Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Leila Hafidh Anastasia

Prokrastinasi: Saat Otak Memilih Menunda dan Cara Psikologi Menjawabnya

Gaya Hidup | 2025-10-24 22:04:25

Pernah merasa sulit memulai tugas penting padahal waktu sudah mepet? Fenomena ini disebut prokrastinasi , sebuah perilaku menunda yang sering dianggap malas, padahal punya akar psikologis yang lebih kompleks.Dalam dunia psikolgi, prokrastinasi dipahami sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri dari stres dan kecemasan terhadap hasil.Dalam ilmu biopsikologi, kebiasaan menunda sangat terkait dengan cara otak kita berfungsi (Steel, 2007).

Prokrastinasi dan Pertarungan Otak: Prefrontal Cortex vs Sistem Limbik

Di dalam kepala kita, ada semacam tarik-menarik antara dua bagian penting otak: prefrontal cortex dan sistem limbik.Prefrontal Cortex bisa dikatakan sebagai bagian otak yang “dewasa dan rasional” karena berperan dalam perencanaan, pengambilan keputusan, dan kontrol diri. Jadi, saat kamu berniat mengerjakan tugas atau mencapai target produktivitas, bagian otak ini yang aktif.Namun di sisi lain, ada sistem limbik, terutama amygdala yang berperan dalam mengatur emosi dan respons terhadap stres.Ketika otak merasa tertekan, bosan, atau takut gagal, sistem limbik mengambil alih dan “mengajak” kamu untuk menghindar sejenak.

Bentuknya bisa bermacam-macam: membuka ponsel, rebahan, atau menonton video lucu di media sosial (Pychyl & Flett, 2012).Dalam kondisi ini, otak sebenarnya sedang berusaha melindungi diri dari perasaan tidak nyaman. Jadi bukan karena kita malas, tetapi karena otak mencari rasa aman dengan cara yang keliru.Masalahnya, solusi instan yang ditawarkan sistem limbik justru memperburuk keadaan. Semakin sering kita menunda, tumpukan tugas makin banyak, tekanan meningkat, dan stres bertambah. Akhirnya, kita makin sulit memulai. Inilah yang menciptakan lingkaran prokrastinasi, Semakin stres, semakin menunda, dan semakin stres lagi.Untuk membaca lebih dalam tentang hubungan otak dan perilaku manusia, kunjungi topik Psikologi dan Kesehatan Mental di Kumparan.

Dopamin dan Godaan Kesenangan Instan

Selain prefrontal cortex dan sistem limbik, ada satu zat kimia otak yang punya peran besar dalam kebiasaan menunda: dopamin. Zat ini bertanggung jawab terhadap rasa senang, motivasi, dan penghargaan. Aktivitas-aktivitas kecil seperti buka notifikasi, scroll media sosial, atau menonton video pendek bisa memicu pelepasan dopamin secara cepat.Sebaliknya, tugas besar seperti menulis laporan atau belajar untuk ujian memerlukan waktu lama untuk memberi “hadiah” dopamin itu.

Karena otak kita lebih suka kesenangan instan daripada hasil jangka panjang, akhirnya kita lebih memilih hiburan cepat yang terasa menyenangkan saat ini, meskipun nanti akan menyesal nanti(Sirois & Pychyl, 2013). Fenomena ini disebut time inconsistency yang berarti kecenderungan manusia untuk lebih menghargai kesenangan sesaat dibanding manfaat masa depan.Penelitian ini menarik karena menunjukkan bahwa perilaku ini memiliki dasar biologis. Saat kita menunda, otak menerima sedikit "reward" dari dopamin yang dilepaskan oleh aktivitas santai. Jadi, ketika kita bosan atau stres, otak kita akan mengingat perasaan yang nyaman dan mendorong kita untuk melakukan hal yang sama.

Siklus Stres dan Otak  yang Kelelahan

Stres tubuh dan kehilangan waktu adalah dua aspek prokrastinasi. Kadar hormon stres utama, kortisol, meningkat ketika kita menunda. Pikiran berat, detak jantung cepat, dan tubuh tegang. Ini dapat menyebabkan penurunan konsentrasi, daya ingat, dan bahkan sistem imun dalam jangka panjang (Steel, 2007).Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pychyl dan Flett (2012), orang yang sering menunda menunjukkan aktivitas amygdala yang lebih kuat dalam menanggapi rangsangan negatif dan kontrol prefrontal cortex yang lebih lemah. Artinya, otak mereka lebih rentan terhadap tekanan dan lebih sulit untuk memulai proses "memaksa diri". Ini menjelaskan mengapa kita sering merasa tidak memiliki tenaga atau dorongan untuk benar-benar melakukannya meskipun kita tahu harus mulai.

Cara Melatih Ulang Otak untuk Berhenti Menunda

Berita baiknya adalah bahwa otak manusia dapat dilatih dan diubah karena sifatnya yang plastis. Membantu prefrontal cortex kembali mengambil alih kendali dan menenangkan sistem limbik dapat dicapai dengan menggunakan pendekatan yang tepat. Salah satu metode yang paling efektif adalah "chunking", yang berarti membagi tugas besar menjadi bagian yang lebih kecil yang lebih mudah untuk dilakukan.Beralih dari gagasan "aku harus nulis laporan sepuluh halaman" menjadi "aku harus nulis satu paragraf dulu."

Cara ini memberi otak kesan bahwa tugas itu dapat diselesaikan dan tidak menakutkan. Selain itu, sangat penting untuk meminimalkan distraksi, seperti menjauhkan ponsel, mematikan notifikasi, atau menggunakan metode Pomodoro, yaitu belajar dua puluh lima menit, istirahat lima menit.Selain itu, Anda dapat mengontrol dopamin dengan memberikan penghargaan kecil kepada diri sendiri untuk hal-hal tertentu, seperti menonton satu episode drama atau makan makanan favorit Anda setelah dua jam belajar. Oleh karena itu, otak belajar bahwa kepuasan jangka panjang bukanlah hasil dari hiburan instan.

Mindfulness: Menenangkan Otak yang Terlalu Sibuk

Latihan kesadaran diri, bersama dengan strategi perilaku, terbukti membantu mengurangi prokrastinasi. Mindfulness membantu kita menjadi lebih sadar terhadap emosi dan pikiran kita saat ini tanpa merespons secara langsung. Studi menunjukkan bahwa latihan kesadaran diri dapat mengurangi aktivitas amygdala dan memperkuat hubungan antara sistem limbik dan prefrontal cortex.Berlatih kesadaran diri secara teratur memungkinkan kita untuk mengidentifikasi saat kita mulai tertekan, memahami rasa cemas yang muncul, dan mengarahkannya dengan lebih tenang. Akibatnya, kita lebih mampu mengontrol keinginan untuk menunda dan memulai tindakan yang lebih sadar.

Menunda Bukan Berarti Gagal

Pada akhirnya, prokrastinasi bukan tentang malas atau tidak punya motivasi. Ia adalah cara otak menanggapi stres dan mencari kenyamanan. Memahami hal ini membantu kita berhenti menyalahkan diri sendiri dan mulai mencari cara yang lebih sehat untuk bekerja sama dengan otak.

Menunda bukan berarti kamu gagal, tapi tanda bahwa otakmu sedang butuh pendekatan yang lebih lembut dan realistis. Jadi, alih-alih memaksa diri dengan rasa bersalah, cobalah memahami bagaimana otakmu bekerja, lalu bantu dia menemukan jalan yang lebih tenang untuk mulai bergerak. Karena terkadang, langkah kecil hari ini jauh lebih berarti daripada rencana besar yang terus ditunda.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image