Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dzikra Faiza

Mengaplikasikan Prinsip Muamalah dalam E-Commerce dan Fintech

Ekonomi Syariah | 2025-12-10 15:10:18
Teknologi keuangan berprinsip syariah

Dunia E-Commerce dan Keuangan Digital telah mengubah cara orang melakukan transaksi, memberikan kecepatan, kemudahan, dan akses global. Meskipun demikian, kemajuan teknologi sering menimbulkan pertanyaan pokok bagi umat Islam: Bagaimana cara memastikan bahwa transaksi digital ini sesuai dengan Fiqh Muamalah?

Prinsip Muamalah, yang menekankan keadilan, keterbukaan, dan menghindari hal-hal haram (seperti Riba, Gharar, dan Maysir), tidak menjadi penghalang bagi inovasi. Sebaliknya, prinsip ini berfungsi sebagai pedoman moral yang memungkinkan ekosistem digital berkembang dengan berkah dan berkelanjutan.

I. Fiqh Muamalah dalam Bidang E-Commerce

Keterbukaan merupakan unsur penting dalam Fiqih Muamalah. Dalam E-Commerce, tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap transaksi jual beli online memenuhi syarat rida (kerelaan) dari masing-masing informasi pihak yang didasari oleh yang jelas.

1. Menghindari Gharar (Ketidakjelasan)

Gharar (ketidakjelasan atau ambiguitas) sangat dilarang dalam Muamalah karena dapat berakibat fatal. Dalam E-Commerce, Gharar sering terlihat pada: Deskripsi Produk: Penjual harus memberikan rincian, spesifikasi, dan gambar/video produk dengan akurat. Menyembunyikan kekurangan atau melebih-lebihkan kualitas merupakan bentuk Gharar. Jasa Pengiriman: Pembeli perlu mendapatkan informasi yang jelas mengenai perkiraan waktu pengiriman dan biaya sejak awal transaksi. Gharar terjadi jika ada biaya tersembunyi yang muncul tiba-tiba di akhir transaksi.

2. Pemutaran Qabd (Serah Terima) yang Valid

Dalam transaksi biasa, serah terima (Qabd) barang dan uang terjadi secara fisik. Dalam E-Commerce: Qabd Hukumiyah (Serah Terima Hukum): Serah terima dianggap sah jika penjual telah mengirimkan barang dan pembeli telah menerima pemberitahuan pengiriman, atau saat barang tiba di lokasi pembeli dan telah diverifikasi. Peran Escrow (Rekening Bersama): Platform E-Commerce yang menerapkan sistem Rekening Bersama (dana ditahan hingga barang diterima oleh pembeli) merupakan implementasi Muamalah yang baik, menjamin hak kedua belah pihak.

3. Jaminan dan Garansi

Muamalah mengharuskan adanya tanggung jawab terhadap barang yang dijual. Oleh karena itu, prosedur pengembalian barang harus jelas dan adil. Penjual wajib bertanggung jawab jika produk yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi (Khiyar Aib - hak pembeli atas barang yang cacat).

II. Fiqih Muamalah dalam Bidang Fintech

Fintech sering kali berhubungan langsung dengan isu Riba (bunga) dan Maysir (perjudian/spekulasi). Penerapan Muamalah di sektor ini fokus pada struktur kontrak yang adil dan pembagian hasil.

1. Fintech Lending (Pinjaman Online)

Pinjaman yang melibatkan bunga konvensional yang ditentukan di awal merupakan Riba. Fintech yang sesuai dengan prinsip Islam harus menerapkan: Skema Murabahah (Jual Beli): Fintech membeli aset yang diperlukan oleh pengguna dan kemudian menjualnya kembali dengan margin keuntungan yang telah disepakati sebelumnya. Skema Ijarah (Sewa): Fintech menyewakan aset kepada pengguna dengan biaya sewa yang jelas. Skema Qardh Hasan (Pinjaman Kebajikan): Pinjaman tanpa bunga yang berlebihan, hanya membebankan biaya administrasi yang wajar (tanpa mencari keuntungan dari perbedaan bunga).

2. Fintech Investasi dan Crowdfunding

Investasi yang mengikuti Muamalah harus menjauhi sektor haram dan ekonometrik yang berlebihan. Basis Bagi Hasil: Model Crowdfunding atau P2P (Peer-to-Peer) Syariah menggunakan skema Mudharabah (bagi hasil dari keuntungan) atau Musyarakah (modal kerjasama), di mana investor dan pengelola Fintech saling berbagi risiko kerugian dan keuntungan secara proporsional. Pengawasan Aset: Investasi harus difokuskan pada sektor riil yang halal (misalnya, pertanian, properti, usaha mikro, kecil, dan menengah).

3. Penggunaan Blockchain dan Aset Digital

Teknologi Blockchain dan aset digital (seperti Cryptocurrency dan NFT) menghadirkan tantangan baru untuk Fiqh Muamalah. Fiqh Aset Digital: Para ulama perlu menetapkan apakah aset digital ini memiliki 'Ayn (keberadaan/nilai yang diterima) dan dapat dijadikan objek Mal (harta). Transaksi Non-Gharar: Pemakaian Smart Contract harus menjamin bahwa kontrak tersebut jelas, mengikat, dan tanpa Gharar (contohnya, spesifikasi NFT atau aset harus tegas dan dapat berfungsi).

Penerapan Fiqh Muamalah dalam E-Commerce dan Fintech adalah upaya untuk membangun ekonomi digital yang etis, seimbang, dan adil sosial. Dengan berpegang pada prinsip anti Riba dan anti Gharar, teknologi bisa menjadi sarana yang efektif untuk meraih keuntungan dunia serta keberkahan akhirat. Inovasi teknologi yang didasarkan pada prinsip syariah akan menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image