Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fahrunisa Rokhima

Mengapa Kita Sulit Berhenti Scroll Media Sosial di Malam Hari?

Eduaksi | 2025-10-24 16:14:21

Pernahkah kamu scroll sosial media sebelum tidur, namun tanpa sadar jam sudah menunjukkan jam satu pagi? Atau niat awal hanya membalas pesan di sosial media tapi malah keasyikan melihat konten lucu, drama artis, maupun gosip politik yang sedang trending. Fenomena ini sudah umum di zaman sekarang.

Hidup di era sekarang memang sulit lepas dari sosial media, setiap hari kita disuguhi oleh berbagai macam konten yang informatif, menghibur, maupun konten yang negatif. Tanpa sadar, di balik semua itu, sosial media merusak hal yang paling penting dalam hidup kita, yaitu pola tidur.

Dan rupanya, efeknya tidak hanya sekedar begadang semalam dua malam. Kecanduan sosial media bisa berdampak besar pada kesehatan tubuh maupun kesehatan mental.

Candu dari Sodial Media

Sosial Media awalnya diciptakan untuk membantu orang untuk terkoneksi dan berbagi informasi dengan satu sama lain. Namun sekarang, algoritma membuat kita lebih kerasan untuk selalu menggulir tanpa henti. Platform seperti Instagram, TikTok, dan X dirancang untuk memberi dopamine setiap kita menggulir konten di sosial media.

Menurut data dari We Are Social & Hootsuite (2022), pengguna media sosial di Indonesia sudah mencapai 190 juta orang dan mayoritas dari mereka berusia 16 sampai 24 tahun. Jadi tak heran jika media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, seperti hiburan, mencari berita, tempat kerja maupun tempat bercerita.

Tapi di balik manfaatnya, media sosial juga mempunyai sisi gelap, yaitu kecanduan. Penelitian dari Young & Abreu (2010) menyebutkan bahwa orang dengan kecanduan media sosial cenderung kehilangan kendali terhadap waktu, punya keinginan terus-menerus untuk selalu online, dan merasa gelisah jika tidak membuka aplikasi media sosial. Fenomena ini sering dikaitkan dengan FOMO (Fear of Missing Out) atau rasa takut ketinggalan sesuatu.

Otak Manusia cenderung suka dengan Kecanduan

Otak manusia sebenarnya cenderung suka dengan hal-hal baru, apalagi dengan hal-hal yang menimbulkan rasa penasaran. Setiap kali saat kita melihat konten baru lucu atau konten yang menimbulkan rasa penasaran, otak mengeluarkan hormon dopamine, hormon dopamine menyebabkan kita terus merasa kecanduan. Dan berbagai sosial media tahu untuk memanfaatkan hal ini. Algoritma, rekomendasi konten yang sesuai minat, sampai notifikasi yang muncul secara tiba-tiba,semua itu dirancang agar pengguna sosial media tidak bisa berhenti.

Penelitian dari Morahan-Martin & Schumachar (2003) menjelaskan bahwa faktor utama seseorang kecanduan medsos biasanya karena stres dan kesepian. Orang yang merasa kurang diterima di dunia nyata, mencari pelarian di dunia maya. Namun sayangnya semakin lama kita berada di sosial media, semakin sulit kita kembali ke dunia nyata. Akhirnya hubungan sosial terganggu, pola hidup berantakan, dan waktu istirahat berkurang.

Kebiasaan Buruk : Scroll Media Sosial Sebelum Tidur

Salah satu kebiasaan buruk yang masih dilakukan sampai sekarang ialah scroll media sosial sebelum tidur.

Ada beberapa penyebab mengapa media sosial dianggap mengganggu kualitas tidur seseorang.

1. Jam tidur yang sering tertunda

Yang niat awal hanya scroll media sosial selama 10 menit, tapi tanpa sadar sudah 1 jam. Karena setiap kita scroll satu konten ke konten lain, biasanya selalu muncul konten baru yang menimbulkan rasa penasaran.

2. Otak yang terlalu aktif

Gosip, konten lucu, maupun berita memicu emosi untuk naik turun. Padahal sebelum kita tidur, otak butuh istirahat.

3. Paparan cahaya biru dari layar gawai

Cahaya biru dari layar menyebabkan otak “berasumsi” bahwa waktu masih di siang hari alias masih terang, sehingga hormon melatonin yang menyebabkan rasa kantuk menjadi tertunda.

4. Notifikasi yang tak henti

Ketika hendak tidur, biasanya muncul notifikasi yang memicu refleks untuk membuka gawai kembali. Sehingga keinginan kita untuk tidur tertunda tanpa disadari.

Penelitian terbaru Khairunnisa & Rusli (2023) bahkan menemukan bahwa kecanduan bisa menyebabkan bedtime procrastination atau bisa disebut menunda-nunda waktu tidur dengan sengaja. Biasanya dengan alasan klasik seperti menggulir sosial media selama beberapa menit namun berlanjut hingga beberapa jam. Akibatnya, badan kita di pagi hari akan merasa lelah, produktivitas menurun, susah untuk fokus, hingga mood menjadi jelek.

Doomscrolling yang menyebabkan Penyiksaan pada Diri Sendiri

Selain candu akan media sosial, ada juga istilah ramai muncul, yaitu doomscrolling.

Doomscrolling didefinisikan sebagai kebiasaan menonton konten atau video negatif di media sosial. Niat awal hanya ingin tidak ketinggalan informasi, namun semakin lama dilakukan akan menimbulkan stress dan kelelahan mental. Berdasarkan hasil penelitian, perilaku doomscrolling dapat memicu kecemasan berlebihan, gangguan tidur hingga overthinking. Hal ini karena otak menyimpan berbagai emosi negatif lalu tidak bisa memprosesnya dengan optimal.

Lebih lanjut, algoritma sosial media menampilkan lebih banyak konten serupa. Semakin banyak seseorang mengakses konten negatif, semakin banyak konten serupa yang muncul di beranda mereka. Akibatnya, seseorang tanpa sadar terjebak pada lingkaran negatif yang sulit dihentikan.

Upaya Pemulihan Kesehatan Mental dengan Detoks Media Sosial

Solusi dari permasalahan ini kita tidak harus menghapus semua media soaial yang kita miliki. Namun, langkah yang bisa kita ambil ialah detoksifikasi Media Sosial, yaitu beristirahat sejenak dari aktivitas media sosial untuk bisa menyeimbangkan antara mental dan emosional.

Menurut penelitian yang dilakukan Harsono & Winduwati (2020), detoks sosial media dapat membantu suatu individu untuk lebih menerima sepenuhnya dirinya sendiri, mengurangi kecenderungan untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain, serta meningkatkan kualitas diri sendiri dan pengembangan diri.

Langkah- langkahnya :

1. Menonaktifkan notifikasi yang tidak penting.

2. Menentukan waktu khusus untuk mengakses media sosial.

3. Berhenti mengikuti akun yang menimbulkan rasa rendah diri.

4. Memanfaatkan fitur Screen Time yang ada apa device untuk mengawasi durasi penggunaan gawai.

5. Menghentikan kebiasaan scroll media sosial dan menggantinya dengan membaca buku, mendengarkan musik, ataupun menulis jurnal.

Bahkan riset dari Basu (2019) menemukan bahwa orang yang rutin melakukan detoks digital akan cenderung merasa tenang, fokus dan bahagia.

Cara Lepas dari Kecanduan Gawai dengan Dukungan Internal maupun Eksternal

Seseorang tidak bisa sepenuhnya lepas dari media sosial hanya dengan mengendalikan dirinya sendiri. Terdapat dua bentuk dukungan untuk membantu individu keluar dari lingkaran tersebut, yaitu dukungan internal dan eksternal.

1. Dukungan Internal (dari diri sendiri)

- Mencari tahu pemicu yang mendorong kita untuk membuka sosial media, seperti rasa kesepian, stres, rasa bosan, maupun kebutuhan akan validasi.

- Mengganti aktivitas yang memberikan kebahagiaan, seperti berolahraga, memasak, berjalan santai, atau berinteraksi langsung dengan orang lain.

- Memberikan reward ke diri sendiri jika berhasil menahan diri untuk tidak membuka media sosial dalam jangka waktu yang lama.

2. Dukungan eksternal (dari lingkungan sekitar)

- Meminta bantuan ke sekitar seperti keluarga atau teman-teman agar sama-sama melakukan detoks media sosial.

- Mengikuti komunitas yang membahas digital wellbeing

- Mencari sumber edukasi yang memberikan pemahaman tentang bagaimana cara untuk bersosialisasi dengan sehat di media sosial.

Menyeimbangkan antara Media Sosial dan Kualitas Tidur

Tidak bisa dipungkiri media sosial memiliki banyak manfaat, mulai dari sumber inspirasi, sarana hiburan, hingga wadah untuk berinteraksi antara satu orang ke orang lain. Namun penggunaan media sosial yang berlebihan dampak menimbulan efek negatif, seperti peningkatan stres, gangguan sulit tidur, serta munculnya rasa tidak aman karena terlalu sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Pada hakikatnya, media sosial hanyalah alat semata, seharusnya manusia menjadi pihak yang mengantur penggunaan teknologi, bukan sebaliknya.

Langkah kecil untuk meninggalkan kebiasaan bermain media sosial sebelum tidur yaitu dengan membatasi screen time dan menonaktifkan notifikasi sebelum tidur, dengan begitu kita memberi waktu bagi otak dan tubuh untuk beristirahat dari paparan layar.

Referensi :

Lale, et al. “Hubungan Kecanduan Penggunaan Media Sosial Dengan Gangguan Kualitas Tidur.” Lombok Medical Journal, vol. 2, no. 3, 27 Sept. 2023, pp. 148–151, https://doi.org/10.29303/lmj.v2i2.3054. Accessed 27 Apr. 2025.

“Detoks Sosmed, Ini Manfaat Dan Tips Melakukannya.” Alodokter, 27 Sept. 2021, www.alodokter.com/detoks-sosmed-ini-manfaat-dan-tips-melakukannya.

Redaksi Halodoc. “Detoks Media Sosial Dapat Membantu Untuk Menjaga Kesehatan Mental | Chat Dokter ✔️ Beli Obat ✔️ Booking Rumah.” Halodoc, 27 Feb. 2023, www.halodoc.com/artikel/merasa-penat-ini-tanda-butuh-detoks-media-sosial. Accessed 24 Oct. 2025.

Zikri, Naufal. “Detoks Media Sosial Sebagai Upaya Mengatasi Ketergantungan Media Pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Riau - Repository Universitas Islam Riau.” Uir.ac.id, 2025, repository.uir.ac.id/29840/, https://repository.uir.ac.id/29840/1/209110255.pdf. Accessed 24 Oct. 2025.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image