun, di tengah arus globalisasi dan godaan konsumtif, banyak keluarga justru menghadapi krisis ekonomi bukan hanya karena faktor penghasilan, tetapi karena krisis nilai dalam mengelola rezeki.
Fenomena ini semakin nyata. Banyak keluarga terjebak dalam utang konsumtif, menggunakan paylater untuk kebutuhan sekunder, hingga menganggap gengsi sosial sebagai ukuran kebahagiaan. Akibatnya, stres finansial meningkat, komunikasi antar pasangan terganggu, dan keberkahan rezeki perlahan memudar.
Sebagai akademisi ekonomi syariah, saya melihat persoalan ini bukan sekadar soal income, melainkan attitude towards income sikap terhadap rezeki. Islam telah mengajarkan prinsip keseimbangan yang menjadi dasar bagi ekonomi keluarga yang berkah, halal, adil, sederhana, dan penuh tanggung jawab.
Krisis Nilai dalam Rumah Tangga Modern
Sering kali kita menyalahkan ekonomi, padahal masalah utamanya adalah gaya hidup. Kita ingin hidup seperti orang lain yang terlihat mapan di media sosial, padahal belum tentu mampu menanggung konsekuensinya. Ketika ukuran kebahagiaan digeser dari syukur menjadi pamer, maka keseimbangan finansial pun runtuh.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan sejati adalah kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kaya hati berarti merasa cukup. Prinsip qanā‘ah (merasa cukup dengan yang halal) adalah benteng pertama keluarga muslim dari krisis keuangan. Karena begitu nafsu konsumtif menguasai, berapapun penghasilan tidak akan pernah cukup.
Prinsip Ekonomi Syariah untuk Keluarga
Ekonomi syariah memberikan fondasi kokoh agar keuangan keluarga tidak sekadar stabil, tetapi juga penuh berkah. Setidaknya ada empat prinsip utama yang bisa diterapkan dalam rumah tangga:
- Menjaga Kehalalan Rezeki Pastikan sumber pendapatan bersih dari riba, suap, atau ketidakjujuran. Rezeki yang halal akan menumbuhkan ketenangan batin dan menjaga keberkahan rumah tangga.
- Hidup Sederhana dan Prioritas Kebutuhan Bedakan antara needs dan wants. Utamakan kebutuhan pokok, pendidikan, dan tabungan, sebelum keinginan konsumtif. Islam melarang israf (berlebihan) dan mendorong hidup hemat tanpa kikir.
- Musyawarah dan Keterbukaan Keuangan Banyak konflik rumah tangga berawal dari ketertutupan soal uang. Dalam Islam, kejujuran dan amanah menjadi kunci keutuhan keluarga. Diskusikan bersama pendapatan, pengeluaran, dan tujuan finansial jangka panjang.
- Zakat, Sedekah, dan Keberkahan Sosial Ekonomi syariah tidak pernah memisahkan kesejahteraan individu dari sosial. Dengan berbagi, Allah menjanjikan keberkahan yang justru melapangkan rezeki.
Hidup Sederhana, Hidup Tenang
Menariknya, penelitian modern menunjukkan bahwa keluarga yang hidup sederhana dan mindful dalam keuangan justru memiliki tingkat stres lebih rendah dan kebahagiaan lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi ﷺ yang menekankan keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Kesederhanaan bukan tanda kekurangan, melainkan tanda kebijaksanaan. Saat keluarga mampu mengendalikan keinginan, mereka tidak mudah dikendalikan oleh sistem yang materialistik.
Penutup
Krisis ekonomi keluarga bukan hanya soal uang yang kurang, tetapi nilai yang hilang. Keluarga muslim perlu kembali kepada prinsip syariah dalam mengelola keuangan: halal dalam sumber, adil dalam pengeluaran, dan berkah dalam manfaat.
Dengan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam finansial, rumah tangga bukan hanya selamat dari krisis, tapi juga tumbuh menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah keluarga yang tenang, penuh cinta, dan dilimpahi keberkahan rezeki.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
