Menata Hidup Agar Lebih Bermakna
Sastra | 2025-10-24 01:36:15
Judul : Slow Living Hidup Bukanlah Pelarian tapi Perjalanan
Penulis : Sabrina Ara
Penerbit : Gramedia Utama, Jakarta
Tahun Terbit : 2023
Tebal Buku : 210 Halaman
Ukuran dan Jenis Kertas : 14 x 21cm, kertas book paper
Harga Buku : Rp. 49.000.
Presensi :Dilan Narvatilofa Hakim/113*)
Buku Slow Living Hidup Bukanlah Pelarian tapi Perjalanan karya Sabrina Ara
mengajak pembaca untuk memahami kembali makna hidup di tengah dunia yang serba
cepat dan penuh tekanan. Dalam kehidupan modern saat ini, banyak orang merasa terjebak
dalam rutinitas tanpa henti mengejar target, sibuk bekerja, dan terus membandingkan diri
dengan orang lain. Melalui buku ini, Sabrina berusaha menghadirkan panduan yang
menenangkan bagi siapa pun yang ingin memperlambat langkah dan menikmati kehidupan
dengan kesadaran penuh.
Sejak bab pertama, penulis menjelaskan bahwa slow living bukan berarti hidup santai
tanpa arah, melainkan cara untuk menata ulang prioritas dan menemukan keseimbangan
antara bekerja, beristirahat, dan menikmati waktu untuk diri sendiri. Ia menulis dengan
nada lembut namun tegas, mengingatkan pembaca bahwa kelelahan mental sering kali
muncul karena kita terlalu sering memaksa diri untuk terus berlari. Dengan melambat, kita
memberi kesempatan kepada diri untuk merasakan kembali makna hidup yang
sesungguhnya.
Sabrina juga menyoroti bagaimana budaya kecepatan dan produktivitas membuat
manusia modern kehilangan kedekatan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Ia
memberi contoh sederhana, dimana betapa sering kita makan tanpa menikmati rasa,
berbicara tanpa benar-benar mendengarkan dan bekerja tanpa tahu apa yang sebenarnya
kita kejar. Melalui pendekatan mindfulness, dengan kesadaran penuh terhadap momen kini
penulis mengajak pembaca untuk menemukan kembali kebahagiaan dalam hal-hal kecil,
seperti menikmati secangkir teh hangat di pagi hari atau berjalan santai di sore hari.
Buku ini tidak hanya berisi refleksi, tetapi juga panduan praktis. Setiap bab dilengkapi
dengan tips sederhana untuk menerapkan slow living dalam keseharian, misalnya mengatur
waktu digital detox, membuat rutinitas pagi yang menenangkan, atau menciptakan ruang
hidup yang rapi dan nyaman. Semua disampaikan dengan gaya bahasa yang mudah
dipahami dan penuh empati, seolah penulis sedang berbincang dengan sahabat. Selain itu,
Sabrina menyisipkan kisah nyata dari pengalamannya sendiri serta orang-orang di
sekitarnya yang berjuang untuk keluar dari tekanan hidup cepat. Kisah-kisah ini membuat
buku terasa hangat dan dekat, karena pembaca dapat melihat bahwa perjalanan menuju
hidup yang lebih perlahan bukanlah hal instan, tetapi sebuah proses yang terus berkembang.
Dari segi isi, buku ini sangat relevan dengan kehidupan masyarakat masa kini yang
dikejar waktu dan tuntutan sosial. Tema slow living disajikan dengan mendalam dan penuh
empati. Penulis berhasil menyampaikan pesan penting bahwa melambat bukan berarti
tertinggal, melainkan memberi ruang bagi diri untuk benar-benar hidup.
Struktur penulisannya juga teratur, dengan alur yang mengalir dan mudah diikuti.
Setiap
bab memiliki pesan utama yang jelas dan saling melengkapi.
Dari segi bahasa, Sabrina menggunakan diksi yang indah dan menenangkan. Kalimat-
kalimatnya terasa lembut, kadang puitis, dan penuh makna reflektif. Ia mampu mengajak
pembaca berhenti sejenak untuk merenungkan kalimat yang baru saja dibaca. Namun, bagi
sebagian pembaca yang terbiasa dengan gaya tulisan cepat dan informatif, buku ini
mungkin terasa terlalu lambat atau berulang. Meski begitu, pengulangan tersebut justru
memperkuat tema utama bahwa untuk memahami makna hidup, kita perlu mengulang dan
menghayati setiap prosesnya.
Dari segi penampilan buku, desain sampulnya sederhana namun memikat, dengan
warna-warna pastel dan ilustrasi lembut yang menenangkan mata. Tata letak teks rapi, dan
setiap bab diawali kutipan reflektif yang memperkaya makna bacaan. Jenis kertas book
paper membuatnya nyaman dibaca dalam waktu lama tanpa melelahkan mata. Penampilan
ini sejalan dengan pesan buku, yaitu sederhana, tenang, dan penuh keseimbangan.
Buku ini ditulis dengan bahasa yang ringan sehingga mudah dipahami oleh pembaca
dari berbagai kalangan. Isinya juga relevan dengan kehidupan sehari-hari, terutama bagi
orang yang merasa lelah dengan rutinitas cepat. Setiap bagian disusun dengan rapi dan
memberikan pemikiran yang mudah diikuti. Selain itu, buku ini memberikan beberapa
contoh dan langkah sederhana yang bisa membantu pembaca mulai menerapkan gaya
hidup slow living dalam keseharian. Buku ini sangat inspiratif, namun beberapa bagian
konsep slow living mungkin terasa cukup ideal bagi sebagian pembaca. Penerapannya
tentu perlu disesuaikan dengan kondisi dan kesibukan masing-masing. Selain itu, contoh
yang digunakan masih bersifat umum, sehingga pembaca perlu menyesuaikannya dengan
pengalaman pribadi. Meski demikian, hal itu tidak mengurangi nilai positif dan pesan
utama yang ingin disampaikan penulis.
Buku “Slow living hidup bukanlah pelarian tapi perjalanan” karya Sabrina Ara
merupakan bacaan yang menyejukkan di tengah hiruk-pikuk dunia modern. Melalui tulisan
yang jujur dan reflektif, penulis berhasil menyampaikan bahwa hidup yang perlahan
bukanlah bentuk pelarian, melainkan cara untuk benar-benar hadir. Buku ini mengajarkan
bahwa setiap langkah kecil, jika dijalani dengan sadar, akan membawa kedamaian dan
keseimbangan batin. Dengan bahasa yang lembut dan pesan yang kuat, buku ini cocok bagi
siapa pun yang ingin menemukan kembali ketenangan, makna, dan kehadiran sejati dalam
hidup mereka.
Buku “Menata hidup agar lebih bermakna” menjadi resensi yang menggambarkan
esensi buku ini secara utuh bahwa hidup bukan sekadar tentang mencapai tujuan, tetapi
juga tentang menikmati perjalanan menuju ke sana. Membaca buku ini seperti diajak
menatap kehidupan dengan cara baru yaitu, lebih perlahan, lebih sadar, dan lebih
manusiawi
*) Mahasiswa Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang
Dilan Narvatilofa Hakim
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
